Penerapan Teknologi Sederhana Pencegahan Banjir
Penerapan Teknologi Sederhana Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Banjir
3022010
Menjelang puncak musim penghujan yang biasanya terjadi di Bulan Januari dan Februari, kekhawatiran akan terulangnya kejadian banjir –terutama di daerah perkotaan- kembali meningkat. Banjir yang terjadi sebentar, dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar.
Upaya penanggulangan banjir yang selama ini dilakukan oleh pemerintah masih saja belum mampu mengurangi kejadian banjir yang terjadi. Yang masih hangat dalam pembicaraan adalah selesainya proyek Banjir Kanal Timur (BKT) yang diharapkan mampu meminimalisir air yang meluap dengan kapasitas sekitar 350m3/s. Selain pembangunan kanal-kanal banjir, program pemerintah lain dalam usaha meminimalisir banjir diantaranya adalah rencana revitalisasi situ-situ yang ada di sekitar daerah perkotaan, pembersihan daerah bantaran sungai, perbaikan Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama di bagian hulu, dan upaya pengerukan sedimen di sungai.
Legalisasi juga telah dilakukan dengan disahkannya Undang-undang Tata Ruang Kota yang mensyaratkan tiap kota memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) ideal seluas 30% dari luas kota. Undang-undang juga mensyaratkan untuk para pengembang properti untuk menyisakan 20% lahan yang dia kembangkan sebagai ruang terbuka.
Namun, upaya-upaya yang disebukan diatas belum dirasakan secara nyata oleh masyarakat. Padahal penanggulangan banjir adalah kebutuhan yang mendesak dan pasti berulang tiap tahun seiring dengan datangnya musi penghujan. Proyek-proyek fisik tentu saja membutuhkan biaya yang sangat besar dan memerlukan studi dan perencanaan yang lama. Padahal kebanyakan, saat dana dan rencana sudah siap, karena waktu perencanaan yang lama, keadaan di lapangan sudah jauh berubah. Hal ini mengakibatkan desain yang ada sudah tidak optimal lagi fungsinya. Belum lagi apabila ditambah waktu pelaksanaan konstruksi yang tidak sebentar.
Sejauh ini, pemerintah terkesan sepihak dalam menentukan usaha-usaha pencegahan banjir. Peran masyarakat seolah diabaikan. Padahal bagian paling besar yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh banjir adalah masyarakat karena masyarakatlah pemilik sebagian besar lahan yang ada di suatu wilayah. Untuk itu sudah seharusnyalah pemerintah mengajak dan mengoptimalkan peran masyarakat untuk ikut serta dalam pencegahan banjir. Program PNPM yang telah berjalan tahun-tahun belakangan merupakan usaha positif dalam meningkatkan peran serta masyarakat.
Namun, untuk meningkatkan peran serta masyarakat bukanlah hal yang mudah. Selain kesadaran masyarakat itu sendiri, pendekatan yang salah akan meyebabkan program tidak berjalan optimal. Diperlukan pendekatan yang tepat dan penerapan teknologi yang sederhana agar masyarakat dapat menerpakannya dengan mudah. Beberapa teknologi yang dapat diterapkan diantaranya:
- Sumur Resapan
Sumur resapan telah lama diperkenalkan sebagai teknologi sederhana pencegah banjir. Sumur dengan diameter sekitar 1m dengan kedalaman sekitar 2m sudah banyak diterapkan dan di beberapa daerah sudah menjadi syarat untuk memperoleh Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
Sumur resapan juga dapat difungsikan sebagai penghasil kompos dengan cara memanfaatkannya sebagai lubang pembusuk bagi sampah organik. Sumur resapan terbukti mampu mengurangi debit aliran permukaan yang terjadi di wilayah pekarangan rumah. Namun jika dilihat lebih luas, sumur resapan kurang optimal karena hanya melindungi satu pekarangan rumah. Sumur ini belum mampu mereduksi aliran permukaan yang terjadi di Jalan-jalan, maupun ruang terbuka milik umum. Dengan ukurannya yang berdiameter sekitar 1m, penyediaan lahan untuk sumur sangat sulit dilakukan pada lahan yang tidak dimiliki secara pribadi.
- Taman Resapan
Untuk skala lebih besar (RT/RW/Desa) diperlukan sarana pencegahan dengan fungsi tunggal seperti sumur resapan. Ide yang dicetuskan oleh beberapa Mahasiswa dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta adalah dengan pembuatan taman yang dinamai sebagai Taman Resapan. Konsep sederhana dari ide ini adalah sifat fisiologi tanah yang disusun atas butir tanah, air dan udara. Dengan memanfaatkan ruang udara yang dimiliki tanah, aliran permukaan diupayakan untuk tertahan dalam pori udara tersebut.
Tanah yang dipakai adalah tanah dengan pori udara yang banyak seperti tanah pasir maupun tanah berpasir dengan pori-pori sekitar 40%. Kapasitas tampungan diperoleh dengan dua cara, yaitu menambah luas lahan taman dan atau menambah ketinggian taman. Agar terlihat indah, tanah di taman “dikurung” dengan pasangan bata dan permukaannya ditutup tanaman-tanaman hijau. Agar fungsi taman ini bertambah, bila memungkinkan dapat ditambah sarana bermain atau sekedar bangku duduk disekitarnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan, 1m2 taman dengan ketinggian 15 cm mampu mengurangi aliran permukaan sebesar 0.033 m3 atau 330 liter air hujan.
- Lubang Resapan
Setelah direduksi oleh sumur dan taman resapan, sisa aliran permukaan yang terjadi dialirkan menuju saluran drainase. Dalam konsep drainase, banjir adalah akumulasi dari aliran-aliran permukaan yang dihasilkan oleh kawasan-kawasan kecil yang dialirkan lewat selokan kemudian terkumpul di badan air (sungai) maupun drainase kota. Untuk itu, debit aliran permukaan yang terjadi dari satu kawasan diupayakan seminimal mungkin. Sisa aliran tadi dapat dikurangi lagi dengan cara membuat lubang-lubang resapan di sepanjang selokan. Lubang–lubang ini mirip sumur resapan, hanya bentuknya saja yang diperkecil dengan diameter 10-15 cm dengan kedalaman 50cm. Lubang ini dibuat dengan jarak antara 2-3m pada saluran. Untuk mencegah lubang agar tidak tertutup sampah, maka disarankan untuk menutup lubang dengan penutup berlubang agar fungsinya untuk meyerap air tidah berkurang.
Hasil simulasi penerapan ketiga teknologi berbasis masyarakatdi kota Surakarta dengan prosentase lahan terbuka yang dikonversi menjadi taman resapan dengan prosentase 0% sampai 100% menunjukkan bahwa debit aliran permukaan dapat berkurang jauh dari 1.9m3/s pada kondisi lahan tertutup total, tanpa sumur, taman, dan lubang resapan menjadi hanya 0.24m3/s saat teknologi ini diterapkan.
Apabila setiap kawasan mampu dan konsisten dalam penerapan tiga teknologi sederhana tadi yang dikombinasikan dengan proyek-proyek besar yang direncanakan, maka musim hujan bukanlah lagi ancaman bagi perputaran roda kehidupan. Kesungguhan pemerintah dalam membina masyarakat dan kerjasama dari berbagai pihak seperti akademisi dan praktisi sebagai perpanjangan tangan pemerintah tentunya menjadi faktor penting agar kesadaran masyarakat akan pentingnya peran mereka terhadap upaya pencegahan banjir meningkat.
No comments
Post a Comment