Hadis Tsaqalain Sunni bermakna 12 imam Ahlul bait beserta Fatimah Az Zahra
Muslim meriwayatkan di dalam 
kitab sahihnya [1], “Telah berkata kepada kami Muhammad bin Bakkar bin 
at-Tarian, “Telah berkata kepada kami Hisan (yaitu Ibnu Ibrahim), dari 
Sa’id (yaitu Ibnu Masruq), dari Yazid bin Hayan yang berkata, ‘Kami 
masuk kepada Zaid bin Arqam dan berkata, ‘Anda telah melihat kebajikan. 
Anda telah bersahabat dengan Rasulullah saw dan telah salat di 
belakangnya. Anda telah menjumpai banyak kebaikan, ya Zaid (bin Arqam). Katakanlah kepada kami, ya Zaid (bin Arqam), apa yang Anda telah dengar dari Rasulullah saw.‘ Zaid (bin Arqam) berkata,
 ‘Wahai anak saudaraku, demi Allah, telah lanjut usiaku, telah berlalu 
masaku dan aku telah lupa sebagian yang pernah aku ingat ketika bersama 
Rasulullah. Oleh karena itu, apa yang aku katakan kepadamu terimalah, 
dan apa yang aku tidak katakan kepadamu janganlah kamu membebaniku 
dengannya.’
Kemudian Zaid bin Arqam berkata, 
‘Pada suatu hari Rasulullah saw berdiri di tengah-tengah kami 
menyampaikan khutbah di telaga yang bernama “Khum”, yang terletak di 
antara Mekkah dan Madinah. Setelah mengucapkan hamdalah dan puji-pujian 
kepada-Nya serta memberi nasihat dan peringatan Rasulullah saw berkata, ‘Adapun
 selanjutnya, wahai manusia, sesungguhnya aku ini manusia yang hampir 
didatangi oleh utusan Tuhanku, maka aku pun menghadap-Nya. Sesungguhnya 
aku tinggalkan padamu dua perkara yang amat berharga, yang pertama 
adalah Kitab Allah, yang merupakan tali Allah. Barangsiapa yang 
mengikutinya maka dia berada di atas petunjuk, dan barangsiapa yang 
meninggalkannya maka dia berada di atas kesesatan.’ Kemudian Rasulullah saw melanjutkan sabdanya, ‘Adapun
 yang kedua adalah Ahlul Baitku. Demi Allah, aku peringatkan kamu akan 
Ahlul Baitku, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku, aku peringatkan 
kamu akan Ahlul Baitku.’
Kemudian kami bertanya kepadanya (Zaid bin Arqam), ‘Siapakah Ahlul Baitnya, apakah istri-istrinya?’ Zaid bin Arqam menjawab, ‘Demi
 Allah, seorang wanita akan bersama suaminya untuk suatu masa tertentu. 
Kemudian jika suaminya menceraikannya maka dia akan kembali kepada ayah 
dan kaumnya. Adapun Ahlul Bait Rasulullah adalah keturunan Rasulullah 
saw yang mereka diharamkan menerima sedekah sepeninggal beliau. “
———————-
Penunjukkan makna hadis 
tsaqalain terhadap keimamahan Ahlul Bait adalah sesuatu yang amat jelas 
bagi setiap orang yang adil. Karena makna hadis tsaqalain menunjukkan 
kepada wajibnya mengikuti mereka di dalam masalah-masalah keyakinan, 
hukum dan pendapat, dan tidak menentang mereka baik dengan perkataan 
maupun dengan perbuatan.
Karena amal perbuatan apa pun yang 
melenceng dari kerangka mereka maka dianggap telah keluar dari 
Al-Qur’an, dan tentunya juga telah keluar dari agama. Dengan demikian, 
mereka adalah ukuran yang teliti, yang dengannya dapat diketahui jalan 
yang benar. Karena sesungguhnya tidak ada petunjuk kecuali melalui jalan mereka dan tidak ada kesesatan kecuali dengan menentang mereka.
Inilah yang dimaksud dengan ungkapan, “jika kamu berpegang teguh kepada keduanya (tsaqalain)niscaya kamu tidak akan tersesat”.
 Karena yang dimaksud berpegang teguh kepada Al-Qur’an ialah mengamalkan
 apa yang ada di dalamnya, yaitu menuruti perintahnya dan menjauhi 
laranganya.
Demikian juga halnya dengan 
berpegang teguh kepada ‘ltrah Ahlul Bait. Karena jawab syarat tidak akan
 dapat terlaksana kecuali dengan terlaksananya yang disyaratkan 
(al-masyruth) terlebih dahulu. Dhamir (kata ganti) “bihima” kembali 
kepada al-Kitab dan ‘ltrah. Saya kira tidak ada seorang pun dari orang 
Arab, yang mempunyai pemahaman sedikit tentang bahasa, yang menentang 
hal ini. Dengan demikian, maka mengikuti Ahlul Bait sepeninggal 
Rasulullah saw adalah sesuatu yang wajib, sebagaimana juga mengikuti 
Al-Qur’an adalah sesuatu yang wajib, terlepas dari siapa yang dimaksud 
dengan Ahlul Bait itu.
Yang penting di sini ialah kita membuktikan bahwa perintah dan larangan serta ikutan adalah milik Ahlul Bait.
 Adapun pembahasan mengenai siapa mereka, berada di luar konteks 
pembahasan hadis ini. Sebagaimana para ulama ilmu ushul mengatakan, 
“Sesungguhnya proposisi tidak menetapkan maudhu-nya”‘, maka tentu Ahlul 
Bait adalah para khalifah sepeninggal Rasulullah saw. Sabda Rasulullah 
yang berbunyi “Aku tinggalkan padamu….” adalah merupakan nas yang jelas 
bahwa Rasulullah saw menjadikan mereka sebagai khalifah sepeninggal 
beliau, dan berpesan kepada umat untuk mengikuti mereka.
Rasulullah saw menekankan hal ini dengan sabdanya “Maka perhatikanlah bagaimana kamu memperlakukan keduanya sepeninggalku”. Kekhilafahan Al-Qur’an sudah jelas, sementara kekhilafahan Ahlul Bait tidak dapat terjadi kecuali dengan keimamahan mereka.
Oleh karena itu, Kitab Allah dan 
‘ltrah Rasulullah saw adalah merupakan sebab yang menyampaikan manusia 
kepada keridaan Allah. Karena mereka adalah tali Allah yang kita telah 
telah diperintahkan oleh Allah untuk berpegang teguh kepadanya, “Dan berpegang teguh lah kamu kepada tali Allah.” (QS. Ali ‘lmran: 103)
Ayat ini bersifat umum di dalam 
menentukan apa dan siapa tali Allah yang dimaksud. Sesuatu yang dengan 
jelas dapat disimpulkan dari ayat ini ialah wajibnya berpegang teguh 
kepada tali Allah; lalu kemudian datang sunah dengan membawa hadis 
tsaqalain dan hadis-hadis lainnya, yang menjelaskan bahwa tali yang kita
 diwajibkan berpegang teguh kepadanya ialah Kitab Allah dan Rasulullah 
saw.
Al-Qanduzi menyebutkannya di dalam 
kitabnya Yanabi’ al-Mawaddah. Dia berkata tentang firman Allah SWT yang 
berbunyi “Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali Allah”, 
“Tsa’labi telah mengeluarkan dari Aban bin Taghlab, dari Ja’far 
ash-Shadiq as yang berkata, ‘Kami inilah tali Allah yang telah 
Allah katakan di dalam firman-Nya ‘Dan berpegang teguhlah kamu semua 
kepada tali Allah danjanganlah berpecah-belah.’”
Penulis kitab al-Manaqib juga 
mengeluarkan dari Sa’id bin Jabir, dari Ibnu Abbas yang berkata, “Kami 
pernah duduk di sisi Rasulullah saw, lalu datang seorang orang Arab yang
 berkata, ‘Ya Rasulullah, saya dengar Anda berkata, ‘Berpegang teguhlah 
kamu kepada tali Allah’, lalu apa yang dimaksud tali Allah yang kita 
diwajibkan berpegang teguh kepadanya?’ Rasulullah saw memukulkan
 tangannya ke tangan Ali seraya berkata, ‘Berpegang teguhlah kepada ini,
 dia lah tali Allah yang kokoh itu.‘”[2]
Adapun sabda Rasulullah saw yang berbunyi “Keduanya tidak akan pernah berpisah hingga menemui aku di telaga”, menunjukkan kepada beberapa arti berikut:
Pertama, menetapkan kemaksuman
 mereka. Karena keseiringan mereka dengan Kitab Allah yang sama sekali 
tidak ada sedikit pun kebatilan di dalamnya, menunjukkan pengetahuan 
mereka tentang apa yang ada di dalam Kitab Allah dan bahwa mereka tidak 
akan menyalahinya, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Jelas,
 munculnya penentangan dalam bentuk apa pun dari mereka terhadap Kitab 
Allah, baik disengaja maupun tidak disengaja, itu berarti keterpisahan 
mereka dari Kitab Allah. Padahal, secara tegas hadis mengatakan keduanya
 tidak akan pernah berpisah sehingga menjumpai Rasulullah saw di telaga.
 Karena jika tidak demikian, maka itu berarti menuduh Rasulullah saw 
berbohong. Pemahaman ini juga dikuatkan oleh dalil-dalil Al-Qur’an dan 
sunah. Kita akan tunda pembahasan ini pada tempatnya.
Kedua, sesungguhnya
 kata lan menunjukkan arti pelanggengan (ta’bidiyyah). Yaitu berarti 
bahwa berpegang teguh kepada keduanya akan mencegah manusia dari 
kesesatan untuk selamanya, dan itu tidak dapat terjadi kecuali dengan 
berpegang teguh kepada keduanya secara bersama-sama, tidak hanya kepada 
salah satunya saja. Sabda Rasulullah saw di dalam riwayat Thabrani yang 
berbunyi “Janganlah kamu mendahului mereka karena kamu akan 
celaka, janganlah kamu tertinggal dari mereka karena kamu akan binasa, 
dan janganlah kamu mengajari mereka karena sesungguhnya mereka lebih 
mengetahui dari kamu” memperkuat makna ini.
Ketiga, keberadaan 
‘ltrah di sisi Kitab Allah akan tetap berlangsung hingga datangnya hari 
kiamat, dan tidak ada satu pun masa yang kosong dari mereka. Ibnu Hajar 
telah mendekatkan makna ini di dalam kitabnya ash-Shawa’iq, “Di dalam 
hadis-hadis yang menganjurkan untuk berpegang teguh kepada Ahlul Bait, 
terdapat isyarat yang mengatakan tidak akan terputusnya kelayakan untuk 
berpegang teguh kepada mereka hingga hari kiamat. Demikian juga halnya 
dengan Kitab Allah. Oleh karena itu, mereka adalah para pelindung bagi 
penduduk bumi, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti. Hadis yang 
berbunyi ‘Pada setiap generasi dari umatku akan ada orang-orang yang adil dari Ahlul Baitku’,
 memberikan kesaksian akan hal ini. Kemudian, orang yang paling berhak 
untuk diikuti dari kalangan mereka, yang merupakan imam mereka ialah Ali
 bin Abi Thalib —karramallah wajhah, dikarenakan keluasan ilmunya dan 
ketelitian hasil-hasil istinbathnya.[3]
Keempat, kata ini 
juga menunjukkan kelebihan mereka dan pengetahuan mereka terhadap 
rincian syariat; dan itu dikarenakan keseiringan mereka dengan Kitab 
Allah yang tidak mengabaikan hal-hal yang kecil apalagi hal-hal yang 
besar. Sebagaimana Rasulullah saw telah bersabda, “Janganlah kamu 
mengajari mereka karena mereka lebih tahu darimu.”
Ringkasnya, mau tidak mau harus ada 
seorang dari kalangan Ahlul Bait pada setiap jaman hingga datangnya hari
 kiamat, yang ucapan dan perbuatannya tidak menyalahi Al-Qur’an, 
sehingga tidak berpisah darinya. Dan arti dari “tidak berpisah dari 
Al-Qur’an secara perkataan maupun perbuatan” ialah berarti dia maksum 
dari segi perkataan dan perbuatan, sehingga wajib diikuti karena 
merupakan pelindung dari kesesatan.
Tidak ada yang mengatakan arti yang 
seperti ini kecuali Syi’ah, di mana mereka mengatakan wajibnya adanya 
imam dari kalangan Ahlul Bait pada setiap jaman, yang terjaga dari 
segala kesalahan, yang kita wajib mengenal dan mengikutinya.
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak mengenal Imam jaman-nya maka dia mati sebagaimana matinya orang jahiliyyah.”
Makna yang demikian ditunjukkan oleh firman Allah SWT yang berbunyi, “Dan pada hari di saat Kami memanggil setiap manusia dengan Imam mereka.”
1.  Sahih Muslim, juz 4, halaman 123, terbitan Dar al-Ma’arif Beirut – Lebanon.
2, Yanabi’ al-Mawaddah, hal. 118, terbitan Muassasah al-A ‘lami Beirut – Lebanon.
3. Ash-hawa’iq, hal. 151.
 .
| 
DR. Majdi Wahbe as Syafi’i (Khatib al Azhar) berhasil menetapkan jumlah para imam Ahlul Bait (as) melalui Al Quran  Nama 12 Imam Ahlul Bait Ada Dalam Al Qur’an 
 | 
 Kemudian laporan itu melanjukan: Kata yang merupakan 
derivasi (pecahan) dari “al imamah” (imam/kepemimpinan) juga berulang 
sebanyak 12 kali dalam Al Qur’an yang bermakna 12 imam dimana 
berdasarkan riwayat yang dinukil dari Nabi saw urutannya adalah dari 
Imam Ali (as), Imam Hasan (as) dan Imam Husain serta mencakup 9 Imam 
dari keturunan Imam Ketiga.
Kemudian laporan itu melanjukan: Kata yang merupakan 
derivasi (pecahan) dari “al imamah” (imam/kepemimpinan) juga berulang 
sebanyak 12 kali dalam Al Qur’an yang bermakna 12 imam dimana 
berdasarkan riwayat yang dinukil dari Nabi saw urutannya adalah dari 
Imam Ali (as), Imam Hasan (as) dan Imam Husain serta mencakup 9 Imam 
dari keturunan Imam Ketiga.Dua belas (12) Ayat Al Quran yang mencakup kata “imam dan imamah”, yaitu:
- سورة البقرة، الآية 124: {وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَاماً قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِين}.
2- سورة التوبة، الآية 12: {وَإِن نَّكَثُواْ أَيْمَانَهُم مِّن بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُواْ فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُواْ أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لاَ أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنتَهُونَ}.
3- سورة هود، الآية17: {أَفَمَن كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّهِ وَيَتْلُوهُ شَاهِدٌ مِّنْهُ وَمِن قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى إَمَاماً وَرَحْمَةً أُوْلَـئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَن يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلاَ تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِّنْهُ إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يُؤْمِنُونَ }.
4- سورة الاسراء، الآية70: {يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُوْلَـئِكَ يَقْرَؤُونَ كِتَابَهُمْ وَلاَ يُظْلَمُونَ فَتِيلا}.
5- سورة الانبياء، الآية 72: {وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِين}.
6- سورة القصص، الآية 5: {وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الاَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِين}.
7- سورة الحجر، الآية 79: {فَانتَقَمْنَا مِنْهُمْ وَإِنَّهُمَا لَبِإِمَامٍ مُّبِينٍ }.
8- سورة السجدة، الآية 24: {وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُون}.
9- سورة يس، الآية 12: {إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ }.
10- سورة القصص، الآية 41: {وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لا يُنصَرُون}.
11- سورة الفرقان، الآية 74: {وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً}.
12- سورة الأحقاف، الآية 12: {وَمِن قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى إِمَاماً وَرَحْمَةً وَهَذَا كِتَابٌ مُّصَدِّقٌ لِّسَاناً عَرَبِيّاً لِّيُنذِرَ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَبُشْرَى لِلْمُحْسِنِينَ}.
Yang menarik Khatib Masjid al Azhar ini juga membuktikan bahwa yang dimaksud Ahlul Bait –sebagaimana yang termaktub dalam surah al Ahzab, ayat 33 itu hanya 5 orang (yaitu Rasul saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain) dan sama sekali tidak mencakup istri-istri Nabi saw, sebagaimana diriwayatkan sendiri oleh Ummu Salamah. Hal ini ditegaskan oleh Nabi saw dalam hadisnya yang terkenal dengan “hadis kisa”. (Kisa berarti kain penutup). Beliau menyatakan bahwa kata kisa’ pun lima kali disebutkan dalam al Quran, yaitu:
1- سورة البقرة، الآية 233: {وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا لاَ تُضَآرَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلاَ مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالاً عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُواْ أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّا آتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِير}.
2- سورة البقرة، الآية 259: {أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىَ يُحْيِـي هَـَذِهِ اللّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللّهُ مِئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِئَةَ عَامٍ فَانظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِّلنَّاسِ وَانظُرْ إِلَى العِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْماً فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير}.
3- سورة المائدة، الآية 89: {لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَـكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُواْ أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون}.
4- سورة المؤمنون، الآية 14: {ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَاماً فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْماً ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقاً آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِين}.
5- سورة النساء، الآية 5: {وَلاَ تُؤْتُواْ السُّفَهَاء أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللّهُ لَكُمْ قِيَاماً وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُواْ لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفا}.
 
 
 
 
 
 Posts
Posts
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
No comments
Post a Comment