Kedudukan Cinta Dalam Tasawuf
Ilahi! Jika Engkau berikan kepadaku dunia,
maka berikanlah itu kepada musuh-musuhku!, jika Engkau berikan akhirat
kepadaku, maka berikanlah itu kepada sahabat-sahabatku!. Karena bagiku
cukup DIRIMU
Jika cinta sudah sempuna maka dia adalah Allah
( para urafa islam )
Aku beragama dengan agama cinta, sungguh aku menghadap (dengan) tunggangannya, maka cinta adalah agama dan imanku
( Ibnu Arabi )
Walau
cinta merupakan masalah asli dalam irfan (tasawuf), akan tetapi para
arif mengaku bahwa mereka tidak mampu memaknai dan mendefinisikan cinta.
Ibnu Arabi yang mengaku bahwa cinta adalah agama serta imannya, akan
tetapi tentang cinta ia berkata:
“Orang yang mendefinisikan
cinta, berarti ia belum tahu arti cinta. Orang yang belum meminum anggur
dari cawan, maka ia belum mengetahuinya rasanya. Orang yang berkata;
aku telah telah merasakan isi cawan, dimana cinta adalah anggur, maka ia
belum mengetahuinya jika belum meneguknya.”
Artinya
jika seseorang belum mencinta maka ia tidak akan pernah tahu rasanya
cinta. Cinta tidak bisa didefinisikan dengan definisi mantiqi, dan
dengan satu kali merasakan cinta belum cukup bagi seseorang untuk bisa
memahami rasa cinta, perjanan cinta adalah perjalanan yang tidak ada
akhir dan manusia tidak akan sampai kepada akhir dan rasa hausnya
terhadap cinta tidak akan pernah hilang. Dalam bukunya ‘ Futuhat Al-makiah’ Ibnu Arabi dengan belajar kepada sang maha guru, wali Allah swt. Yang mencinta dan dicintai olehNya, ia belajar dari Ali as. kekasih Allah, menuliskan:
“Hati para pencinta Tuhan
telah terbelah, mereka melihat keagungan dan kebesaran Tuhan dengan
cahaya hatinya. Badan-badan mereka adalah alam ini, ruh-ruh mereka
adalah alam malakut dan akal-akal mereka adalah langit. Mereka berbaris
diantara barisan-barisan malaikat dan mereka menyaksikan dengan ainul
yakin. Dengan kemampuannya yang mereka miliki, mereka menyembah-Nya,
tapi itu bukan kerana rakus terhadap surga dan takut terhadap neraka,
akan tetapi karena mereka mencintai-Nya.”
“ Tuhanku! Jika kami
menyembahMu karena takut kepada api neraka, maka masukkanlah kami ke
dalamnya!. Dan jika kami menyembahMu karena mengharapkan surga, maka
jauhkanlah kami darinya. Akan tetapi jika kami menyembahMu karena
kecintaan kami terhadapMu, maka abadikanlah KeindahanMu dengan kami!”“
Ilahi! Jika Engkau berikan kepadaku dunia,
maka berikanlah itu kepada musuh-musuhku!, jika Engkau berikan akhirat
kepadaku, maka berikanlah itu kepada sahabat-sahabatku!. Karena bagiku
cukup DIRIMU”
( Tadzkirah Al-Auliya, jilid 1, hal. 73 )
Masalah
ini sampai saat sekarang menjadi pembahasan di kalangan para arif
islam, dimana setiap bertambah ibadah dan riadhah, maka semakin sedikit
tujuan-tujuan selian Allah swt. Baik tujuan dunia maupun tujuan akherat
tidak lagi menjadi harapan kaum arif hakiki, bagi mereka hanya satu
tujuan yaitu untuk sampai ke haribaan yang maha Indah.
Inilah
kecintaan kepada kesempurnaan sang Kekasih, dan kecintaan itu pasti
bersumber dari kesadaran akan kebesaran dan keindahan Haq Ta’ala. Karena
tanpa mengetahui dan sadar akan keagungan dan keindahan Tuhan, maka
kecintaan itu mustahil akan tumbuh. Dan para arif meyakini bahwa
keagunganNyalah yang menjadi sumber terciptanya alam semesta. Ketika
keagungan tersebut hendak ditampakkan, maka cermin, jelmaan dan tajalli
keagungan pun akan tanpak juga. sementara cinta adalah jelmaan dari
keindahanNya, walau seandainya pun tidak ada wujud dan pencinta lain,
akan tetapi cukuplah keindahan yang dimilikiNya menjadi yang dicintaNya.
Tentang masalah cinta, Dr. Qasim Ghani berkata : keyakinan para arif tentang cinta adalah, bahwa cinta merupakan gharizah
( insting ) Ilahi dan ilham dari langit. Dengan menelusurinya manusia
akan mengetahui diri dan nasibnya. Ruh bersumber dari Tuhan, sebelum
diciptakan dunia, ruh sudah berada disisi Tuhan, oleh karenanya
kecintaan terhadap dunia adalah kecintaan yang asing dan jauh dari rumah
aslinya, tempat asli dan rumahnya itu selalu menjadi pikiran dan
dirindukan olehnya. Masalah cinta ini kita dapatkan pada kisah-kisah
cinta dan syair-syair sufi, seperti kisah cinta Laila dan Majnun, Yusuf
as. dan Julaiha, Wamiq dan Adzra, Syirin dan Farhad, Salaman dan Isal
dan kisah cinta lainnya… ( Tarikh Tasawus dar islam, hal. 338-340 )
Kecintaan
terhadap Tuhan, melazimkan kita juga untuk mencintai para kekasih
hakikiNya. Jelmaan dan dzuhur tertinggi dari wujud Haq yang maha Tinggi
adalah wujud Rasulullah saww. dan para Imam as. Seorang arif mutaakhir
berkata :
sekiranya dadaku dibelah
Di tengahnya kan terlihat dua garis
Yang digoreskan tenpa seorang penulis
Tauhid dan keadilan pada garis yang satu
Dan cinta pada Ahlul Bayt pada garis yang lain.
No comments
Post a Comment