EPISODE TERAKHIR KARBALA; Mengapa Harus putra putri kecil itu
Mungkin
ini adalah kesempatan terakhir bagi Imam Husein as. untuk bisa menatap
wajah-wajah putri kecilnya. Ia berkata : wahai Sukaenah, Fathimah, dan
Ummu Kulsum terimalah salam perpisahan dari ayah kalian.
Sukaenah pun berkata lirih : wahai ayah apakah engkau menyerah kepada
maut ? Imam Husein as. menjawab : wahai cahaya mataku bagaimana ayah
tidak menyerah kepada maut, sementara tidak ada lagi seorangpun penolong
dan pembela. Lantas Sukaenah berkata : wahai ayah bawalah kembali kami
ke kota kakek kami. Imam as. menjawab : andaikan seekor
burung diletakkan disana, maka ia akan tertidur. Sukaenah pun mengangis
tersedu-sedu lalu menghampiri sang ayah dan memeluknya erat-erat.
Melihat ini para wanita yang berada dikemah tak kuasa menahan tangis.
Imam Husein as. pun berusaha menghentikan tangisan mereka.
Setelah
selesai melakukan perpisahan dengan keluarga tercintanya, Imam Husein
as. pun bergerak dengan gagah berani menyambut tantangan musuh, walau di
pihaknya tinggal dia sendiri. Dia tidak gentar dan tidak sedikitpun
ada rasa takut dalam hatinya. Ia menyambut kematian bak menyambut
sesuatu yang sangat berharga. Syahadah adalah cita-cita tertingginya.
Terang saja ia adalah putra singa arab, pendekar kaum Quraisy, Ali as.
sang haidar yang dengan sebelah tangan ia angkat pintu khaibar. Dengan
langkah pasti Husein as. Menuju medan laga. Namun, seketika langkahnya
terhenti ketika terdengar suara kecil memanggilnya; ayah !.. ayah !..
Sukaenah keluar dari kemah dan berlari menuju ke arahnya Imam
Husein as. berkata : ada gerangan apa wahai puntriku ? Sukaenah berkata
: wahai ayah sebelum engkau pergi ada satu permintaan yang ingin aku
ajukan kepadamu apakah engkau mau mengabulkan permintaanku ini ?. Imam
as. berkata : tentu wahai putriku sampaikanlah permintaanmu itu. Wahai
ayah tandas Sukaenah dengan nada lirih dan diringi isak tangis. Sebelum
engaku pergi, maukah engkau mengusap kepalaku ? Mendengar itu imam
Husein as. tersentak keheranan dan berkata : wahai putriku kenapa engkau
meminta ayah melakukan itu, engkau bukanlah anak yatim, aku ayahmu
masih ada disisimu. Sukaenah dengan tersendat-sendat berkata : wahai
ayah! Memang engkau masih berada disisiku, akan tetapi aku tahu bahwa
sebentar lagi engkau akan pergi untuk selamanya. Al-Husein pun tak kuasa
menahan tangis dan iapun memeluk tubuh kurus putrinya. Ia teringat
ketika Muslim bin Aqil syahid, ia berkunjung ke keluarga Muslim dan
menghampiri putri kecil Muslim serta mengelus kepalanya. Putri kecil itu
berkata : wahai paman kenapa engkau mengusap kepalaku, aku ini bukan
anak yatim, ayahku masih hidup ia sedang pergi jauh dan ayah berkata
bahwa ia akan kembali secepatnya. Dan kini putrinya Sukaenah memintanya untuk mengusap kepalanya sementara ia masih ada. Seraya iapun mendendangkan syair.
Ketahuilah! akan panjang masa setelahku wahai sukaenah
Tangisan darimu ketika kematian menjemputku
Jangan kau bakar hatiku dengan tetesan air matamu
Selama ruh masih berada di jasadku
Maka jika aku terbunuh nanti, engkaulah yang paling layak
Untuk menangisiku wahai sebaik-baiknya wanita !
Sukaenah
merupakan salah satu putri kecil diantara sekian putra serta putri yang
berada di karbala. Karbala, tempat berkecamuknya perang, tempat tangan
dan kepala terpisah dari badan. Putra-putri kecil itu masih sangat lemah
jiwanya untuk bisa menanggung beban perang. Mereka masih sangat kecil
untuk menahan beban berat ini. Mereka masih belum kuat menyaksikan
tangan dan kepala ayah-ayah mereka terpisah dari badan. Putra-putri
kecil itu belum sanggup menyaksikan perlakuan-perlakuan yang tak
berprikemanusiaan pasukan Yazid terhadap ayah-ayah mereka.
Akan
tetapi semua beban itu mereka alami di karbala. Mereka menyaksikan
tangan dan kepala ayah-ayah mereka terpisah dari badannya. Pasukan Yazid
yang tidak berprikemanusiaan itu, bahkan tega menyiksa dan membunuh
anak-anak kecil. Anak-anak kecil yang tidak berdosa kecuali hanya karena
mereka keluarga suci Nabi saw. Membunuh dan menyiksa anak kecil adalah
kejahatan yang peling besar. Tidak ada satu agama, kaum serta madzhab
pun yang membolehkan penyiksaan terhadap anak-anak yang tidak berdaya.
Ketika anak kecil melakukan kesalahan, ia tidak dihukum melainkan hanya
diperingati. Akan tetapi mereka telah membunuh dan menyiksa anak-anak
kecil yang tak berdosa dan tak berdaya. Mereka telah melakukan kejahatan
yang paling buruk dan telah melakukan dosa yang teramat besar.
Seorang
manusia yang membunuh anak kecil yang tak berdaya pada hakekatnya
bukanlah manusia. Ia lebih buas dari pada srigala, lebih beracun dari
pada ular dan lebih najis dari pada anjing serta babi. Dalam
undang-undang perburuan, tidak diperbolehkan memburu dan membunuh hewan
yang masih kecil. Akan tetapi pasukan Yazid telah
melanggar aturan-aturan kemanusiaan, mereka mengejar-ngejar, memburu,
menyiksa dan mebunuh manusia-manusia yang masih kecil itu. Anak-anak
kecil yang lebih suci dari pada cahaya, tangan anak kecil itu belum
sanggup membawa senjata, belum bisa menarik anak panah. Akan tetapi
mereka tega memotong tangan-tangan mungil itu.
Bocah-bocah Syahid
Abdullah
bin Hasan adalah salah satu anak kecil yang berada di karbala. Ia sudah
yatim ketika masih dalam kandungan ibunya, ia dibesarkan oleh pamannya (
Al-Husein as. ) dan sekarang sudah berumur sepuluh tahun. Imam Husein
as. telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang, seolah putranya
sendiri. Setelah beberapa saat pamannya pergi ke medan perang, Abdullah
mulai gusar. Ia khawatir dengan keadaan sang paman, jangan-jangan… . ia
tidak kuasa menahan kekhawatirannya, ia pun berlari menuju
kearah dimana pamannya tadi pergi. Ketika sampai dikerumunan pasukan
Yazid langkahnya terhenti, matanya menuju kearah setumpukan hitam yang
dikelilingi pasukan. Ia melangkah pelan menuju kearahanya, tersentak
seketika, tatkala ia melihat bahwa tumpukan hitam itu adalah pamannya
Imam Husein as. dengan darah disekujur tubuhnya dan badan yang
tercabik-cabik. Ia pun terjatuh ketanah, tubuhnya lemas dan tak berdaya
tak percaya kalo tubuh itu adalah tubuh paman yang sangat disayanginya.
Abdullah menangis histeris memanggil-manggil pamannya.
Ketika
melihat Abdullah, Imam Husein as. memanggil saudarinya Zainab dan
menyuruhnya untuk menahan Abdullah agar tidak melanjutkan langkahnya.
Zainab berusaha menahan Abdullah, akan tetapi Abdullah berontak dan
berteriak : demi Allah aku tidak akan meninggalkan pamanku sendirian.
Iapun berhasil lepas dari pelukan Zainab dan berlari menuju tubuh
Al-Huseian as. dan memeluknya. Sementara salah seorang pasukan Yazid
mengayunkan pedang hendak menebas tubuh Al-Husein as. Abdullah berdiri
dan berkata : apakah kamu akan membunuh pamanku? Ia halangi Al-Husein
dan ia jadikan tangan kecilnya sebagai tameng pamannya. Tidak disangka,
jauh dari naluri kemanusiaan, laki-laki tersebut menebaskan pedangnya
dan mengenai tangan mungil itu. Abdullah menjerit kesakitan, tangannya
hampir putus dan menggantung ketanah. Ia menangis dan memanggil-manggil
ibunya. Imam Husein as. dengan sisa tenaganya memeluk tubuh keponakannya
dan menengadah ke langit mengadukan perbuatan ummat kakeknya terhadap
keluarga sucinya. Pasukan Yazid menebas kepala Abdullah dan iapun syahid
menjemput ayah tercintanya ( Al-Hasan as. ). Ia berhasil menjalankan
sumpahnya terhadap bibinya bahwa ia tidak akan meninggalkan pamannya
sendirian.
Muhammad
tiga tahun lebih kecil dari Abdullah, ia adalah cucu dari Aqil.
Muhammad tidak ikut berperang akan tetapi ia salah satu dari para
syuhada di karbala. Ketika Imam Husein as. telah syahid, pasukan Yazib
menyerbu ke kemah yang di dalamnya hanya terdapat para wanita dan
anak-anak. Mereka menyerbu kemah untuk menawan para wanita dan merampas
apa saja yang mereka bawa. Muhammad karena ketakutan ia keluar dari
kemah dan tak tahu harus lari kemana. Ia pun lepas dari awasan para
wanita, semua kalang kabut, berlarian, panik, api, asap, debu… Tapi
sungguh tidak disangka, tidak ada kasih sayang, tidak berprikemanusiaan…
Muhammad memegang salah satu tiang kemah, sepuluh penunggang kuda
menuju kearahnya salah satunya Hani Al-Hadhrami mendekat, makin mendekat
dan … mereka membelah badan kecil itu menjadi dua. Anak yang tak berdaya itu mengapa harus menjadi sasaran kebiadaban pasukan Yazid ????
Bahkan,
lebih kecil dari itu pun mereka bunuh. Ali bin Husein as. bayi yang
masih menyusui itu pun ternyata menjadi sasaran panah pasukan Yazid.
Bayi yang tak berdaya, tak mampu membela diri, ia tidak bisa berperang
akan tetapi ia berhasil mengurangi satu anak panah musuh. Bayi yang
memiliki ibu bernama Rubab dan kakak yang bernama Sukaenah, Imam Husein
as. sangat menyayangi keduanya. Disela-sela perang Imam Husein
menyempatkan diri untuk menengok putranya itu. Ia kembali ke kemah dan
meninta Zainab untuk membawakan putranya itu. Al-Husein as. menggendong
sang putra dan menciuminya, namun… seketika anak panah melesat dan
mengarah ke leher halus bayi itu. Bayi pun mengerang dan darah menyembur
dari lehernya. Al-Husein as., Zainab serta semua yang ada dikemah
histeris melihat kejadian itu. Al-Husein as. mengambil darah itu dan
mengrahakannya kelangit seraya berkata :
“Ya
Allah ! aku persembahkan darah ini kepadaMu. Darah ini tidak lebih
sedikit dari darah sembelihan hewan. Jika saat ini engkau tidak
menghendaki kami untuk menang, maka berikan kemenangan untuk ummat yang akan datang. Ambillah pembalasan atas darah-darah kami yang di hamburkan oleh kaum yang dhalim”.
“Wahai yang maha pengasih ! satu hal yang membuat musibah ini menjadi mudah bagi kami, yaitu karena Engkau melihat semua ini”
No comments
Post a Comment