Breaking News

Kisah Wafatnya dan Pesan Terakhir: Krisna, Buddha, Yesus & Muhammad



Kisah Wafatnya dan Pesan Terakhir: Krisna, Buddha, Yesus & Muhammad



Sri Krisna, Sang Buddha, Yesus dan Muhammad adalah para orang besar! Mereka merupakan sedikit dari Individu yang berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia di muka bumi ini. Untuk itu artikel ini saya sajikan untuk mengenal bagaimana mereka wafat dan apa pesan/perintah di menjelang wafatnya
Infomasi mengenai ini saya lengkapi dengan Peta dijaman mereka masing-masing. Selekasnya anda menyelesaikan artikel ini, Anda akan dapat menimbang sendiri karasteristik dari masing2 manusia basar yang pernah ada di muka bumi ini


Krisna

Beliau meninggal di usia 125 tahun, 7 Bulan, 6 hari jam 14:27:30 pada tanggal 18 Februari 3102 BC, di tepi sungai Hiran di Prabahs Patan. Perhitungan ini dinyatakan berdasarkan petunjuk2 dari kitab2 kuno. Dengan perincian yaitu: Di Visnu Purana, bhagavad gita menyatakan bahwa ia meninggalkan Dwaraka 36 tahun setelah perang Mahabharata. Di Matsya Purana disebutkan bahwa ketika perang Mahabharata ia berusia 89 tahun tahun [Mahabharata18 Parwa MahabharataLord Krishna Lived for 125 Years, Times News Network, Wednesday September 08, 2004 10:07:31 PM]
________________________________________

Peta jaman MahaBharata

Bagaimana Wafatnya Khrisna?

Kisah kematian beliau di gambarkan permulaannya di Santiparwa, bagian ke 12 dan Mosala parwa bagian 16 MahaBharata:

Santiparwa
Ketika dilangsungkan upacara pembakaran mayat, semua anak menantu Gandari telah menjadi janda dan menangis sedih di hadapan mayat-mayat suami yang telah tewas. Gandari juga ada di tempat itu. Para Pandawa dengan ditemani oleh Kunti dan Sri Krisna juga hadir di iringi oleh rakyat yang merasa sangat sedih karena kehilangan sanak saudara mereka. krisna menghibur Gandari, dan berkara, ‘ Mengapa Ibunda menangis? Inilah dunia Ibupun pada suatu ketika akan meninggalkan dunia ini. lalu mengapa menangis?’. Gandari menjawab, ‘Kalau saja anda tidak merencanakan hal ini maka semua anak-anak-ku akan hidup, tidak terbunuh seperti ini. Krisna menjawab, ‘Perang untuk menegakan Dharma tidak dapat dicegah. Apa yang dapat kuperbuat, aku hanya suatu alat’. Lalu Gandari berkata, ‘Paduka ini Taraka Brahma. Apabila paduka menghendaki, paduka bisa mengubah pikiran mereka tanpa perlu melakukan pertempuran’.

Biarlah seluruh dunia melihat dan menarik pelajaran.

Selanjutnya Gandari mengucapkan sumpah, ‘Seperti halnya anggauta keluargaku mengalami kehancuran dihadapan mataku sendiri demikianlah hendaknya anggauta keluarga paduka mengalami kehancuran dihadapan mata paduka sendiri’

Krisna tersenyum dan menjawab, ‘Semoga demikian’. Krisna menerima sumpah itu. Ia ingin menunjukkan bahwa kekuatan moral itu mempunyai nilai dalam kehidupan dan kekuatan itu harus diakui adanya

Yudistira menghadapi masalah batin karena ia merasa berdosa telah membunuh guru dan saudara sendiri. Kemudian Bhisma yang masih terbujur di atas panah memberikan wejangan kepada Yudistira. Beliau membeberkan ajaran-ajaran Agama Hindu secara panjang lebar kepadanya. Rsi Byasa dan Kresna turut membujuknya. Mereka semua memberikan nasihat tentang ajaran kepemimpinan dan kewajiban yang mesti ditunaikan oleh Yudistira.

Mosalaparwa
Mosalaparwa atau Mausalaparwa adalah buku keenam belas dari seri kitab MahaBharata. Adapun ceritanya mengisahkan musnahnya para Wresni, Andhaka dan Yadawa, sebuah kaum di Mathura-Dwaraka (Dwarawati) tempat Sang Kresna memerintah. Kisah ini juga menceritakan wafatnya Raja Kresna dan saudaranya, Raja Baladewa.

Diceritakan bahwa pada saat Yudistira naik tahta, dunia telah memasuki zaman Kali Yuga atau zaman kegelapan. Beliau telah melihat tanda-tanda alam yang mengerikan, yang seolah-olah memberitahu bahwa sesuatu yang mengenaskan akan terjadi. Hal yang sama dirasakan oleh Kresna. Ia merasa bahwa kejayaan bangsanya akan berakhir, sebab ia melihat bahwa banyak pemuda Wresni, Yadawa, dan Andhaka yang telah menjadi sombong, takabur, dan senang minum minuman keras sampai mabuk.

Pada suatu hari, Narada beserta beberapa resi berkunjung ke Dwaraka. Beberapa pemuda yang jahil merencanakan sesuatu untuk mempermainkan para resi. Mereka mendandani Samba (putera Kresna dan Jembawati) dengan busana wanita dan diarak keliling kota lalu dihadapkan kepada para resi yang mengunjungi Dwaraka. Kemudian salah satu dari mereka berkata, "Orang ini adalah permaisuri Sang Babhru yang terkenal dengan kesaktiannya. Kalian adalah para resi yang pintar dan memiliki pengetahuan tinggi. Dapatkah kalian mengetahui, apa yang akan dilahirkannya? Bayi laki-laki atau perempuan?". Para resi yang tahu sedang dipermainkan menjadi marah dan berkata, "Orang ini adalah Sang Samba, keturunan Basudewa. Ia tidak akan melahirkan bayi laki-laki ataupun perempuan, melainkan senjata mosala yang akan memusnahkan kamu semua!" (mosala = gada)

Kutukan tersebut menjadi kenyataan. Sang Samba melahirkan gada besi dari dalam perutnya. Atas perintah Raja Ugrasena, senjata itu kemudian dihancurkan sampai menjadi serbuk. Beberapa bagian dari senjata tersebut sulit dihancurkan sehingga menyisakan sepotong besi kecil. Setelah senjata tersebut dihancurkan, serbuk dan serpihannya dibuang ke laut. Lalu Sang Baladewa dan Sang Kresna melarang orang minum arak. Legenda mengatakan bahwa serbuk-serbuk tersebut kembali ke pantai, dan dari serbuk tersebut tumbuhlah tanaman seperti rumput namun memiliki daun yang amat tajam bagaikan pedang. Potongan kecil yang sukar dihancurkan akhirnya ditelan oleh seekor ikan. Ikan tersebut ditangkap oleh nelayan lalu dijual kepada seorang pemburu. Pemburu yang membeli ikan itu menemukan potongan besi kecil dari dalam perut ikan yang dibelinya. Potongan besi itu lalu ditempa menjadi anak panah.

Setelah senjata yang dilahirkan oleh Sang Samba dihancurkan, datanglah Batara Kala, Dewa Maut, dan ini adalah pertanda buruk. Atas saran Kresna, para Wresni, Yadawa dan Andhaka melakukan perjalanan suci menuju Prabhastirtha, dan mereka melangsungkan upacara di pinggir pantai. Di pantai, para Wresni, Andhaka dan Yadawa tidak bisa menghilangkan kebiasaan buruk mereka, yaitu minum arak sampai mabuk. Dalam keadaan mabuk, Satyaki berkata, "Kertawarma, kesatria macam apa kau ini? Dalam Bharatayuddha dahulu, engkau telah membunuh para putera Dropadi, termasuk Drestadyumna dan Srikandi dalam keadaan tidur. Perbuatan macam apa yang kau lakukan?". Ucapan tersebut disambut oleh tepuk tangan dari Pradyumna, yang artinya bahwa ia mendukung pendapat Satyaki. Kertawarma marah dan berkata, "Kau juga kejam, membunuh Burisrawa yang tak bersenjata, yang sedang meninggalkan medan laga untuk memulihkan tenaga".

Setelah saling melontarkan ejekan, mereka bertengkar ramai. Satyaki mengambil pedang lalu memenggal kepala Kertawarma di hadapan Kresna. Melihat hal itu, para Wresni marah lalu menyerang Satyaki. Putera Rukmini menjadi garang, kemudian membantu Satyaki. Setelah beberapa lama, kedua kesatria perkasa tersebut tewas di hadapan Kresna. Kemudian setiap orang berkelahi satu sama lain, dengan menggunakan apapun sebagai senjata, termasuk tanaman eruka yang tumbuh di sekitar tempat tersebut. Ketika dicabut, daun tanaman tersebut berubah menjadi senjata setajam pedang. Dengan memakai senjata tersebut, para keturunan Wresni, Andhaka, dan Yadu saling membunuh sesama. Tidak peduli kawan atau lawan, bahkan ayah dan anak saling bunuh. Anehnya, tak seorang pun yang berniat untuk meninggalkan tempat itu. Dengan mata kepalanya sendiri, Kresna memperhatikan dan menyaksikan rakyatnya digerakkan oleh takdir kehancuran mereka. Dengan menahan kepedihan, ia mencabut segenggam rumput eraka dan mengubahnya menjadi senjata yang dapat meledak kapan saja. Setelah putera dan kerabat-kerabatnya tewas, ia melemparkan senjata di tangannya ke arah para Wresni dan Yadawa yang sedang berkelahi. Senjata tersebut meledak dan mengakhiri riwayat mereka semua.

Akhirnya para keturunan Wresni, Andhaka dan Yadu tewas semua di Prabhasatirtha, dan disaksikan oleh Kresna. Hanya para wanita dan beberapa kesatria yang masih hidup, seperti misalnya Babhru dan Bajra. Kresna mampu menyingkirkan kutukan brahmana yang mengakibatkan bangsanya hancur, namun ia tidak mau mengubah kutukan Gandari, Ia mengetahui bahwa tidak ada yang mampu mengalahkan bangsa Wresni, Yadawa dan Andhaka kecuali diri mereka sendiri. Bangsa itu mulai senang bermabuk-mabukan sehingga berpotensi besar mengacaukan Bharatavarsa yang sudah berdiri kokoh. Setelah menyaksikan kehancuran bangsa Wresni, Yadawa, dan Andhaka dengan mata kepalanya sendiri. Kemudian Balarama pergi ke hutan, sedangkan Kresna mengirim utusan ke kota para Kuru, untuk menempatkan wanita dan kota Dwaraka di bawah perlindungan Pandawa; Babhru disuruh untuk melindungi para wanita yang masih hidup sedangkan Daruka disuruh untuk memberi tahu para keturunan Kuru bahwa Wangsa Wresni, Andhaka, dan Yadawa telah hancur. ke hadapan Raja Yudistira di Hastinapura.

Sri Krisna kemudian pergi ke hutan tempat dimana Balarama menunggunya. Kresna menemukan kakaknya duduk di bawah pohon besar di tepi hutan; ia duduk seperti seorang yogi. Kemudian ia melihat seekor ular besar keluar dari mulut kakaknya, yaitu naga berkepala seribu bernama Ananta, dan melayang menuju lautan yang di mana naga dan para Dewa datang berkumpul untuk bertemu dengannya.

Dalam Bhagawatapurana dikisahkan setelah Baladewa ambil bagian dalam pertempuran yang menyebabkan kehancuran Dinasti Yadu Setelah itu Ia duduk bermeditasi di bawah pohon dan meninggalkan dunia dengan mengeluarkan ular putih besar dari mulutnya, kemudian diangkut oleh ular tersebut, yaitu Sesa.

Setelah menyaksikan kepergian kakaknya, Kresna kemudian duduk disebuah batu dibawah pohon di Prabhasa Tirta, mengenang segala peristiwa Ia tahu bahwa sudah saatnya ia ‘kembali’. Kemudian ia memulai menutup panca indrianya melakukan yoga dengan sikap Lalita Mudra. Bagian dibawah kakinya berwarna kemerah-merahan.

Saat itu ada seorang Vyadha (pemburu) bernama Jara, setelah seharian tidak mendapat buruan, melihat sesuatu berwarna kerah-merahan, Ia pikir, ‘Ah, akhirnya kutemukan juga buruanku’, Ia memanahnya dengan panah yang berasal dari sepotong besi yang berasal dari senjata mosala yang telah dihancurkan kemudian panah itu diberi racun. Ia memanah dan panah itu tepat mengenai benda kemerah-merahan itu. Jara, sang Pemburu segera berlari ketempat itu untuk menangkap mangsanya dan dilihatnya Shri Krisna yang berjubah kuning sedang melakukan Yoga namun dengan tubuh kebiru-biruan akibat menyebarnya racun panah itu. Jara kemudian meminta ma'af atas kesalahannya itu. Sri Kresna tersenyum dan berkata,

‘Kesalahan-kesalahan sedemikian ini jamak dilakukan manusia. Seandainya aku adalah engkau tentu akupun melakukan kesalahan itu. Kamu tidak dengan sengaja melakukannya. Jangan di pikir. Kamu tidak tahu sebelumnya aku berada di tempat ini. Kamu tidak dapat dihukum secara hukum maupun moral, Aku mengampunimu. Aku sudah menyelesaikan hidupku’.

Ketika Daruka tiba di Hastinapura, ia segera memberitahu para keturunan Kuru bahwa keturunan Yadu di Kerajaan Dwaraka telah binasa karena perang saudara. Beberapa di antaranya masih bertahan hidup. Setelah mendengar kabar sedih tersebut, Arjuna mohon pamit demi menjenguk Basudewa (Sri Krisna). Dengan diantar oleh Daruka, ia pergi menuju Dwaraka.

Setibanya di Dwaraka, Arjuna mengamati bahwa kota tersebut telah sepi. Ia juga berjumpa dengan Orang-orang tua, anak-anak, janda-janda yang ditinggalkan mati oleh para suaminya di dalam peperangan, Istri2 Krisna sejumlah 16.100-an. Arjuna bersama para ksatria yang tersisa kemudian membawa pergi para Brahmana, Ksatria, waisya, sudra, wanita dan anak-anak Wangsa Wresni, untuk menyebarkannya di sekitar Kurukshetra.

Kemudian Arjuna bertemu dengan Basudewa yang sedang lunglai. Setelah menceritakan beberapa pesan kepada Arjuna, Basudewa mangkat.

Sesuai dengan amanat yang diberikan kepadanya, Arjuna mengajak para wanita dan beberapa kesatria untuk mengungsi ke Kurukshetra. Sebab menurut pesan terakhir dari Sri Kresna, kota Dwaraka akan disapu oleh gelombang samudra, tujuh hari setelah ia wafat. [juga di Visnu Purana, Section 5; Srimad Bhagavatam Canto 11, Chapter 30, ayat 28-50]

Yang menarik dari catatan kematian Krisna adalah:

  • Bangsa Yadawa terkenal tidak terkalahkan sehingga menjadi sombong, arogan kasar dan gemar mabuk2an di menjelang akhir kehidupan sehingga cukup aneh bila ada pemburu yang tidak terusik dan santai di sekitar tempat pertemuan bangsa Yadawa tersebut
  • Disekitar hutan tersebut, saat itu justru sendang terjadi perang dashyat yang berujung musnahnya bangsa Yadawa, maka bagaimana mungkin ada seorang Pemburu yang begitu santainya berburu?
  • Sebagai seorang pemburu rusa, tentunya ia mengerti prilaku rusa yang sangat waspada dan gampang terkejut, jadi bagaimana mungkin ada rusa disekitar perang besar bangsa Yadawa tersebut.
  • Satu kebetulan menarik lainnya adalah arti nama Jara adalah Usia Tua, Sehingga ada pendapat bahwa kematian Krisna di panah Pemburu bernama Jara, merupakan sebuah metaphora? yaitu wafat dikarenakan usia tua [125 tahun]

      [In the Mahâbhârata-tâtparya-nirnaya, S'rî Madhvâcârya-pâda wrote that the Lord for His mission created a body of material energy into which the arrow was shot.

      But the Lord's actual four-armed form was never touched by the arrow of Jarâ, who is actually the Lord's devotee Bhrigu Rishi.

      In a previous age Bhrigu Muni had offensively placed his foot on the chest of Lord Vishnu.
      ]
Dengan catatan di atas, maka terdapat dua pesan terakhir Krishna yaitu:
  • Kematian Krisna adalah benar karena usia tua, sehingga percakapan antara Krishna dan Jara merupakan tambahan dan bukan yang sebenarnya, maka pesan terakhir dari Krisna hanyalah kepada Arjuna untuk menyelamatkan sisa-sisa penduduk bangsa Yadawa yang tidak mati akibat perang saudara dan tenggelamnya Drawaka
  • Apabila Pemburu itu ada maka pesan terakhir krisna ada dua yaitu menenangkan Jara dari perasaan bersalah dan kepada Arjuna untuk menyelamatkan sisa2 penduduk Yadawa yang tidak mati akibat perang saudara dan tenggelamnya Drawaka
Bukti keberadaan Dwaraka dapat anda lihat di Dwaraka city recoveredThe Scientific Dating of the Mahabharat War,dan Dating the Kurukshetra War

[Kembali] 



Buddha

Umumnya dikatakan bahwa Buddha [Sang Sujata, Sang Bhagava, Sang Tathagata] lahir di antara tahun 560 s/d 550 SM. Journal of Indian History, vols. LXXVI-LXXVIII, 1997-1999 (March 2004), pp. 1-6, mencoba menetapkan tahun kehidupan Buddha dengan menghitung berdasarkan tahun pemerintahan raja Asoka (268-232 SM), kemudian dihitung mundur dengan melihat catatan yang ada di tradisi Sinhalese (218 tahun), Sarvaastivaadin (116 tahun) dan Tibetan (160 tahun) yaitu lama tahun wafatnya Buddha wafat ketika raja Asoka mulai memerintah dan dengan menambah umur kehidupan Buddha (80 tahun), misalnya:

Tradisi Sinhalese:
"Dua ratus dan delapan belas tahun setelah wafatnya Tathaagata (Buddha), Seorang raja (asoka) memerintah seluruh Jambudwipa (India) (Tathaagatassa parinibbaanato dvinna.m vassasataana.m upari a.t.thaarasame vasse sakala-Jambudiipe ekarajjaabhiseka.m paapu.ni)."[kitab komentar Vinaya Pali di abad ke 5 M, Samantapaasaadikaa, I, pp. 41-42 (cf. Taisho edition of Chinese Tripi.taka (abbreviated T) vol. 24, No. 1462, p. 679c); Diipava.msa, VI, pp. 1, 19-20; Mahaava.msa, V, p. 21]

Jadi Buddha meninggal, 268+218=486 SM dan lahir, 486+80=566 SM

Tradisi Sarvaastivaada:
Mencatatnya di dua teks yang ditulis oleh Vasumitra (100-200 M), diterjemahkan oleh Paramaartha (499-569 M): Shibabu-lun [Risalah 18 sekte] dan Buzhiyi-lun [Risalah sekte]. Menurut tradisi ini [di catat di versi Taisho, Tripitaka Tiongkok] Asoka menjadi raja 116 tahun setelah wafatnya Buddha, Buzhiyi-lun menyatakan:

"Seratus dan enambelas tahun setelah wafatnya Bhagawan Buddha ... Terdapat sebuah negara yang besar bernama Paataliputra yang rajanya bernama A"soka memerintah Jambudviipa."[T 49 No. 2033, hal. 20a.]

Jadi, Buddha meninggal 268 + 116 = 384 SM dan lahir, 384+80= 464 SM.

Tradisi Tibetan:
Pada jaman Dinasti Song, Yuan, Ming, and Qing dynasty, berdasarkan Tripitaka versi tiongkok, Buzhiyi-lun menyatakan penobatan asoka menjadi raja adalah 160 tahun setelah meninggalnya Buddha [E.g. T 49, No. 2033, p. 20, note 7; Qian-long (Qing dynasty) vol. 102, No. 14, p. 468.] namun Shibabu-lun pada edisi yang sama menyatakan 116 tahun, yang artinya sepakat dengan versi Taisho.

Ketidakkonsistenan tahun juga ditemukan di Sde-pa tha-dad-par byed-pa da'nrnam-par b'sad-pa, translasi bahasa Tibet untuk BHAVYA, Nikaayabheda-vibha'nga-vyaakhyaa [kurang lebih artinya adalah risalah pecahan, kompilasi di lakukan pada abad ke-6] menyatakan bahwa Buddha telah wafat 160 tahun [dan juga 116 tahun di edisi lainnya] sewaktu Asoka memerintah. Contoh: menurut translasi dari BAREAU, versi Narthang (1741-42 CE) dan Peking (1724 CE) tercatat:

"seratus dan enampuluh tahun (lo-brgya-drug-cu) berlalu sejak parinibbana sang Buddha, [Peking (Beijing) ed. Untuk Tripitaka Tibetan, vol. 127, No. 5640, p. 253, leaf 1, line 3] pada saat raja bernama Dharmaa’soka memerintah di kota Kusumapura.. "

Menurut translasi Watanabe, versi Derge (1744 CE) disebutkan angka 116 tahun. [Watanabe Zuigan, versi Tripitaka Jepang, Osaki Gakuho, No. 94 (July 1939), p. 71, note 1]

untuk angka 160 tahun, maka tahun meninggalnya Buddha adalah di 428 SM dan lahir, 508 SM

Dengan memakai masa pemerintahan Asoka sebagai dasar perhitungan, maka terdapat tiga kemungkinan tahun kehidupan Buddha yaitu 566-486 SM; 464-384 SM; dan 508-428 SM.

Permasalahan utama penentuan tahun kehidupan Buddha gautama dengan cara tersebut diatas adalah SAMA SEKALI tidak menyinggung raja dan kerajaan yang ada di jaman Buddha!

Untuk itu, mari kita lihat dari sudut pandang yang sama sekali berbeda yaitu dari sudut catatan dalam tradisi Veda. Berdasarkan catatan P. N Oak [di ambil dari ‘Some Blunder of Indian Historical Research, P.189] dinyatakan bahwa Purana-purana menyinggung juga kronologis para pemimpin Magadha.

Pada saat perang Mahabharata terjadi, Somadhi (Marjari) adalah raja yang memerintah kerajaan Maghada, ia mengawali dinasti bersama 22 raja berikutnya selama 1006 tahun, kemudian di ikuti 5 orang raja dari dinasti Pradyota untuk 138 tahun, kemudian 10 Raja dari keluarga Shishunag untuk 360 tahun. Kshemajit (memerintah 1892 – 1852 SM) merupakan raja ke 4 dari dinasti Shishunag. Pada saat itu yang memerintah kerajaan kapilavastu adalah raja Suddodana, ayah dari Sidharta Gautama. Juga ia lahir di jaman itu. Pada jaman raja ke 5 keluarga Shishunag, yaitu raja Bimbisara, Sidharta Gautama mencapai penerangan sempurna mencapai Buddha. Pada jaman raja Ajatashatru (1814-1787 SM) Buddha wafat. Jadi ia lahir di 1887 SM, Meninggal di 1807 SM

Bukti lebih lanjut yang menguatkan ada di jaman Buddha Milinda dan raja Amtiyoka dan Yuga Purana oleh Pandit kota Venkatachalam yaitu Purana-purana terutama Bhagavad Purana dan di Kaliyurajavruttanta, menggambarkan kronologis dinasti2 Maghada yang dapat dipakai menentukan tahun kehidupan Buddha. Buddha adalah silsilah ke 23 dari Ikshvaku, dan ada di jaman raja2 Kshemajita, Bimbisara, dan Ajatashatru, seperti tertulis di atas. Buddha berusia 72 tahun pada tahun 1814 B.C. ketika raja Ajatashatru di mahkotai. Jadi kelahiran Buddha ada di sekitar 1887 SM. dan wafatnya adalah 80 tahun kemudian yaitu 1807 SM.

Professor K. Srinivasaraghavan dalam bukunya yaitu Chronology of Ancient Bharat (bag ke-4, bab 2), menyatakan bahwa tahun kehidupan Buddha seharusnya 1259 tahun setelah perang Mahabharata, jika perang terjadi di 3138 SM maka Buddha lahir di tahun 1880 SM. Lebih lanjut lagi Kalkulasi astronomi oleh astronomer, Swami Sakhyananda, menyatakan bahwa jaman Buddha berada di periode Kruttika, yaitu antara 2621-1661 SM.

B. N. Narahari Achar, memberikan bukti yang ia ambil di Sammyuta Nikaya, Sagatha Vagga, Devaputta, 9.Candima dan 10.Suriya, yaitu mengenai gerhana Bulan yang di ikuti gerhana Matahari. Pada saat itu, Buddha ada di savatthi, tiga bulan menjelang wafat beliau. Berdasarkan petunjuk tersebut menghasilkan perhitungan bahwa Bulan Purnama, saat Wafatnya sang Buddha jatuh pada tanggal 27 Maret 1807 SM. Dalam artikel ini, di sebutkan juga bahwa Professor Sengupta mencoba menghitung hal yang sama, yaitu gerhana bulan dan matahari yang berurutan terjadi di tahun 560 SM. Sehingga dengan memakai perhitungan astronomi berdasarkan petunjuk adanya gerhana maka tahun 483 SM and 544 SM, tidak memenuhi petunjuk yang tercantum di Samyuta Nikaya [Reclaiming the chronology of Bharatam: Narahari Achar (July 2006)]

Empat sumber terakhir yang disebutkan di atas menunjukan suatu pola hasil tahun yang konsisten. Di samping itu, Penyimpang ritual veda berupa pengorbanan2 binatang untuk keperluan upacara meluas terjadi di India pada jauh2 abad sebelum abad ke-5 SM [versi perhitungan menurut Max Muller, General A. Cunningham, Oldenberg, Heinz BECHERT dll]

[Daftar Pustaka: Benarkah Kehidupan Buddha Gautama di kisaran 560 M?, Reestablishing the Date of Lord Buddha by Stephen Knapp, The Date of Buddha ]
________________________________________
Peta Jaman Buddha Gautama

Beberapa penemuan arkeologi seperti penemuan situs Lumbini pada tahun 1896 oleh para arkeolog Nepal, penemuan situs Kapilavatthu (Kapilavastu) di Tilaurakot, Nepal pada abad ke-19, serta penemuan situs Nigrodharama yang juga berada di Nepal, memperkuat fakta bahwa kisah mengenai Pangeran Sidharta bukanlah fiksi. Ia adalah tokoh sejarah.

Dammapada memberikan bulan meninggalnya Buddha
Kira-kira sepuluh bulan sebelum Sang Buddha merealisasi kebebasan akhir (parinibbana), Beliau melaksanakan masa vassa di Veluva, sebuah desa dekat Vesali. Ketika bertempat tinggal di sana, Beliau mengalami sakit disentri. Ketika Dewa Sakka mengetahui Sang Buddha sakit, dia datang ke desa Veluva untuk merawat Sang Buddha selama sakit. Sang Buddha berkata kepadanya agar jangan mengkhawatirkan perihal kesehatan Beliau karena terdapat banyak bhikkhu di dekat Beliau. Tetapi Sakka tidak mendengarkan-Nya dan tetap merawat Sang Buddha hingga sembuh. [Dhammapada, Sukkha Vagga, Bab 15, Syair 206, 207, dan 208 Kisah Sakka]

Apa itu Masa Vassa?

Vassa adalah satu periode musim di India dan Asia tenggara dan berasal dari kata Vassāna. Musim yang ada di Indiaterbagi menjadi 3 Musim (Ti-Uttu, per 4 bulan namun terkadang satu musim lebih pendek dari lainnya yaitu 3 bulan). Ti Uttu, detailnya dibagi menjadi 6 musim (Cha Uttu, per 2 bulan), sebagai berikut:

  • Vassāna/Musim Hujan (Jul-Nov). Musim ini dibagi dua, yaitu:

    1. Musim Hujan/Vassāna (Juli-Sept), yaitu Bulan Savana/Nikkhamanīya [nikkhamati = pergi/keluar/berangkat pergi + niyata = terkendali/terkungkung] (Juli-Aug) dan Bulan Pottapada (Aug-Sept). Di India utara, reda di awal Oktober
    2. Musim Gugur/Sarada (Sept-Nov), yaitu Bulan Assayujja/Pubba kattika [pubba = awal] (Sept-Oct) dan Bulan Kattika/Paccima Kattika [Paccima = terakhir, belakangan] (Oct-Nov)
  • Hemanta/Musim Salju (Nov-Mar). Musim ini dibagi dua, yaitu:

    1. Musim Salju/Hemanta, yaitu Bulan Māgasira (Nov-Des) dan Bulan Phussa (Des-Jan). Yang terdingin adalah December dan January.
    2. Musim Dingin/
      Sisira, yaitu di Bulan Māgha (Jan-Feb) dan Bulan Phagguṇa (Feb-Mar)
  • Musim Panas/Gimhāna (Mar-Juli). Musim ini di bagi dua, yaitu:

    1. Musim Semi/Vasanta, yaitu Bulan Citta/Rammaka (Mar-Apr) dan Bulan Vesākha (Apr-May)
    2. Musim Panas/Gimha [Uṇha, Nidāgha = Panas], yaitu bulan Jettha (May-Jun) dan Bulan Asaḷha (Jun-Jul). Yang terpanas di utara adalah bulan May
Mahavagga 3.1, Vin. Pitaka:
Ketika masa Vassa belum ditetapkan, Sang Buddha bertempat tinggal di Veluvana, Râgagaha. Para Bhikkhu*) sering mengadakan perjalanan selama musim dingin, hujan dan panas. Perjalanan mereka sering melalui sawah, kebun dan ladang milik para petani akibatnya timbul keluhan bahwa tumbuh-tumbuhan yang ditanam oleh petani menjadi rusak dan banyak binatang yang mati. Sehingga masyarakat mencela para bhikkhu dan membandingkan dengan pertapa-pertapa lain [Aliran Titthiya), yang menetap disuatu tempat ketika musim hujan tiba. Celaan dan kritikan dari masyarakat, disampaikan oleh beberapa bhikkhu menghadap Sang Buddha dan melaporkan kejadian ini.

[Note: 
*) Di Mahavagga 3.3 di sebut khabbaggiya Bhikkhu. Muncul kata 'khabbaggiya' pertama kali di Mahavagga I, 56-60, yang artinya adalah:

1. rekan 'enam bhikkhu,' dan pembantu mereka,
2. Antagonis, konstan & tak kenal lelah sebagai pengacau di seluruh Vinaya-Pitaka.

Buddhaghosa (pada cullavagga I, i) mengatakan bahwa Paòàuka dan Lohitaka termasuk di sini dan juga Assagi dan Punabbasu disebutkan sebagai Kabbaggiya (Childers: sv khabbaggiyo)

Pengantar cerita di atas ini saya sangsikan kebenarannya, karena:

  1. Sejak di tahun pertama kebuddhaannya saja sang buddha sudah menjalankan masa vassa:

    1. Sewaktu Buddha sedang menetap di Taman Rusa Isipatana dekat Vàrànasi, selama masa vassa setelah membabarkan Dhammacakkappavattana Sutta dan Anattalakkhaõa Sutta[..] (di RAPB buku ke-1 hal.757)
      Buddha menjalani masa vassa setelah mencapai Kebuddhaan di Isipatana Migadàya. Selagi berdiam di sana hingga malam purnama di bulan Assayuja, suatu hari Buddha mengirim enam puluh Arahanta dan menyuruh mereka pergi dalam tugas membabarkan Dhamma [..]"(RAPB buku ke-1, hal.779)

      Lokasi vassa ke-1 adalah di kerajaan Kasi, yaitu setelah 7 minggu pencerahan, menemui 5 orang rekan beliau dulu di taman rusa pada bulan Asalha. Masih di taman rusa yang sama s/d Bulan assayujja beliau bertemu dengan Yasa + ayahnya + 4 sahabat Yasa + 50 orang teman Yasa yang lain = 61 orang araha..Di Vassa ke-1 saja tidak kemana2 dan tetao bervasa di taman rusa.

    2. Masa vassa ke-2,
      Tathàgata, diiringi oleh lebih dari dua puluh ribu bhikkhu, meninggalkan hutan mangga Anupiya dekat Desa Anupiya di kerajaan Malla dan menuju Vihàra Veluvana, Ràjagaha (Kerajaan Maghada) di mana Ia menjalani masa vassa kedua, bersama-sama dengan dua puluh ribu bhikkhu. (RAPB buku ke-1 hal 949)

    3. Masa vassa ke 3 s/d 44:
      lihat di di RAPB buku ke-1 hal.949 s/d 953.

    4. Semua Buddha dijaman lalu juga melakukan masa vassa.

    Lagian, di Mahavagga 3.4, disebutkan tidak melakukan masa Vassa adalah pelanggaran bagi para bhikku, sehingga lebih tepatnya kejadian tersebut adalah penetapan pelanggaran yang tidak melaksanakan masa Vassa.

  2. Ada aturan, di Buddhis untuk tidak membunuh mahluk hidup, Para Bikkhu berjalan dengan menunduk sambil mempraktekan Vipassana, sehingga mereka akan melihat binatang (yang bukan piaraan)
  3. Umat awam di India, sangat menghormati para Brahmana, jadi kecil kemungkinan mereka marah2 atau mencela kaum Brahmanam karena dianggap karma buruk oleh ajaran2 saat itu
  4. Jaman itu, banyak para pendeta Brahmana yang iri dengan kemajuan pengikut Buddha sehingga membuat mereka kehilangan pengikut]
Mendengar laporan tersebut, Sang Buddha membuat aturan, “Para Bhikkhu, saya ijinkan kalian untuk melaksanakan masa Vassa”. “Oh para bhikkhu ada dua periode dalam menjalankan masa vassa. Periode pertama dilakukan setelah bulan purnama pertama dibulan juli/asalha[Asadha], jenis vassa ini disebut Purimikavassupannayika. Dan vassa jenis kedua dilakukan satu hari setelah bulan purnama kedua atau satu bulan setelah bulan asalha[Agustus/Sravana], jenis vassa ini disebut Pacchimikkavassupanayika.

Perhitungan kalender Buddhis mengikuti perhitungan Luni solar (bulan dan matahari), biasanya jatuh pada hari setelah bulan purnama dibulan ke-7. Akhir dari vassa disebut pavarana, dilanjutkan dengan hari kathina yang berlangsung selama satu bulan antara bulan Assayuja-Kattika (Oktober-November), periode itu para Bikkhu mendapat persembahan Jubah, obat2an, makanan dan tempat untuk tinggal. Setelah masa pavarana usai maka para bhikkhu bisa melakukan pengembaraan kembali seperti biasa. Para bhikkhu mendapatkankan hak istimewa selama empat bulan setelah pavarana

Informasi ini memberitahukan kita bahwa
Apabila Musim Vassa jatuh di bulan Juli/Agustus maka sepuluh bulan berikutnya adalah bulan April/May, Menjelang di akhir kehidupannya, Buddha mulai sakit keras

Bagaimana kematian Sang Buddha?

Mahaparinibbana Sutta memberikan informasi sebagai berikut:

    PENYAKIT SANG BHAGAVA YANG SANGAT PARAH[Juga di: SN 47.9/Gilāna Sutta]
    22. Ketika itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: "Sekarang pergilah, para bhikkhu, dan carilah tempat bervassa di mana saja di sekitar Vesali ini di mana kalian dapat diterima dengan baik oleh para kenalan dan sahabat dan tinggallah di sana selama musim hujan ini. Aku akan vassa di tempat ini juga selama musim hujan di dusun Beluva."

    "Baiklah, bhante," kata para bhikkhu.

    23. Dan Sang Bhagava di masa Vassa (Atha kho bhagavā vassūpagatassa) sakit keras melandanya(kharo ābādho uppajji), Sakit yang keras dirasakan terus menerus/ditusuk-tusuk yang dapat mematikan(bāḷhā vedanā vattanti māraṇantikā). Tetapi Sang Bhagava membawanya dengan penuh perhatian dan kesadaran tanpa terganggu (Tā sudaṃ bhagavā sato sampajāno adhivāsesi avihaññamāno)

    Kemudian terlintaslah pada pikiran Sang Bhagava: "Tidaklah wajar, sebelum parinibbana aku tidak memberitahukan pada mereka yang menaruh perhatian selama ini kepadaku, dan tidak memberi kata-kata terakhir kepada para bhikkhu. Karena itu biarlah aku menekan penyakit ini dengan kekuatan batinku, berteguh hati untuk mempertahankan kelangsungan hidup ini, dan meneruskan hidupku untuk sementara waktu."

    Sang Bhagava berhasil melawan sakit dengan kekuatan kemauan yang gigih, dengan teguh hati mempertahankan kelangsungan hidup dan meneruskan kehidupan Beliau. Demikianlah akhirnya rasa sakit dapat diatasinya.
Kejadian sakit di masa vassa ini diketahui beliau yaitu karena usia tua dan tidak seprima sebelumnya dengan memberikan perumpamaan tentang badannya seperti sebuah kereta tua, yang mengalami berbagai kerusakan dan perbaikan dan bahkan beliau sendiri menekannya dan menetapkan untuk melangsungkan kehidupannya
    Mahaparinibbana Sutta:
    24. Kemudian, setelah Sang Bhagava sembuh dari sakitnya segera Beliau keluar dari kamar tempat pembaringannya, lalu duduk di bawah naungan bangunan itu, di tempat yang telah disediakan untuk beliau. Kemudian datanglah Ananda menemui Sang Bhagava, dan memberi hormat dengan sangat hidmat kepada beliau, lalu duduk pada salah satu sisi, kemudian ia berkata kepada Sang Bhagava: "Alangkah bahagianya kami ini, karena nampaknya bhante telah sembuh dan sehat kembali. Karena, ketika kami mengetahui bhante sakit, badan saya sendiri seolah-olah ikut lemah bagaikan lumpuh, segala sesuatu di sekitar kami menjadi gelap, dan perasaan kami sangat lesu. Tetapi walaupun demikian, ada sedikit hiburan bagi kami, karena bhante tak akan meninggalkan kami tanpa memberi beberapa petunjuk yang terakhir kepada kami para bhikkhu."

    25. Demikianlah kata Ananda, tetapi Sang Bhagava memberi jawaban sebagai berikut: "Apalagi yang dapat diharapkan oleh para bhikkhu dariku ? Aku telah mengutarakan Dharma, tanpa membeda-bedakan pelajaran yang bersifat khusus maupun yang umum. Tidak ada apa-apa lagi, yang berkenaan dengan Dharma, yang Sang Tathagata pegang sampai akhir, seperti seorang guru yang menggenggam tangannya, seolah-olah menyimpan sesuatu. Barang siapa yang berpendapat, bahwa dia memimpin para bhikkhu atau bahwa para bhikkhu harus tergantung kepadanya, orang seperti itu biasanya memberikan ajaran terakhir yang berkenaan dengan dirinya. Tetapi, Sang Tathagata tidak mempunyai angan-angan seperti itu, yang ingin memimpin para bhikkhu supaya para bhikkhu terus tergantung padaku.

    Maka dari itu, wejangan-wejangan apa yang perlu kami berikan lagi kepada para bhikkhu itu?

    Sekarang kami telah menjadi lemah, kami sudah tua, hidup kami sudah lama berlangsung, sampai puluhan tahun. Kini umurku yang ke delapan puluh dan hidupku telah cukup lama. Seperti halnya dengan sebuah kereta tua, yang mengalami berbagai kerusakan dan perbaikan, demikian pula badan Sang Tathagata ini dapat terus berlangsung hanya dengan dukungan-dukungan. Hanya, apabila Sang Tathagata, tak menghiraukan obyek-obyek yang berada di luar, pikiran-pikiran yang mengandung keserakahan, benci dan lain-lainnya dengan melenyapkan perasaan-perasaan keduniawian tertentu, berpegang pada pemusatan pikiran (ceto samadhi) berkenaan dengan tanpa gambaran (animitta), maka badan ini lebih ringan bebannya."

    26. "Ananda, oleh karena itu, hendaknya kamu menjadi sebuah pulau sebagai tempat perlindungan bagimu sendiri. Jangan mencari perlindungan yang lain. Hanya Dhammalah sebagai pulaumu, dan kau tiada mencari perlindungan lain. Bagaimana seorang bhikkhu adalah sebagai pulau baginya, sebagai suatu perlindungan bagi dirinya sendiri, tidak mencari perlindungan dari yang lain, dan hanya Dhamma sebagai pulaunya, hanya Dhamma sebagai pelindungnya, dan tiada mencari perlindungan lain?

    Apabila ia merenungkan proses tubuh dalam tubuhnya dengan sungguh-sungguh, dengan pengertian benar dan sadar, ia akan dapat mengatasi keinginan duniawi, ketidaksenangan dan penderitaan batin. Atau apabila ia merenungkan segala bentuk perasaan (vedana), pikiran (citta), atau obyek-obyek pikiran (dhamma), dengan sungguh-sungguh, dengan pengertian benar dan sadar, ia akan dapat mengatasi keinginan duniawi, ketidaksenangan dan penderitaan batin, maka sesungguhnya ia membuat suatu pulau bagi dirinya sendiri, suatu perlindungan bagi dirinya sendiri, tiada mencari perlindungan lain, memiliki Dhamma sebagai pulau dan perlindungannya, tiada mencari perlindungan yang lain.

    Para bhikkhu berpegang teguh pada pulau bagi diri mereka sendiri, perlindungan bagi diri mereka sendiri, tiada mencari lain perlindungan di luar karena telah memiliki Dhamma sebagai pulau dan perlindungan bagi mereka, tiada mencari perlindungan lain. Mereka akan mencapai kesempurnaan dan kesucian, apabila mereka mempunyai keinginan untuk menempuhnya."
SETELAH LEWAT musim Vassa: (Juli - Nov), yaitu di setelah bulan baru, yaitu bulan Khatika (November), Para umat yang areanya mendapatkan keberuntungan dijadikan tempat berdiam para petapa/Bhikkhu selama musim Vassa, maka setelah berakhir massa Vassa mereka berbondong-bondong memberikan 4 kebutuhan pokok bhikkhu. Peristiwa ini dlakukan selama bulan Khatika, yaitu 1 bulan. Nah setelah peristiwa ini, barulah para petapa yang ingin mengembara melakukan perjalanannya.

Sang Buddha selama 3 bulan kemudian masih berada di area Vesali dan di bulan February berada di Cetiya (semacam vihara) Capala dan disaat itu pula ia tetapkan dirinya akan Wafat di 3 bulan kemudian, yaitu pada bulan Vesak (May) 

    Paranibanna sutta:
    1. Pada pagi hari, kemudian Sang Bhagava mengambil patta (tempat makan) serta jubahnya, lalu pergi ke Vesali untuk pindapatta (menerima dana makanan). Sesudah mendapat makanan Sang Bhagava makan. Kemudian Sang Bhagava pulang, dan ketika tiba di tempat peristirahatannya, beliau berkata kepada Ananda: "Ambillah sebuah tikar, dan marilah kita ke cetiya Capala."

    "Baiklah, bhante," jawab Ananda.

    Demikianlah, Ananda mengambil sehelai tikar, lalu mengikuti Sang Bhagava. 2. Ketika Sang Bhagava tiba di cetiya Capala beliau duduk di tempat yang telah disediakan.

    Setelah Ananda duduk di salah satu sisi beliau lalu memberi hormat dengan hidmat. Sang Buddha bersabda kepadanya: "Sungguh menyenangkan Vesali ini Ananda karena banyak cetiyanya, yaitu Udana, Catamala, Sattamabaka, Bahuputta, Sarandada dan Capala."

    3. Sang Bhagava berkata: "Ananda, barang siapa yang telah mengembangkan, mempraktekkan, mempergunakan, mempertahankan, menyelidiki dengan seksama kesempurnaan keempat dasar kekuatan batin, apabila ia menghendakinya maka ia akan dapat hidup selama satu kappa atau sampai akhir dari kappa ini. Sang Tathagata, juga dapat hidup sepanjang kappa atau sampai pada akhir dari kappa ini, jika beliau menghendakinya."

    4. Tetapi Ananda tidak dapat memahami makna dari kata-kata yang diucapkan Sang Bhagava. Karena perhatiannya seakan-akan dipengaruhi oleh Mara, sehingga ia tidak memohon kepada Sang Bhagava dan tidak berkata: "Semoga Sang Bhagava hidup satu kappa, Semoga Sang Tathagata tetap ada di sini sepanjang satu kappa, demi kesejahteraan dan kebahagiaan manusia, demi kasih sayang pada seluruh manusia di dunia, bagi kebaikan mahluk-mahluk dan kebahagiaan para dewa dan manusia."

    5. Namun ketika untuk kedua kali dan ketiga kalinya Sang Bhagava mengulangi ucapannya itu, Ananda tetap diam saja.

    6. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Ananda: "Ananda, pergilah dan berbuatlah sesuai dengan kehendakmu."

    "Baiklah, bhante," jawab Ananda dan bangkit dari duduknya, memberi hormat dengan penuh hidmat kepada Sang Bhagava, lalu mengundurkan diri. Kemudian Ananda duduk di bawah sebatang pohon yang letaknya tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya.

    PERMOHONAN SI JAHAT MARA
    7. Setelah Ananda pergi, tiba-tiba Mara muncul dan mendekati Sang Bhagava. Sambil berdiri, Mara berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, sekarang telah tiba saatnya bagi Sang Bhagava mengakhiri kehidupannya, karena itu biarlah Sang Sugata parinibbana (meninggal). Sesungguhnya saat parinibbana Sang Tathagata telah tiba. Untuk hal ini, Sang Bhagava telah berkata kepada kami: 'Mara, kami tidak akan memenuhi ajakanmu, sebelum para bhikkhu, bhikkhuni, upasaka dan upasika yang menjadi siswa-siswaku yang benar-benar bijaksana dalam melaksanakan peraturan yang benar, cakap dan terpelajar, memelihara dhamma, hidup sesuai dengan dhamma, berpegang teguh pada pimpinan yang telah ditetapkan, dan telah mempelajari kata-kata Sang Guru, dapat menerangkannya, mengkhotbahkannya, mengumumkannya, menyusunnya, mengartikannya, menerangkannya secara seksama, dan membuatnya menjadi jelas, sehingga apabila timbul kemudian pendapat-pendapat yang bertentangan dengan mereka, mereka dapat memberi penjelasan dengan sempurna sehingga dapat menimbulkan keyakinan pada setiap orang bahwa dhamma ini memberikan kebebasan terakhir.'

    8. Sekarang, para bhikkhu dan bhikkhuni, upasaka dan upasika yang menjadi siswa-siswa Sang Bhagava telah melaksanakan hal itu. Maka sudah waktunya Sang Bhagava mengakhiri kehidupan ini. Sang Sugata dapat dengan bebas meninggalkan dunia ini. Telah tiba saatnya bagi Sang Bhagava parinibbana. Walaupun sama dengan kata-katanya ketika ia berkata: 'Kami tidak akan memenuhi ajakanmu Mara, sebelum kehidupan suci yang kami ajarkan memperoleh hasil yang baik, tersebar luas dan dihayati dengan benar oleh para dewa dan manusia. Hal ini juga telah berlangsung tepat seperti yang dicita-citakan itu. Maka sudah waktunya Sang Bhagava mengakhiri kehidupan ini. Sang Sugata dapat dengan bebas meninggalkan dunia ini. Telah tiba saatnya bagi Sang Bhagava parinibbana.'

    SANG BHAGAVA MELANJUTKAN KEHIDUPANNYA
    9. Setelah hal ini diucapkan, Sang Bhagava berkata kepada Mara: "Mara, jangan kau menyusahkan dirimu. Saat parinibbana Sang Tathagata belum tiba, tiga bulan lagiSang Tathagata akan mangkat, parinibbana.

    10. Demikianlah di cetiya Capala, Sang Bhagava dengan penuh perhatian dan pengertian yang benar melepaskan bentukan vitalitas [āyusaṅkhāraṁ ossaji]. Pelepasan sang Buddha di bentukan vitalitasnya menimbulkan gempa bumi (Ossaṭṭhe ca Bhagavatā āyusaṅkhāre mahābhūmicālo ahosi) yang menakutkan, sangat dahsyat dan menyeramkan, serta halilintar menyambar-nyambar. Sang Bhagava, memandangnya dengan penuh pengertian serta mengucapkan kata-kata ini:

    "Penyebab kehidupan yang kecil maupun yang tak terbatas dari lingkaran kehidupan telah diputuskan oleh pertapa. Dengan kegembiraan dan ketenangan, ia terbebas dari penyebab kelahirannya, bagaikan ia merobek sampul surat."


    11. Lalu terlintaslah pada pikiran Ananda: "Benar-benar mengherankan, dan sangat luar biasa. Bumi bergetar begitu hebatnya sungguh sangat menakutkan, dahsyat dan menyeramkan. Apakah sebabnya dan apa alasannya sehingga gempa bumi yang dahsyat terjadi ?"

    DELAPAN SEBAB GEMPA BUMI
    12. Kemudian Ananda mendekati Sang Bhagava, lulu duduk pada tempat yang telah tersedia, kemudian ia berkata kepada Sang Buddha: "Bhante, mengherankan dan sangat luar biasa, bumi bergetar begitu hebatnya dan sangat menakutkan. Apakah sebabnya dan alasannya sehingga gempa bumi yang dahsyat itu dapat terjadi? Mohon kami diberi penjelasan."

    13. Kemudian Sang Bhagava berkata: "Ananda, ada delapan sebab atau ada delapan alasan sampai terjadinya suatu gempa bumi yang dahsyat itu. Apakah delapan sebab musabab itu?

    "Begini Ananda [Ayaṃ, ānanda], Daratan Bumi yang besar [mahāpathavī] di sokong cairan [udake patiṭṭhitā], cairan disokong gas/aliran udara/tekanan [vāte patiṭṭhitā], dan tekanan udara antar rongga [vāto ākāsaṭṭho]. Dan kemudian, Ananda [Hoti kho so, ānanda], ketika terjadi pergerakan tekanan yang dahsyat [samayo yaṃ mahāvātā vāyanti], pergerakan tekanan menjadikan cairan bergoncang [Mahāvātā vāyantā udakaṃ kampenti]. Dengan bergoncangnya cairan, daratan bumi bergoncang [Udakaṃ kampitaṃ pathaviṃ kampeti]. Inilah alasan pertama [Ayaṃ paṭhamo], sebab pertama terjadinya gempa bumi yang dahsyat.[hetu paṭhamo paccayo mahato bhūmicālassa pātubhāvāya]

    14. Demikian pula Ananda, apabila seorang pertapa atau brahmana yang memiliki kekuatan batin maha besar, seseorang yang telah memperoleh kekuatan untuk mengendalikan pikirannya, atau sesosok dewata yang maha kuasa, yang maha tahu, mengembangkan pemusatan pikirannya yang hebat pada unsur tanah, dan sampai derajat tak terhingga pada unsur cair, ia pun menyebabkan bumi bergetar, bergoyang, dan bergoncang. Inilah sebab yang kedua sampai timbulnya gempa bumi yang maha dahsyat itu.

    15-20. Ananda, apabila Sang Bodhisattva meninggalkan alam surga Tusita dan lahir melalui rahim (kandungan) seorang ibu yang penuh pengertian dan perhatiannya yang benar. Apabila Sang Tathagata mencapai kesempurnaan yang maha sempurna yang tak ada yang menyamainya, sungguh luar biasa sempurnanya atau apabila Sang Tathagata memutar Dharmacakra, - apabila Sang Tathagata dengan penuh perhatian dan pengertian yang benar melepaskan bentukan vitalitas (sato sampajāno āyusaṅkhāraṁ ossajati) atau - apabila Sang Tathagata telah tiba saatnya mangkat, parinibbana, di mana tiada tersisa suatu unsur keinginan, maka semuanya ini akan menyebabkan bumi yang besar ini bergetar, goyah dan bergoncang.

    Inilah delapan alasan atau sebab musabab bagi terjadinya suatu gempa bumi.".. [..]

    GODAAN MARA PADA WAKTU YANG LALU
    34. "Ananda, pada suatu waktu ketika kami berdiam di Uruvela, di tepi sungai Neranjara, di bawah pohon beringin, sejenak sesudah aku mencapai Penerangan Sempurna, Mara si jahat, telah datang mendekati aku dan berdiri pada salah satu sisi, lalu berkata kepadaku: 'Kini, bhante, kiranya Sang Bhagava sudah sampai saatnya untuk mengakhiri kehidupannya, kiranya Sang Sugata akan segera wafat. Sebenarnya saatnya telah tiba untuk Tathagata parinibbana.'

    35. Kemudian aku menjawab demikian: 'Aku tak akan mengakhiri hidupku, Mara, sebelum para bhikkhu dan bhikkhuni, para umat pria serta wanita, telah menjadi siswa-siswaku yang baik, yang sejati dan bijaksana, berdisiplin dan tertib, cerdas dan terpelajar, sanggup memelihara ajaran dhamma, hidup sesuai dengan dhamma, taat pada pimpinan yang baik dan mengerti ucapan Sang Guru, dapat menerangkan, mengkhotbahkan, mengumumkan, menyusun, menafsirkannya, membahas dengan teliti dan menjelaskannya, sehingga mereka semuanya dapat memberikan sanggahan apabila timbul pendapat-pendapat yang keliru, dapat memberi penjelasan dengan baik dan bijaksana, dan dapat menyampaikan dhamma yang penuh dengan keyakinan serta memberi kebebasan.

    Mara, aku tak akan mengakhiri hidupku, sebelum kehidupan suci yang akan kuajarkan dapat berhasil dengan baik dan sejahtera, terkenal, dan tersebar luas, sebelum ini diketahui dengan benar-benar oleh para dewa dan manusia.'

    36. Ananda, dalam waktu enam hari ini di cetiya Capala, si jahat Mara, mendekati aku, berdiri pada salah satu sisi, dan berkata kepadaku demikian: 'Kini, bhante, para bhikkhu dan bhikkhuni, para umat pria dan wanita, telah menjadi siswa yang sejati Sang Bhagava, bijaksana, teratur baik, cerdas dan terpelajar, memelihara Dhamma hidup sesuai dengan Dhamma, taat pada pimpinan yang baik, dan telah mempelajari ucapan-ucapan Sang Guru, telah dapat menerangkan, mengkotbahkan, mengumumkan, menyusun, menerangkan dengan seksama dan menjelaskan sehingga bila nanti ada pendapat yang keliru mereka akan dapat menyanggahnya dengan baik dan bijaksana dan mereka telah dapat mengkotbahkan Dhamma yang meyakinkan serta memberi mereka kebebasan.

    Kini kehidupan suci yang diajarkan Sang Bhagava telah berhasil dengan baik, terkenal dan tersebar luas. Juga telah dibabarkan dengan baik kepada para dewa dan manusia. Oleh karena itu, telah tiba saatnya bagi Sang Bhagava untuk mengakhiri hidupnya. Biarlah Sang Bhagava segera wafat, karena sebenarnya telah tiba saatnya Yang Mulia parinibbana.'

    37. 'Ananda, kemudian aku menjawab kepada si jahat Mara itu demikian: 'Janganlah kau sulitkan dirimu, Mara, saat parinibbana Sang Tathagata pasti akan tiba. Ketahuilah bahwa tiga bulan lagi, Sang Tathagata akan mangkat-sirna-wafat.'

    Ananda, sebenarnya pada hari ini, di tempat nan suci ini, Sang Tathagata telah bertekad untuk melepaskan hidupnya.'

    PERMOHONAN ANANDA
    38. Mendengar ucapan-ucapan tersebut, Ananda lalu berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, semoga Sang Bhagava selalu berada di dunia ini; Semogalah Yang Berbahagia tetap di sini sepanjang masa, demi kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Kasihanilah dunia demi kebaikan mahluk-mahluk semuanya dan demi kebahagiaan para dewa serta manusia."

    39. Sang Bhagava lalu menjawab demikian: "Cukuplah Ananda, janganlah menahan Sang Tathagata, karena waktunya sudahlah terlambat, untuk permintaan semacam itu."

    Tapi untuk kedua dan ketiga kalinya, Ananda memohon kepada Sang Bhagava: "Bhante, semoga Sang Bhagava tetap berada di dunia ini, semoga Yang Berbahagia tetap di sini sepanjang masa; demi kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Kasihanilah dunia, demi kebaikan semua mahluk dan kebahagiaan para dewa serta manusia."

    Sang Bhagava lalu berkata: "Ananda, apakah kamu mempunyai keyakinan terhadap buah hasil Penerangan sejati dari Sang Tathagata?"

    Ananda menjawab: "Bhante, kami sangat yakin."

    "Ananda, kalau begitu, mengapa kamu mengganggu Sang Tathagata sampai tiga kali?"

    40. Ananda menjawab: "Dari mulut Sang Tathagata sendiri kami telah mendengar: 'Barang siapa yang telah mengembangkan, mempraktekkan, menggunakan, memelihara, menyelidiki dengan seksama dan menguasai empat iddhipada (dasar kekuatan batin), maka ia dapat menggunakan iddhipada itu sebagai alat dan dasar dan bila ia ingin, ia dapat mempertahankan kehidupannya selama satu kappa atau selama sebagian kappa yang masih berlangsung.' Sekarang Sang Tathagata telah mempraktekkan dan mengembangkan iddhipada itu dengan sempurna, maka ia dapat dan bila ia ingin, ia dapat hidup selama satu kappa atau selama bagian dari kappa yang masih berlangsung."

    "Ananda, apakah kamu mempercayainya?"

    "Ya, kami mempercayainya, bhante," jawab Ananda.

    "Ananda, dengan demikian engkau telah salah bertindak, engkau telah keliru bertindak ("tuyhevetaṃ dukkaṭaṃ, tuyhevetaṃ aparaddhaṃ", juga di DN 11/Kevaddha sutta) dalam memahami saran yang sederhana dan bermakna serta dorongan yang berarti yang diberikan oleh Sang Tathagata", maka seharusnya kamu tidak memohon beliau untuk tetap berada di sini.

    Jika pada waktu yang lalu kamu memohon seperti itu, untuk kedua kali Sang Tathagata mungkin menolaknya, tetapi untuk yang ketiga kalinya mungkinkan menyetujuinya. Ananda, oleh karena itu, engkau telah salah bertindak, engkau telah keliru bertindak, maka permohonanmu sekarang adalah sia-sia."

    41. "Ananda, di Rajagaha, ketika kita sedang berdiam di puncak Gijjhakuta, kami telah berkata kepadamu: 'Ananda, menyenangkan Rajagaha ini, menyenangkan pula puncak Gijjhakuta ini.

    Barang siapa yang telah mengembangkan, mempraktekkan, menggunakan, memelihara, menyelidiki dengan seksama dan menguasai empat iddhipada (dasar kekuatan batin), maka ia dapat menggunakan iddhipada itu sebagai alas dan dasar, bila ia ingin, ia dapat mempertahankan kehidupannya selama satu kappa atau selama bagian dari kappa yang masih berlangsung. Tapi kamu tidak dapat memahami saran yang sederhana dan bermakna serta dorongan yang berarti yang diberikan oleh Sang Tathagata .... Ananda, oleh karena itu, engkau telah salah bertindak, engkau telah keliru bertindak, maka permohonanmu sekarang adalah sia-sia."

    42. "Begitu pula ketika kami berdiam di Gotama Nigrodha, Rajagaha ... di Corapapato, Rajagaha ... di goa Sattapanni pada lereng gunung Vebhara, Rajagaha ... di Kalasila pada lereng gunung Isigali, Rajagaha ... di hutan Sitavana dalam goa gung Sappasondika, rajagaha ... di Tapodarama, Rajagaha ... di Veluvana Kalandaka, Rajagaha ... di Ambavana milik Jivaka, Rajagaha ... dan di taman rusa Maddakucchi, Rajagaha.

    43. Ananda, pada tempat-tempat itu kami mengatakan: 'Menyenangkan Rajagaha ini .... dan menyenangkan semua tempat ini.

    44. Barang siapa yang telah mengembangkan, mempraktekkan, menggunakan, memelihara, menyelidiki dengan seksama dan menguasai empat iddhipada (dasar kekuatan batin), maka ia dapat menggunakan iddhipada itu sebagai alat dan dasar, bila ia ingin, ia dapat mempertahankan kehidupannya selama satu kappa atau selama bagian dari kappa yang masih berlangsung. Tapi, kamu tidak memahami saran yang sederhana dan bermakna serta dorongan yang berarti yang diberikan oleh Sang Tathagata .... Ananda, oleh karena itu, engkau telah salah bertindak, engkau telah keliru bertindak, maka permohonanmu sekarang adalah sia-sia."

    45-47. "Demikian pula di Vesali, pada waktu tertentu Sang Tathagata telah berkata kepadamu: 'Ananda, menyenangkan sekali Vesali ini, menyenangkan Cetiya Udena, Gotamaka, Sattamba, Bakuputta, Sarandada dan Capala.'

    'Barang siapa yang telah mengembangkan, mempraktekkan, mempergunakan, meneguhkan, memelihara, menyelidiki dan menyempurnakan empat dasar kekuatan batin, jika ia menghendaki, ia dapat tetap hidup di sini sepanjang masa, atau sampai akhir dunia ini.'

    Sang Tathagata telah melakukan hal itu. Oleh karena itu Sang Tathagata, apabila menghendakinya, dapatlah tetap berada di sini sepanjang masa atau sampai di akhir dunia ini."

    Ananda, tapi kau tak dapat memahami saran yang sederhana dan bermakna serta dorongan yang berarti yang diberikan oleh Sang Tathagata, maka seharusnya kau tidak memohon beliau untuk tetap berada di sini. Jika pada waktu yang lalu kamu memohon seperti itu, untuk kedua kali Sang Tathagata mungkin menolaknya, tetapi untuk ketiga kalinya mungkin akan menyetujuinya. Ananda, oleh karena itu engkau telah salah bertindak, engkau telah keliru bertindak", maka permohonanmu sekarang adalah sia-sia."

    48. "Ananda, lagi pula apakah kami belum pernah mengajarkan bahwa sejak permulaan bahwa segala sesuatu yang disenangi atau dicintai mesti akan berubah, berpisah dan berjauhan? Segala sesuatu yang timbul menjadi atau lahir terwujud di dalam perpaduan, dicengkeram oleh kelapukan, bagaimana orang akan dapat berkata: 'Semoga ini tidak menjadi hancur.' Hal itu tak mungkin dapat terjadi. Dalam hal ini, yang telah diselesaikan oleh Sang Tathagata, dan hal ini yang telah dilepaskan, dibuang, ditinggalkan dan ditolak beliau, menanggalkan lagi, melepas bentukan vitalitas (paṭinissaṭṭhaṁ ossaṭṭho āyusaṅkhāro). Ini satu pernyataan Sang Tathagata: 'tak lama lagi adalah parinibananya sang Tathagata, Setelah tiga bulan, Sang Tathagata akan mencapai Parinibbana, Bahwa Sang Tathagata akan menarik kata-kata demi meneruskan kehidupannya adalah hal yang tidak mungkin.'

    "Ananda, marilah kita pergi ke Kutagara Sala di Mahavana."

    "Baiklah, bhante," jawab Ananda [..].
Di Kutagara, di hadapan Para Bhikkhu yang berkumpul di Bulan Magha, sang Buddha menyampaikan Nasehat terakhir pada mereka dan menyatakan bahwa 3 bulan lagi beliau Pari nibanna.
    NASEHAT YANG TERAKHIR
    49. Kemudian Sang Bhagava dengan diiringi oleh Ananda pergi ke Kutagara Sala, di Mahavana. Di sana beliau berkata kepada Ananda: "Ananda, sekarang pergilah dan himpunlah para bhikkhu yang tinggal di sekitar Vesali di ruang dhammasala."

    "Baiklah, bhante," jawab Ananda dan ia memanggil para bhikkhu yang berdiam di sekitar Vesali dan menghimpun mereka di ruangan Dhammasala. Kemudian, Sang Bhagava sambil berkata: "Bhante, bhikkhu Sangha telah berkumpul. Sekarang terserah kepada Sang Bhagava."

    50. Demikianlah Sang Bhagava memasuki ruangan Dhammasala dan duduk pada tempat yang telah disediakan, lalu beliau menasehati para bhikkhu demikian: "Kini, para bhikkhu, kami katakan kepada kalian bahwa dhamma ini merupakan pengetahuan yang langsung, yang telah kuajarkan kepada kalian semuanya. Seharusnya kalian mempelajari benar-benar, pelihara, kembangkan dan praktekkan, dengan berulang-ulang. Dengan demikian kehidupan yang suci akan terwujud, dan semoga dapat berlangsung lama demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia, demi welas asih pada dunia ini, untuk kebahagiaan semua, kemakmuran dan kesejahteraan para dewa dan manusia.

    Para bhikkhu apakah sesungguhnya dhamma yang telah kuajarkan? Pelajaran itu meliputi keempat usaha yang benar, keempat dasar kekuatan batin, kelima bakat batin, keenam kekuatan, ketujuh faktor penerangan sejati, dan jalan mulia berunsur delapan. Para bhikkhu, semua ini adalah dhamma yang merupakan pengetahuan yang langsung yang telah kuajarkan kepada kalian yang seharusnya dipelajari sebaik-baiknya, dipelihara, dikembangkan, dan diamalkan berulang kali. Dengan demikian kehidupan suci itu akan dapat diwujudkan dan semoga hal itu semua berlangsung lama demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia berdasarkan kasih sayang pada dunia ini, untuk kebaikan mahluk-mahluk dan kebahagiaan para dewa dan manusia.

    51. Lalu Sang Bhagava bersabda kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu, demikianlah, aku nasehati kalian bahwa segala sesuatu adalah mengalami perubahan dan kehancuran. Oleh karena itu berjuanglah dengan sungguh-sungguh. Saatnya Sang Tathagata parinibbana. Tiga bulan lagi Sang Tathagata akan wafat.

    Setelah selesai mengucapkan kata-kata ini, Sang Sugata berkata lagi demikian : "Umurku kini telah mencapai puncaknya, jangka waktu hidupku sudah sampai. Perpisahan akan terjadi, aku akan pergi meninggalkan kalian, aku akan pergi sendiri. Tekunlah dengan sungguh-sungguh, para bhikkhu, dan hiduplah selalu dengan sadar. Jalankan kebajikan dan kehidupan yang suci. Dengan keteguhan hati yang tak tergoyangkan, jagalah pikiranmu. Barang siapa yang dapat menghayati dan mengamalkan Dhamma-Vinaya tak mengenal lelah akan dapat mengatasi lingkaran tumimbal lahir ini dan akan dapat mengakhiri semua penderitaan."
Walaupun lama waktu sang Buddha menetap di tempat tersebut tidak diketahui, namun waktu pasti kejadian pemberian amanat terakhir dan pemberitahuan 3 bulan lagi parinibanna disampaikan jelas di sutta, yaitu terjadi di 3 bulan setelah musim Hujan.
    Mahaparinibbana Sutta:
    KECEMASAN HATI ANANDA
    7. "Dahulu tiga bulan sesudah musim hujan para bhikkhu datang mengunjungi Sang Tathagata. Hal itu sungguh sangat menguntungkan dan berguna dapat diterima dan berkenalan dengan para bhikkhu yang terhormat itu. Bhikkhu itu datang untuk mendengarkan amanat Sang Tathagata dan untuk mengunjungi Beliau. Tetapi kalau nanti Sang Bhagava mangkat, kami tak akan memperoleh manfaat dan kegembiraan serupa itu lagi."
Tiga bulan setelah musim Hujan adalah bulan February, yaitu di bulan Magha!  Sehingga 3 bulan kemudian sejak bulan Magha jatuh pada bulam Vaisak!.

Ini adalah hal yang menarik dan wajar mengingat di bulan Magha adalah peringatan Magha Puja, yaitu ketika puluhan tahun sebelumnya terdapat kejadian 1.250 orang bhikkhu arahat, yang ditahbishkan dengan ehi bhikkhu, semua memiliki abhinna, datang bersamaan, berkumpul di Rajagaha tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Setelah pemberitahuan amanat terakhir, beliau meninggalkan Vesali dan berdiam di Bagadagama

    Mahaparinibbana Sutta:
    "Ananda inilah yang terakhir kalinya Sang Tathagata meninjau Vesali. Marilah Ananda kita pergi ke Bhadagama."

    "Baiklah,bhante," jawab Ananda. Demikianlah Sang Bhagava bersama sejumlah bhikkhu berdiam di Bhadagama.".
Tidak diketahui berapa lama beliau berdiam di Bhadagama,Mahaparinibbana Sutta hanya menyampaikan beliau cukup lama berada di tempat itu dan juga berdiam lama di beberapa tempat lainnya:
    5-6. Setelah Sang Bhagava cukup lama berada di Bhadagama, Beliau bersabda kepada Ananda: "Marilah Ananda, kita pergi ke Hattigama bersama-sama dengan para bhikkhu." Demikianlah Sang Bhagava lama berdiam di HattigamaBeliau lalu pergi ke Ambagamakemudian ke Jambagama. Di setiap tempat ini Sang Bhagava sering memberi nasehat kepada para bhikkhu: "Ini adalah kebajikan moral (sila), ini adalah meditasi (samadhi) dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan bila meditasi dikembangkan berdasarkan sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan bila kebijaksanaan dikembangkan berdasarkan meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan berdasarkan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dari kotoran batin seperti nafsu indera (kamasava), nafsu untuk 'menjadi' (bhavasava) dan pandangan salah (ditthasava)."

    Setelah Sang Bhagava lama berdiam di Jambagama, beliau berkata kepada Ananda : "Ananda, marilah kita pergi ke Bhoganagara."

    "Baiklah, bhante," jawab Ananda. Demikianlah Sang Bhagava bersama sejumlah bhikkhu tinggal di cetiya Ananda, di Bhoganagara....13. Setelah Sang Bhagava lama berdiam di Bhoganagara, beliau berkata kepada Ananda : "Ananda, marilah kita pergi ke Pava."

    "Baiklah, bhante," jawab Ananda. Demikian Sang Bhagava tinggal di Pava bersama sejumlah besar bhikkhu dan tinggal di Ambavana milik Cunda, pandai besi.
Demikianlah 6 bulan terakhir waktu pengembaraan Sang Buddha dan rombongannya yang dilakukan setelah musim Vassa dan hari terakhirnya beliau ada di Pava ditempat Cunda sebelum parinibanna di Kusinara.

Ada cara lain untuk mengetahui bahwa peristiwa parinibanna terjadi BUKAN di pertengahan musim gugur atau dingin (Nov - Jan) namun di musim Panas, di antaranya di hari terakhirnya, beliau mandi 2x di sebuah sungai:
    Mahaparinibbana Sutta:
    DI TEPI SUNGAI KAKUTTHA
    39. Kemudian Sang Bhagava pergi ke sungai Kakuttha bersama dengan sekumpulan para bhikkhu. Setelah tiba di tepi sungai itu, Sang Bhagava mandi. Setelah Sang Bhagava mandi, Beliau pergi ke Ambavana. Di tempat ini Beliau berkata kepada Cundaka: "Cundaka tolonglah lipat jubah luarku, lipatlah dalam empat lipatan lalu letakkan di bawah tubuhku. Aku merasa lelah dan ingin beristirahat sebentar."..

    [..]

    41. Sang Buddha pergi ke sungai Kakuttha yang airnya jernih sejuk menyegarkan. Beliau mandi untuk menyegarkan badannya yang lelah. Sang Buddha yang dihormati dalam semua alam. Setelah selesai mandi dan minum, Sang Buddha lalu berjalan meliwati para bhikkhu yang kemudian mengiringnya.
Kegiatan mandi 2x sangat wajar jika dilakukan di hari yang sangat panas di musim panas, bukan?

Cara lainnya,
Di hari terakhirnya tercatat seorang Bhikkhu mengipasi beliau
    Mahaparinibbana Sutta:
    DUKA CITA PARA DEWA
    4. Pada waktu itu Upavana sedang di hadapan Sang Bhagava, sambil mengipasi beliau. [..]
Mengipasi seseorang adalah sangat wajar jika dilakukan di hari yang sangat panas, di musim panas, bukan?

Cara lainnya,
pada hari terakhirnya setelah dari Pava, yaitu dalam perjalananNya ke Kusinara, Ananda mengambil air di sungai yang dangkal yang baru saja diseberangi oleh 500 pedati. Dangkalnya sungai janggal sekali jika terjadi di musim gugur atau musim dingin atau bahkan di musim hujan namun jelas tidak janggal terjadi di musim panas.
    Mahaparinibbana Sutta:
    [..]'Marilah kita ke Kusinara,' kata beliau dengan penuh kesabaran."

    21. Kini, dalam perjalanan itu Sang Bhagava tidak melalui jalan raya dan kemudian berhenti di bawah sebatang pohon. Beliau bersabda kepada Ananda: "Lipatlah jubah luarku empat kali Ananda dan letakkan di bawahku. Aku sangat letih, aku mau beristirahat sebentar."

    "Baiklah, bhante," jawab Ananda dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Sang Bhagava.

    22. Sang Buddha duduk pada tempat yang disediakan baginya dan bersabda kepada Ananda: "Ananda tolonglah bawakan aku sedikit air, aku haus dan ingin minum."

    Ananda menjawab: "Bhante, baru saja sejumlah lima ratus pedati telah menyeberangi sungai yang dangkal di bagian itu, dan roda-rodanya telah mengeruhkan air sungai ini. Sebaiknya kita pergi ke sungai Kakutha yang tidak jauh dari sini. Air sungai itu sangat jernih, sejuk dan bening. Sungai itu mudah dicapai dan letaknya sangat baik. Di sana bhante dapat menghilangkan rasa haus dan menyegarkan tubuh.

    23-24. Kemudian untuk kedua kalinya Sang Bhagava mengulangi permintaannya, tetapi Ananda menjawab seperti semula. Kemudian untuk ketiga kalinya Sang Bhagava bersabda: "Bawalah sedikit air, penuhi permintaanku Ananda, Aku amat haus dan ingin minum."

    Lalu Ananda menjawab demikian : "Baiklah, bhante."

    Ananda mengambil mangkok ke sungai itu. Air sungai yang dangkal yang telah dilalui oleh pedati-pedati sehingga airnya menjadi sangat keruh dan kotor.Tetapi sekonyong-konyong kotoran dalam air mengendap, air menjadi bening dan jernih. Dengan gembira Ananda lalu menghampirinya.

    25. Ananda berkata dalam hatinya : "Sungguh mengherankan dan luar biasa. Sebenarnya semua ini terjadi tidak lain karena kemuliaan dan kekuatan Sang Tathagata."

    Ananda lalu mengambil air itu dengan mangkok dan membawanya kepada Sang Bhagava sambil berkata: "Sungguh mengherankan dan luar biasa. Semuanya ini terjadi karena kekuatan dan kemuliaan Sang Tathagata.Air sungai yang dangkal itu yang telah dilalui oleh pedati-pedati, airnya menjadi keruh dan kotor. Tetapi ketika saya menghampirinya tiba-tiba kotorannya mengendap, menjadi bening dan sungguh menyenangkan. Bhante, silahkan minum." Sang Bhagava minum air itu. [Silahkan baca juga: Pesan terakhir dan wafatnya Krishna, Buddha, Yesus dan Muhammad, anda akan temukan bahwa April/Mei tidak bertolak belakangdengan sutta.]
Kemudian,
Sutta menginformasikan bahwa pohon sala ketika itu berbunga BUKAN di musimnya.
Pohon sala (Shorea robusta) mulai berbunga di MUSIM HUJAN [Juli -November] (Paradox of leaf phenology: Shorea robusta is a semi-evergreen species in tropical dry deciduous forests in India, hal, 1822). Maka ketika pohon ini berbunga di musim panas (Maret - Juli) adalah jelas belum waktunya.

Pohon Sala sering keliru di anggap sebagai cannonball tree [termasuk kelompok Couroupita guianensis. Sering disebut Shiva linga dan Naga lingam. Pohon canonball mulai berbunga pada pertengahan musim panas (May-Juli) - sebelum musim hujan [Juli-Agustus], namun juga dikatakan pohon ini berbunga hampir di sepanjang tahun]
    Mahaparinibbana Sutta:
    Demikianlah, Sang Bhagava bersama sejumlah besar bhikkhu menyeberang sungai, tiba di Hirannavati, pergi ke hutan Sala di daerah suku Malla, dekat Kusinara. Setelah tiba, Sang Bhagava berkata kepada Ananda: "Ananda, tolong sediakan tempat berbaring di antara pohon-pohon Sala kembar itu, saya ingin berbaring." "Baiklah, bhante," jawab Ananda. Ananda melaksanakan permintaan Sang Bhagava. Sang Bhagava membaring diri pada sisi kanan dengan sikap bagaikan singa, meletakkan salah satu kakinya pada kakinya yang lain. Dengan bersikap seperti ini, beliau tetap sadar dan waspada.

    Pada saat itu tiba-tiba dua pohon Sala kembar itu berbunga walaupun bukan pada musimnya untuk berbunga. Bunga-bunga itu jatuh bertaburan di atas tubuh Sang Tathagata, sebagai tanda penghormatan kepada beliau. Juga bunga surgawi serta serbuk cendana bertaburan dari angkasa ke tubuh Sang Bhagava. Bunga-bunga yang semerbak itu bertaburan di atas tubuh Sang Bhagava sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata. Suara nyanyian surgawi serta suara musik surgawi dengan lagu sangat merdu terdengar di angkasa, juga sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata.

    Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Ananda: "Ananda, pohon Sala kembar ini berbunga semerbak, meskipun sekarang bukan musimnya berbunga. Bunga-bunga jatuh berhamburan di atas tubuh Sang Tathagata sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata. Bunga surgawi serta serbuk cendana surgawi bertaburan dari angkasa ke tubuh Sang Bhagava sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata. Suara nyanyian surgawi serta suara musik surgawi dengan lagu sangat merdu terdengar di angkasa, juga sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata.

    Meskipun tidak mendapat penghormatan demikian, Sang Tathagata tetap dihormati, dimuliakan, dihargai, dipuja oleh semua orang dari semua tingkatan. Tetapi, siapa saja, apakah dia seorang bhikkhu, bhikkhuni, upasaka atau upasika yang berpegang pada Dhamma, hidup sesuai dengan Dhamma, berkelakuan baik sesuai dengan Dhamma, oleh mereka itu Sang Tathagata dihormati, dimuliakan, dihargai dan dipuja.

    Ananda, oleh karena itu, berpeganglah pada Dhamma, hidup sesuai dengan Dhamma dan berkelakuan baik sesuai dengan Dhamma. Demikianlah caranya kamu melatih diri."
Demikianlah beberapa cara untuk menentukan bulan wafatnya sang Buddha yaitu di bulan Vesak.

Hari terakhir Sang Buddha
    13. Setelah Sang Bhagava lama berdiam di Bhoganagara, beliau berkata kepada Ananda : "Ananda, marilah kita pergi ke Pava."

    "Baiklah, bhante," jawab Ananda.

    Demikian Sang Bhagava tinggal di Pava bersama sejumlah besar bhikkhu dan tinggal di Ambavana milik Cunda, pandai besi.

    SANTAPAN SANG BHAGAVA YANG TERAKHIR
    14. Cunda pandai-besi, setelah mengetahui bahwa Sang Bhagava telah tiba lalu berkata: "Sang Bhagava, telah tiba di Pava dan berdiam di Ambavana milikku." Cunda lalu menghadap Sang Bhagava, sesudah memberi hormat dengan khidmat kepada beliau, kemudian duduklah ia pada salah satu sisi. Sang Bhagava mengajarkan Cunda, pandai-besi, tentang dhamma yang telah membangkitkan semangatnya dan menyebabkan hatinya sangat gembira.

    15. Kemudian Cunda berkata kepada Sang Bhagava: "Dapatkah kiranya Sang Bhagava menerima undangan kami untuk makan esok pagi bersama dengan para bhikkhu?" Sang Buddha bersikap diam. Dengan sikapnya yang diam itu berarti Sang Bhagava menyetujui permohonan Cunda.

    16. Karena telah yakin akan persetujuan Sang Bhagava itu. Maka Cunda, pandai-besi, berdiri dari tempat duduknya. Menghormat dengan khidmat kepada Sang Bhagava lalu mengundurkan diri meninggalkan beliau.

    17. Cunda pandai-besi, sejak semalam telah membuat makanan yang keras serta yang lunak dan makanan yang terdiri dari Sūkara-maddava. Kemudian ia memberitahukan kepada kepada Sang Bhagava: "Bhante, silahkan. Makanan telah siap."

    18. Pada waktu pagi Sang Bhagava menyiapkan diri, membawa patta dan jubah, pergi dengan para bhikkhu ke rumah Cunda. Di sana beliau duduk di tempat yang telah disediakan, dan berkata kepada Cunda: "Hidangan Sūkara-maddava yang telah saudara sediakan, hidangkanlah itu untukku. Sedangkan makanan lain yang keras dan lunak, saudara dapat hidangkan kepada para bhikkhu."

    "Baiklah, bhante," jawab Cunda.

    Sūkara-maddava yang telah disediakannya, dihidangkannya untuk Sang Bhagava, sedangkan makanan keras dan lunak lainnya dihidangkannya kepada para bhikkhu.
Apa arti Sūkara-maddava?

Sūkara-maddava, Kata Sūkara-Maddava ini muncul diMahaparinibbana Sutta dan juga Milinda Panha. Kemudian, kitab komentar menyampaikan:

Sūkaramaddava adalah yang tidak terlalu muda dan tua dari seekor babi/bagian kepala babi yaitu dagingnya (Sūkaramaddavanti nātitaruṇassa nātijiṇṇassa ekajeṭṭhakasūkarassa pavattamaṃsaṃ), empuk (mudu) dan lembut/lentur adanya (Taṃ kira mudu ceva siniddhañca hoti), disiapkan dan dimasak dengan baik (taṃ paṭiyādāpetvā sādhukaṃ pacāpetvāti attho). Ada yang mengatakan 'Sūkaramaddava adalah nasi lembut yang diproses dengan kuah campuran lima produk dari sapi, ini semacam nama sebuah masakan' (Eke bhaṇanti – ‘sūkaramaddavanti pana muduodanassa pañcagorasayūsapācanavidhānassa nāmetaṃ, yathā gavapānaṃ nāma pākanāma’’nti). Lainnya mengatakan 'Sūkaramaddava adalah nama teknik (vidhi) membuat senang (rasāyana). Jadi, didatangkanlah guru rasāyana, kemudian Cunda 'Parinibanna Sang Bhagawa buatlah tidak jadi, aturlah rasāyana.' (Keci bhaṇanti – ‘sūkaramaddavaṃ nāma rasāyanavidhi, taṃ pana rasāyanasatthe āgacchati, taṃ cundena – ‘bhagavato parinibbānaṃ na bhaveyyā’ti rasāyanaṃ paṭiyatta’’nti). Di sana para deva empat benua besar (mahādīpa) dan dua ribu pengiring memasukkan nutrisi (oja)(Tattha pana dvisahassadīpaparivāresu catūsu mahādīpesu devatā ojaṃ pakkhipiṃsu.) [Mahāparinibbānasuttavaṇṇanā:Kammāraputtacundavatthuvaṇṇanā dan variasi lainnya juga ada di: Udāna-aṭṭhakathā, Pāṭaligāmiyavaggo:Cundasuttavaṇṇanā]

Prof. Rhys Davids dan juga Buddhagosha (abad ke-5 M) menterjemahkannya sebagai `bagian daging babi yang empuk’. Namun I.B. Horner, di Milinda Panha, dan juga tipitaka bahasa Vietnam menterjemahkannya menjadi `truffle' atau sejenis jamur.

Kamus mengartikan arti "sūkara" adalah babi. SedangkanMaddava/Madhava adalah lembut, empuk, halus, atau kering/panggang/layu (T.W.Rhys Davids & William Stede pp.721; 518-19) dan tidak pernah diartikan jamur.

Contoh aplikasi kata 'sūkara' + kata lain yang berhubungan dengan makanan, misalnya: sūkarapotaka (babi muda), sūkarasāli (arti kata sāli adalah beras/nasi, jadi ini adalah sejenis nasi, mungkin sejenis nasi-bhoonja, nasi yang populer di area Bihar dan Uttara Pradesh timur. untuk jelasnya lihat makanan khas Gaya, yaitu semacam snack kering, "Sabudana-Badam Bhoonja")

Terjemahan kata 'sūkara-Maddava', akhirnya terpusat pada dua macam arti saja, yaitu:

1. Daging babi yang berusia muda (ada yang mengatakan berusia setahun)
2. Sejenis jamur dan kemudian diartikan sebagai jamur babi

Para Kelompok vegetarian cenderung mengartikan kata ini sebagai jamur, namun terdapat beberapa alasan dan kelemahannya:
  • Terdapat banyak rujukan di Tipitaka bahwa Buddha sendiri makan daging dan mengijinkan mengkonsumsi daging selama memenuhi 3 syarat (Melihat secara langsung pada saat binatang tersebut dibunuh, Mendengar secara langsung suara binatang tersebut pada saat dibunuh dan Mengetahui bahwa binatang tersebut dibunuh khusus untuk dirinya - MN 55/Jivaka sutta) dan bukan 10 macam daging yang tidak diperkenankan dikonsumsi para Bikkhu (daging manusia, daging gajah, daging kuda, daging anjing, daging ular, daging singa, daging harimau, daging macan tutul, daging beruang, dan daging serigala atau hyena - Mahavagga Pali, Vinaya Pitaka, Vol.3.58). Juga di AN 5.44/Manāpadāyī sutta, seorang perumah tangga dari Vesali bernama Ugga yang menyajikan daging babi kepada Sang Buddha dan beliau baik-baik saja,

    "Di hadapan Guru, aku mendengar dan tahu dari Sang Bhagava sendiri bahwa seseorang yang memberikan hal menyenangkan, akan menerima kegembiraan, aku menyenangi masakan daging babi (sūkaramaṃsaṃ) dengan sari buah jujube. Semoga sang Bhagava menerimanya dengan perasaan kasih. Dengan perasaan kasihnya Sang Buddha menerima" (Sammukhā metaṃ, bhante, bhagavato sutaṃ sammukhā paṭiggahitaṃ: ‘manāpadāyī labhate manāpan’ti. Manāpaṃ me, bhante, sampannakolakaṃ sūkaramaṃsaṃ; taṃ me bhagavā paṭiggaṇhātu anukampaṃ upādāyā”ti. Paṭiggahesi bhagavā anukampaṃ upādāya).

    Sutta juga menyampaikan bahwa tidak lama setelahnya, Ugga wafat dan terlahir di Alam deva manomaya (Alam deva yang dapat menciptakan sesuai pikirannya), datang memberi hormat dihadapan Sang Buddha di Savatthi, vihara jetavana persembahan dari Anāthapiṇḍika.

    Dari contoh-contoh diatas sisi saja, para pendapat yang menyatakan bahwa Buddhism tidak makan daging dan sang Buddha tidak makan daging babi, sudah gugur dengan sendirinya.
  • Dalam Buddhavamsa: Buddhapakiṇṇakakathā, tentang: Sabbabuddhānaṃ samattiṃsavidhā dhammatā(30 hal yang selalu terjadi pada para Buddha), di no.29ada kalimat, parinibbānadivase maṃsarasabhojanaṃ (Di hari Parinibannanya makan makanan yang mengandung daging). Arti kata "maṃsa" adalah daging.
  • Tidak ada jamur yang bernama jamur Babi, bahkan sampai ada yang beralasan bahwa jenis jamur ini hidup di tempat2 dimana ada banyak babi,
  • Alasan lainnya karena babi kerap digunakan untuk mendapatkan jamur. [Di artikel kompas: "Mengenal Jamur Pencabut Nyawa" sub: Babi pelacak, Rabu, 05 April 2006, 20:24 WIB: ‘[..] Kalau jenis jamur beracun dikerat, kemudian dilekatkan pada benda yang terbuat dari perak asli (misal pisau, sendok, garpu, atau cincin), maka pada permukaan benda tersebut akan ada warna hitam (karena xulfida) atau kebiruan (karena cianida)..para pemburu jamur di beberapa negara Eropa, terutama tradisi-tradisi di negara-negara Skandinavia (Swedia, Norwegia, Denmark, dan sebagainya)...biasanya akan membawa binatang "pelacak jamur" andalan. Bukan anjing, tapi babi yang sebelumnya sudah diberi latihan khusus...membedakan mana jamur yang bisa dimakan/tidak.’. Atau Cara Menghindari Kematian karena Makan Jamur Liar", H Unus Suriawiria, Senin, 31 Januari 2005: '(4) Kalau jenis jamur beracun dimasak/dipepes bersama nasi putih, nasi tersebut akan berubah warna menjadi coklat, kuning, merah, atau hitam...Bagi pemburu jamur di beberapa negara Eropa-misalnya, acara tradisi di negara-negara Skandinavia (Sweden, Norwegia, dan sebagainya)-kalau musimnya berburu jamur selalu akan membawa babi yang sudah terlatih, yang dapat membedakan mana jamur beracun dan mana yang tidak.']. Masalahnya babi itu digunakan untuk MEMBEDAKAN mana jamur beracun dan bukan.
  • Menurut ahli botani, komposisi jamur adalah 90% air, kurang dari 3% adalah protein, urang dari 5 % adalah carbohidrat, kurang dari 1% adalah lemak, 1 % adalah mineral, garam dan vitamin, jadi TIDAK COCOK disajikan pada Buddha yang berada pada kondisi kurang sehat
  • Kata umum dalam bahasa pali untuk menyebut jamur adalah "ahihattaka/ahichattaka": jamur ‘payung ular’. Bahasa modern Hindi adalah 'sarpchatr' yang mempunyai arti jug sama, bahasa Bengalinya 'byaner chata' atau ‘payung katak’ dan bukan Maddava.
Sehingga alasan mengartikan sūkara-madavva sebagai jamur adalah tidak berdasar, kata yang lebih tepat ini adalah daging babi yang empuk.

Cunda dan semua mengetahui bahwa Sang Buddha sudah tua dan di kondisi lemah, dari sisi pandangan awam makanan yang bernutrisi dan lembut adalah sangat tepat disajikan untuk itu daging babi muda sangatlah memenuhi kreteria ini.

Mari kita lanjutkan detail Mahaparinibbana Sutta:
    [..]19. Sesudah itu Sang Bhagava berkata kepada Cunda: "Cunda, sisa-sisa sūkara-madavva yang masih tertinggal, tanamkanlah dalam sebuah lobang, karena kami lihat di dunia ini di antara para dewa, Mara, Brahmana, para samana atau Brahma, atau pun manusia, tidak ada seorang pun yang sanggup memakannya atau mencernakannya, kecuali Sang Tathagata sendiri."

    Cunda menjawab: "Baiklah, bhante."

    Demikianlah sisa sūkara-madavva yang tertinggal itu ditanamkannya dalam sebuah lobang. [..]
Mengapa sisa sūkara-madavva perlu di tanam dalam sebuah lubang?

Kejadian mengapa perlakuan makanan yang tidak dimakan oleh Buddha ini harus di kubur, terdapat padanan penjelasannya di Sn 1.4/KASIBHARADVAJA SUTTA, (tahun ke-11 kebuddhaan):
    [..]Kemudian Kasibharadvaja mengisikan nasi-susu ke dalam mangkuk emas yang besar dan mempersembahkannya kepada Sang Buddha sambil berkata: 'Silakan Yang Mulia Gotama menyantap nasi susu ini. Engkau memang petani karena alasan pembajakan itu; memang hal itu memberikan buah kekekalan.'

    'Apa yang diperoleh lewat pembacaan mantra-mantra bukanlah makananku. O, brahmana, ini bukanlah praktek bagi mereka yang melihat dengan benar. Para Buddha menolak apa yang diperoleh lewat pembacaan mantra.'

    'Engkau harus mempersembahkan makanan dan minuman lain kepada pertapa agung yang telah mantap, yang telah bebas dari kekotoran mental dan penyesalan. Itu merupakan ladang bagi dia yang mencari jasa kebajikan.'

    'Kalau demikian, Yang Mulia Gotama, kepada siapakah saya harus memberikan nasi-susu ini?'

    O, brahmana, di dunia termasuk para dewa, Mara, Brahma, serta di antara para brahmana dan manusia, aku tidak melihat siapa pun kecuali Sang Tathagata

    Karena itu, O brahmana, sebaiknya engkau membuang nasi-susu ini di suatu tempat yang tidak ada rumputnya, atau membuangnya ke air di mana tidak ada makhluk hidupnya.'

    Maka Kasibharadvaja membuang nasi susu itu ke dalam air yang tidak mengandung kehidupan. Pada saat itu terdengar bunyi mendesis disertai banyak uap dan asap dari semua sisi, persis seperti mata bajak yang telah dipanaskan sepanjang hari lalu dicelupkan ke dalam air menghasilkan bunyi desis dan mengeluarkan uap serta asap di semua sisi.

    Kemudian Kasibharadvaja, dengan perasaan amat terpukau dan bulu kuduk berdiri, mendekati Sang Buddha dan meletakkan kepalanya di kaki Sang Buddha. Dia berkata: 'Sungguh menakjubkan, Yang Mulia Gotama, sungguh luar biasa, Yang Mulia Gotama![..]
Juga di Samyutta nikaya SN 7.9/Sundarika Sutta atau di Sagatha-Vagga 7.1.9, yaitu makanan yang telah didanakan khusus kepada seorang Samma Sambuddha, tidak dapat dimakan oleh mahluk lain dan jika bersisa maka dibuang di tempat yang tidak ada rumputnya atau membuangnya ke air dimana tidak ada mahluk hidupnya. Salah satu alasan mengapa makanan tersebut tidak dapat dimakan mahluk lain, kitab komentar menyampaikan bahwa para deva ikut berpartisipasi pada dana makanan dengan memberikan nutrisi.

Di Mahaparinibbana Sutta, kita ketahui letak nyeri yang di alami sang Buddha ternyata berada di pakkha (pectus, atau area antara leher dan abdominal) memerah (lohitapakhandika)tanpa adanya muntah-muntah dan/atau tanpa adanya mencret darah.
    Mahaparinibbana Sutta:
    Setelah itu ia kembali kepada Sang Bhagava memberi hormat dengan khidmat kepada beliau dan duduk pada salah satu sisi. Kemudian Sang Bhagava mengajarkan Cunda pandai-besi itu mengenai pelajaran yang membangkitkan semangat, yang berisi penerangan yang menggembirakan hatinya. Sesudah itu beliau bangun dari tempat duduknya pergi meninggalkan Cunda.

    20. Sesudah Sang Bhagava menyantap santapan yang dihidangkan oleh Cunda, pandai-besi itu, sakit keras melandanya (kharo ābādho uppajji), Area antara dada - diagframa/abdomen memerah (lohitapakkhandikā)Sakit keras terasa terus menerus/ditusuk-tusuk yang dapat mematikan (pabāḷhā vedanā vattanti māraṇantikā). Tetapi Sang Bhagava membawanya dengan penuh perhatian dan kesadaran tanpa terganggu (Tā sudaṃ bhagavā sato sampajāno adhivāsesi avihaññamāno). Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Ananda: "Ananda, marilah kita ke Kusinara."

    Ananda menjawab: "Baiklah, bhante."

    "Kami telah mendengar: 'Ketika Sang Bhagava makan hidangan yang dihidangkan oleh Cunda, dengan ketabahan hati dan ketenangan beliau menahan penderitaan yang hebat.' Hal ini terjadi karena Sang Bhagava makan Sukaramaddava yang dihidangkan oleh Cunda. Tetapi dengan tenang dan tabah beliau berhasil menahan rasa sakit yang datang sekonyong-konyong itu. 'Marilah kita ke Kusinara,' kata beliau dengan penuh kesabaran."  [..]

    [Kata "kami telah mendengar", adalah para pembicara lainnya, yaitu mereka yang berada di konsili ke-1, yang terjadi 3 bulan setelah wafatnya sang Buddha.]
Kalimat: "Lohitapakkhandikā pabāḷhā vedanā vattanti māraṇantikā.", dalam terjemahan kata perkata:
    Lohita/rahita: merah/darah. Kata darah dalam pali adalah Pupphaka/puppha/pubbaka. Pakkhapectus (The part of the human torso between the neck and the diaphragm or the corresponding part in other vertebrates). Perlu di ketahui, kamus menyampaikan arti Pakkhandaka / pakkhandin / pak-khandikā: diare/dysentri dengan tambahan kata lohita, namun arti itu tanpa referensi jelas, kamus menyampaikannya seperti ini: "Ved. (?) praskandikā, BR. without refs". Pabāḷhā: tajam, keras (untuk sakit). Vedana: Perasaan. Vattanti: berkelanjutan/terus menerus. māraṇa: mati. antika: hampir di akhir. Sedangkan dalam bahasa pali dan sanskrit terdapat kata yang digunakan untuk arti diare/disentri: atisara [diare, untuk yang berdarah adalah rattatisara]. Sanskrit: Jvaratisara (diare dengan demam). Untuk disentri, sanskritnya adalah pakvatisara: Disentri yang kronis. Kata-kata atisara/rattatisara tidak digunakan di mahaparinibanna sutta
Lanjutan Paranibbana Sutta Dalam perjalanan dari Pava menuju Kusinara:
Kini, dalam perjalanan itu Sang Bhagava tidak melalui jalan raya dan kemudian berhenti di bawah sebatang pohon. Beliau bersabda kepada Ananda: "Lipatlah jubah luarku empat kali Ananda dan letakkan di bawahku. Aku sangat letih, aku mau beristirahat sebentar." "Baiklah, bhante," jawab Ananda dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Sang Bhagava.

Sang Buddha duduk pada tempat yang disediakan baginya dan bersabda kepada Ananda: "Ananda tolonglah bawakan aku sedikit air, aku haus dan ingin minum."

Ananda menjawab: "Bhante, baru saja sejumlah lima ratus pedati telah menyeberangi sungai yang dangkal di bagian itu, dan roda-rodanya telah mengeruhkan air sungai ini. Sebaiknya kita pergi ke sungai Kakutha yang tidak jauh dari sini. Air sungai itu sangat jernih, sejuk dan bening. Sungai itu mudah dicapai dan letaknya sangat baik. Di sana bhante dapat menghilangkan rasa haus dan menyegarkan tubuh. Kemudian untuk kedua kalinya Sang Bhagava mengulangi permintaannya, tetapi Ananda menjawab seperti semula. Kemudian untuk ketiga kalinya Sang Bhagava bersabda: "Bawalah sedikit air, penuhi permintaanku Ananda, Aku amat haus dan ingin minum."

Lalu Ananda menjawab demikian : "Baiklah, bhante." Ananda mengambil mangkok ke sungai itu.

Air sungai yang dangkal yang telah dilalui oleh pedati-pedati sehingga airnya menjadi sangat keruh dan kotor. Tetapi sekonyong-konyong kotoran dalam air mengendap, air menjadi bening dan jernih. Dengan gembira Ananda lalu menghampirinya. 

Ananda lalu mengambil air itu dengan mangkok dan membawanya kepada Sang Bhagava sambil berkata: "Sungguh mengherankan dan luar biasa. Semuanya ini terjadi karena kekuatan dan kemuliaan Sang Tathagata. Air sungai yang dangkal itu yang telah dilalui oleh pedati-pedati, airnya menjadi keruh dan kotor. Tetapi ketika saya menghampirinya tiba-tiba kotorannya mengendap, menjadi bening dan sungguh menyenangkan. Bhante, silahkan minum." Sang Bhagava minum air itu.

Ada seorang bernama Pukkusa, dari suku Malla, siswa dari Alara Kalama, lewat di situ dalam perjalanannya dari Kusinara ke Pava. Ketika ia melihat Sang Bhagava sedang duduk di bawah sebatang pohon, ia menghampirinya sambil memberi hormat dengan hidmat dan duduk di salah satu sisi. Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagava demikian: "Sungguh mengherankan dan sungguh luar biasa. Hanya dengan ketenangan batin bhante dapat melewati hidup di alam keduniawian ini."

Dikisahkan pada suatu ketika, Alara Kalama [Guru pertama Sidharta Gotama, ketika ia wafat ia berada di alam arupa yaitu alam Ākiṃcanyāyatana atau Ākiñcaññāyatana alam no 2 tertinggi dari 31 alam] sedang mengadakan perjalanan. Kemudian ia duduk di pinggir jalan, di bawah sebatang pohon, untuk menghindari terik sinar matahari. "Pada waktu itu kebetulan, bhante, sejumlah besar pedati bahkan lima ratus pedati, melewati tempat itu satu demi satu. Kemudian, seorang yang turut dalam iring-iringan pedati itu yang berada di belakang, menghampiri Alara Kalama yang sedang duduk itu dan berkata kepadanya demikian : "Apakah tuan melihat sejumlah besar pedati yang lewat tadi di sini?" Alara Kalama menjawabnya: "Saya tidak melihatnya sama sekali."

"Tetapi suaranya, tentu tuan mendengarnya bukan?" "Saya sama sekali tidak mendengarnya." Orang itu lalu bertanya kepadanya : "Kalau demikian barangkali tuan sedang tertidur?" "Tidak saudara, saya tidak tertidur."

"Apakah tuan dalam keadaan sadar?" "Demikianlah saudara." Kemudian orang itu berkata: "Jadi tuan sedang terjaga dan sadar, tetapi tuan tidak melihat sejumlah pedati, bahkan lima ratus pedati yang melewati tuan satu demi satu dan tuan juga tidak mendengar suaranya. Mengapa jubah tuan ini sangat kotor dikotori debu?" Alara Kalama menjawab demikian: "Demikianlah keadaannya saudara."

Setelah orang itu melihat kejadian tersebut lalu timbul pikirannya demikian: "Sungguh mengherankan dan sangat luar biasa ketenangan mereka yang telah dapat meninggalkan hidup keduniawian." Maka timbullah kepercayaannya yang besar terhadap Alara Kalama. Kemudian ia pergi melanjutkan perjalanannya.

Kemudian Sang Bhagava berkata: "Pukkusa, bagaimana pendapatmu? Yang mana yang lebih sukar untuk dikerjakan, yang lebih sukar untuk ditemui, seseorang yang sedang sadar dan terjaga yang tak melihat-sejumlah besar pedati, bahkan lima ratus pedati, yang melewatinya satu demi satu, dan yang juga tidak mendengar suaranya. Kalau hal ini dibandingkan dengan seseorang yang sadar dan terjaga yang duduk di tengah-tengah hujan yang lebat disertai guntur menggelegar, halilintar menyambar dan petir bergemuruh, tetapi orang itu tidak melihat maupun mendengar suara halilintar yang menggeletar itu, bagaimana pendapatmu?"

"Bhante, tentu tidak sebanding, kelima ratus pedati, atau enam, tujuh, delapan, sembilan atau seribu bahkan beratus atau beribu-ribu pedati, kalau dibandingkan dengan kejadian ini."

"Pernah terjadi pada suatu ketika, Pukkusa, tatkala aku sedang di Atuma dan duduk di dalam sebuah kandang sapi di sana. Pada waktu itu terjadilah hujan lebat dengan guntur menggelegar, halilintar dan petir menggemuruh. Atas kejadian itu dua orang petani bersaudara mati dekat kandang itu bersama dengan empat ekor sapinya. Kemudian sejumlah orang berdatangan dari Atuma di tempat kejadian itu."

"Pukkusa, pada saat itu, saya keluar kandang itu sambil berjalan di depan pintu saya merenungkan sesuatu. Tiba-tiba seorang dari mereka itu datang menghampiri aku, sambil memberi hormat dengan hidmat dan berdiri di samping."

Setelah itu aku bertanya kepadanya: "Mengapa banyak orang berkumpul ke mari?" Ia lalu menjawab: "Bhante, baru saja turun hujan yang sangat lebat dan guntur menggelegar, halilintar menyambar dan petir gemuruh. Dua orang petani bersaudara telah meninggal disambar petir di dekat kandang ini bersama empat ekor sapi. Sebab itulah orang-orang ini datang berkumpul ke mari, tetapi, di manakah Bhante berada tadi?" "Saya ada di sini, saudara." "Kalau demikian apakah Bhante tidak tahu kejadian tadi?" "Saya tak melihatnya, saudara." "Tetapi suaranya, Bhante tentu mendengarnya." "Saya juga tidak mendengarnya." Kemudian orang itu bertanya kepadaku: "Kalau demikian, Bhante barangkali sedang tidur?" "Tidak saudara, saya tidak tidur." "Lalu apakah Bhante pada saat itu dalam keadaan sadar?"

Demikianlah adanya saudara. Kemudian orang itu berkata: "Jadi Bhante pada saat itu berada dalam keadaan sadar dan terjaga di tengah-tengah hujan yang lebat, yang disertai guntur yang gemuruh suaranya. Sementara ada suara halilintar menyambar-nyambar dan suara petir menggelegar tetapi Bhante tidak melihat atau mendengarnya?" Saya menjawab: "Tidak saudara."

Pukkusa berkata dalam hatinya : "Sungguh mengherankan dan sangat luar biasa, ketenangan mereka yang telah dapat membebaskan diri dari keduniawian." Timbullah dalam dirinya kepercayaan yang amat besar kepadaku. Ia lalu menghormat dengan hidmat padaku dan kemudian ia mengundurkan diri.

Setelah beliau berkata demikian, Pukkusa dari suku Mala itu berkata kepada Sang Bhagava : "Kepercayaan kami, terhadap Alara Kalama sekarang telah lenyap bagaikan ditiup angin topan yang maha besar. Biarlah kepercayaanku kepadanya terbawa pergi oleh angin yang bertiup kencang luar biasa ini.

Sesungguhnya, Bhante adalah orang yang telah menegakkan kembali apa yang pernah tumbang atau mengeluarkan apa yang pernah tenggelam, atau menunjukkan jalan kepada seseorang yang telah tersesat atau menyalakan sebuah lampu di dalam kegelapan, sehingga mereka mempunyai mata dapat melihat. Di samping itu, Sang Bhagava telah mengajarkan Dhamma dengan berbagai cara. Karena itu perkenankanlah saya berlindung kepada Sang Bhagava, Dhamma dan Sangha. Semoga Sang Bhagava menerima saya sebagai siswa. Saya menyatakan berlindung kepada Sang Tiratana sampai akhir hidup saya."

Kemudian Pukkusa berkata kepada seorang pembantunya: "Berikanlah saya, dua perangkat jubah berwarna keemasan yang berkilauan yang dapat dikenakan sekarang." Orang itu menjawab : "Baiklah tuan."

Setelah jubah itu diberikan kepadanya, Pukkusa mempersembahkanya kepada Sang Bhagava sambil berkata: "Semoga Sang Bhagava sudi menerima persembahan jubah ini." Sang Bhagava menjawab : "Kuterima jubah ini sebuah saja Pukkusa, dan yang lainnya berikanlah kepada Ananda." "Baiklah, bhante."

Kemudian ia menyerahkan jubah itu sebuah kepada Sang Bhagava dan sebuah lagi kepada Ananda.

Setelah itu Sang Bhagava mengajarkan Dhamma kepada Pukkusa yang telah membangunkan semangatnya untuk mencapai penerangan dan yang sangat menggembirakan hatinya. Sesudah itu Pukkusa lalu bangun dari tempat duduknya dan memberi hormat dengan hidmat kepada Sang Bhagava lalu mengundurkan diri.

Segera setelah Pukkusa pergi Ananda lalu mengatur seperangkat jubah berwarna keemasan, yang berkilauan cahayanya dan kemudian mengenakannya, di badan Sang Bhagava. Tetapi ketika jubah itu telah dikenakan di badan Sang Bhagava, tiba-tiba jubah tersebut menjadi pudar warnanya dan sirna keindahannya.

Ananda lalu berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, sungguh mengherankan dan sangat luar biasa. Alangkah terang dan indah cahaya kulit tubuh Sang Tathagata. Jubah yang berwarna keemasan ini, yang berkilauan cahayanya, setelah bhante kenakan, cahayanya menjadi suram dan keindahannya sirna."

"Ananda, memang demikianlah. Ada dua kejadian di mana tubuh Sang Tathagata nampak luar biasa terangnya dan bercahaya.

  • Pada, malam Sang Tathagata mencapai Penerangan Sempurna yang tidak ada bandingannya dan
  • Pada malam Sang Tathagata sampai pada akhir kehidupannya, parinibbana, di mana tidak ada lagi unsur-unsur dan sisa keinginan.
"Ananda, malam ini pada saat-saat terakhir di kebun Sala milik suku Mala, di dekat Kusinara, di antara dua pohon Sala, Sang Tathagata akan mangkat, parinibbna. Karena itu marilah kita pergi ke sungai Kakuttha. Ananda menjawab : "Baiklah, bhante."

Kemudian Sang Bhagava pergi ke sungai Kakuttha bersama dengan sekumpulan para bhikkhu. Setelah tiba di tepi sungai itu, Sang Bhagava mandi. Setelah Sang Bhagava mandi, Beliau pergi ke Ambavana. Di tempat ini Beliau berkata kepada Cundaka: "Cundaka (Cunda) tolonglah lipat jubah luarku, lipatlah dalam empat lipatan lalu letakkan di bawah tubuhku. Aku merasa lelah dan ingin beristirahat sebentar." "Baiklah, bhante." Cundaka pun melipat jubah itu dalam empat kali lipatan dan meletakkannya di bawah tubuh Sang Buddha.

Sang Bhagava membaringkan tubuhnya pada sisi kanannya, dengan sikap seperti singa, dan meletakkan salah satu kakinya di atas kakinya yang satu lagi, dengan sikap demikian Beliau selalu tetap sadar, penuh perhatian dan setiap saat dapat bangun dengan mudah. Cundaka menempatkan dirinya di depan Sang Bhagava.

[Buddha mandi ke dua kalinya hari itu isi nya seperti dua pragraf di atas]

Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Ananda: "Ananda, kemungkinan ada orang akan menyesali dan menyalahkan Cunda, pandai besi, dengan berkata: "Sungguh sial kau Cunda, karena perbuatan kamu, Sang Tathagata telah makan santapan untuk terakhir kalinya." Dalam hubungan ini Ananda, tuduhan terhadap Cunda itu dapatlah dijelaskan sebagai berikut: "Suatu rahmat bagimu, Cunda dan ini benar-benar suatu berkah, bahwasanya karena kamulah Sang Tathagata memperoleh makanan sebagai dana yang terakhir dan setelah itu Beliau mangkat. Hal ini saudara, aku telah mendengar sendiri, langsung dari Sang Bhagava yang menyatakan:

"Ada dua macam makanan, yang mempunyai pahala, yang mempunyai nilai kebaikan yang sama, yang melebihi nilai dari semua dana makanan yang lainnya.

  • Dana yang pertama adalah dana makanan yang pertama kalinya di makan oleh Sang Tathagata, setelah beliau mencapai penerangan sejati, dana ini tiada bandingannya.
  • Dana yang kedua ialah dana makanan terakhir yang dimakan oleh Sang Tathagata sebelum beliau parinibbana, di mana semua unsur-unsur ikatan tidak akan timbul lagi.
Maka perbuatan yang telah dilakukan saudara Cunda adalah berkah yang mengakibatkan panjang umur, rupawan, kesejahteraan, kemuliaan, akan lahir di alam sorga dan mendapat kedudukan yang tinggi." Demikianlah Ananda, kau jelaskan tentang diri Cunda pandai besi itu.

Sang Bhagava, karena mengerti masalah tersebut, lalu mengucapkan syair dengan hidmat:

Orang yang memberi kebajikannya berkahnya akan bertambah;
Orang yang dapat mengendalikan diri, tidak akan membenci;
Orang yang tekun dalam kebajikan terhindar dari kejahatan;
Dengan membuang nafsu dan kebencian serta khayalan;
Maka ia akan mencapai ketenangan.

Kemudian Sang Bhagava mengajak Ananda dengan berkata: "Ananda, marilah kita menyeberangi sungai ini dan bila kita tiba di Hirannavati, kita pergi ke hutan Sala di daerah suku Malla, dekat Kusinara." 


"Baiklah, bhante," jawab Ananda.

Demikianlah, Sang Bhagava bersama sejumlah besar bhikkhu menyeberang sungai, tiba di Hirannavati, pergi ke hutan Sala di daerah suku Malla, dekat Kusinara. Setelah tiba, Sang Bhagava berkata kepada Ananda: "Ananda, tolong sediakan tempat berbaring di antara pohon-pohon Sala kembar itu, saya ingin berbaring." 


"Baiklah, bhante," jawab Ananda. Ananda melaksanakan permintaan Sang Bhagava. Sang Bhagava membaring diri pada sisi kanan dengan sikap bagaikan singa, meletakkan salah satu kakinya pada kakinya yang lain. Dengan bersikap seperti ini, beliau tetap sadar dan waspada.

Pada saat itu tiba-tiba dua pohon Sala kembar itu berbunga walaupun bukan pada musimnya untuk berbunga. Bunga-bunga itu jatuh bertaburan di atas tubuh Sang Tathagata, sebagai tanda penghormatan kepada beliau. Juga bunga surgawi serta serbuk cendana bertaburan dari angkasa ke tubuh Sang Bhagava. Bunga-bunga yang semerbak itu bertaburan di atas tubuh Sang Bhagava sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata. Suara nyanyian surgawi serta suara musik surgawi dengan lagu sangat merdu terdengar di angkasa, juga sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata.

Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Ananda: "Ananda, pohon Sala kembar ini berbunga semerbak, meskipun sekarang bukan musimnya berbunga. Bunga-bunga jatuh berhamburan di atas tubuh Sang Tathagata sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata. Bunga surgawi serta serbuk cendana surgawi bertaburan dari angkasa ke tubuh Sang Bhagava sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata. Suara nyanyian surgawi serta suara musik surgawi dengan lagu sangat merdu terdengar di angkasa, juga sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata.

Meskipun tidak mendapat penghormatan demikian, Sang Tathagata tetap dihormati, dimuliakan, dihargai, dipuja oleh semua orang dari semua tingkatan. Tetapi, siapa saja, apakah dia seorang bhikkhu, bhikkhuni, upasaka atau upasika yang berpegang pada Dhamma, hidup sesuai dengan Dhamma, berkelakuan baik sesuai dengan Dhamma, oleh mereka itu Sang Tathagata dihormati, dimuliakan, dihargai dan dipuja.

Ananda, oleh karena itu, berpeganglah pada Dhamma, hidup sesuai dengan Dhamma dan berkelakuan baik sesuai dengan Dhamma. Demikianlah caranya kamu melatih diri."

Pada waktu itu Upavana sedang di hadapan Sang Bhagava, sambil mengipasi beliau. Kemudian Sang Bhagava menegurnya: "Bhikkhu, minggirlah, jangan berdiri di depan saya."

Ananda berpikir: "Upavana telah biasa melayani Sang Bhagava, sudah lama dan akrab dengan beliau. Akan tetapi pada saat terakhir ini Sang Bhagava menegurnya. Apakah sebabnya, apakah alasannya sehingga Sang Bhagava menegur Upavana dengan berkata: "Bhikkhu, minggirlah, jangan berdiri di depan saya."

Ananda, kemudian menyatakan pendapatnya kepada Sang Bhagava. Sang Bhagava menjawab: "Ananda para dewa dari sepuluh ribu tata surya, hampir tidak ada yang ketinggalan, datang bersama-sama berkumpul di sini untuk menghadap Sang Tathagata. Sampai pada jarak duabelas yojana di sekeliling hutan Sala milik Suku Malla di daerah Kusinara ini tak ada tempat seujung rambut pun yang kosong, semuanya terisi, penuh sesak ditempati oleh para dewa perkasa dan para dewa agung, semuanya mengeluh: 'Dari jauh datang kemari untuk menghadap Sang Tathagata. Karena jarang sekali di dunia ini muncul para Tathagata Arahat Samma Sambuddha. Sekarang pada hari ini, pada saat-saat terakhir dari malam ini, parinibbana Sang Tathagata akan segera tiba. Tetapi, pada saat ini, seorang bhikkhu yang berkekuatan besar, telah berdiri di muka Sang Bhagava, menghalangi pandangan kami, sehingga kami sekarang tak dapat melihat Sang Bhagava. Demikianlah Ananda, keluhan para dewa itu."

"Bhante, para dewa manakah yang dimaksudkan oleh Sang Bhagava?" tanya Ananda.

"Ananda, para dewa angkasa dan para dewa bumi yang masih cenderung pada kesenangan nafsu, dengan rambut kusut sambil mengangkat tangan, mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari. Mereka meratap sambil berkata: Terlalu cepat Sang Tathagata parinibbana, terlalu cepat Sang Sugata parinibbana, terlalu cepat Sang Guru jagat parinibbana dan akan lenyap dari pandangan."

Tetapi para dewa yang telah terbebas-dari hawa nafsu dengan penuh kesadaran dan pengertian yang benar, merenung: "Segala sesuatu adalah tidak kekal, bersifat sementara. Bagaimanakah yang akan terjadi, jika tidak terjadi demikian?"

Ananda merasa cemas, "Dahulu tiga bulan sesudah musim hujan para bhikkhu datang mengunjungi Sang Tathagata. Hal itu sungguh sangat menguntungkan dan berguna dapat diterima dan berkenalan dengan para bhikkhu yang terhormat itu. Bhikkhu itu datang untuk mendengarkan amanat Sang Tathagata dan untuk mengunjungi Beliau. Tetapi kalau nanti Sang Bhagava mangkat, kami tak akan memperoleh manfaat dan kegembiraan serupa itu lagi."

"Ananda, ada empat tempat bagi seorang berbakti seharusnya pergi berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.

  • Ananda, tempat di mana Sang Tathagata dilahirkan, adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.
  • Tempat di mana Sang Tathagata mencapai Penerangan Sempurna yang tiada taranya, adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.
  • Tempat di mana Sang Tathagata memutarkan roda dhamma untuk pertama kali, adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.
  • Tempat di mana Sang Tathagata meninggal (parinibbana), adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.
Mereka yang berziarah ke tempat-tempat itu, apakah mereka itu para bhikkhu, para bhikkhuni, para upasaka atau para upasika merenungkan : "Di sinilah Sang Tathagata dilahirkan. Di sinilah Sang Tathagata mencapai Penerangan Sempurna. Di sinilah Sang Tathagata memutarkan roda dhamma untuk pertama kali. Di sinilah Sang Tathagata meninggal (parinibbana)."

"Ananda, bagi mereka yang dengan keyakinan yang kuat melakukan ziarah ke tempat-tempat itu, maka setelah mereka meninggal dunia, mereka akan terlahir kembali di alam surga (sagga loka)."

Kemudian Ananda bertanya kepada Sang Bhagava: "Bhante, bagaimanakah seharusnya kita bersikap terhadap kaum wanita?" "Jangan memandang pada mereka, Ananda." "Bhante, tetapi bagaimana kalau saya secara kebetulan memandang pada mereka?" "Janganlah berbicara dengan mereka Ananda."

"Bhante,tetapi bagaimana kalau mereka berbicara kepada kami?"

"Ananda, seharusnya dalam menghadapi mereka, kamu selalu sadar dan terus memusatkan pikiranmu."

Ananda berkata: "Bhante, bagaimana caranya kami menghormati badan wadag Sang Tathagata?"

Janganlah menyusahkan dirimu Ananda, dengan menghormati badan wadag Sang Tathagata. Lebih baik kamu terus berjuang dan selalu belajar untuk kepentinganmu, untuk kebaikanmu. Janganlah mundur, rajin-rajinlah berlatih dan dengan keteguhan hati kembangkanlah kesadaranmu untuk kebaikanmu. Karena Ananda, terdapat banyak muliawan bijaksana, Brahmana bijaksana, orang berkeluarga yang berbudi luhur, yang telah berbakti kepada Sang Tathagata. Merekalah yang akan menyatakan rasa hormatnya dengan sewajarnya kepada badan wadag Sang Tathagata."

Kemudian Ananda berkata: "Tetapi bagaimana Yang Mulia cara mereka menghormati jenazah Sang Tathagata?" "Persis atau sama Ananda, seperti kalian menghormati jenazah seorang raja Dunia (Cakkavati)." "Tetapi bagaimanakah, cara mereka untuk menghormati jenazah seorang raja Dunia?"

"Jenazah seorang Raja Dunia, mula-mula dibungkus dengan kain linen yang baru dan kemudian diikat dengan kain wool katun dan dengan begitu ia dibalut dengan lima ratus lapisan kain linen dan lima ratus lapisan kain katun wool. Apabila itu sudah dikerjakan, maka jenazah Sang Raja Dunia itu, ditempatkan dalam sebuah peti pembuluh yang dicat meni, yang dimasukkan pula dalam peti pembuluh yang lain, kemudian ditempatkan di pembakaran jenazah yang dibangun dengan beraneka macam kayu-kayu yang wangi, dan dengan demikian jenazah Sang Raja Jagat itu lalu dibakar. Di persimpangan empat (perempatan) lalu dirikan stupa untuk raja jagat itu.

Demikianlah Ananda, yang seharusnya dilakukan kepada jenazah seorang Raja Dunia. Selanjutnya Ananda, seperti halnya dengan jenazah dari Raja Dunia itu, demikian pula seharusnya dikerjakan terhadap badan wadag Sang Tathagata. Pada pertemuan empat jalan juga seharusnya didirikan stupa bagi Sang Tathagata.

Barang siapa yang membawa bunga-bunga, dupa kayu cendana, dan melakukan penghormatan di tempat itu pikiran mereka lalu menjadi tenang maka kebahagian dan kesenangan akan ada pada diri mereka dalam waktu yang lama."

"Ada empat macam manusia, Ananda, yang sepantasnya dibuatkan stupa. Yang manakah keempat macam manusia itu?" "Seorang Tathagata Arahat Samma Sambuddha pantas dibuatkan stupa, demikian pula seorang Pacceka Buddha, seorang siswa dari Tathagata dan seorang Raja Dunia.

Ananda, mengapa seorang Tathagata Arahat Samma Sambuddha itu pantas dibuatkan sebuah stupa? Sebab bilamana orang-orang melihat stupa dan merenung: 'Ini adalah stupa Sang Bhagava Arahat Samma Sambuddha ' Hati para penganut itu akan menjadi tenang dan berbahagia, dengan ketenangan yang demikian serta pikiran yang penuh dengan kepercayaan pada semua itu, mereka pada penghancuran jasmaninya sesudah kematian akan tumimbal lahir dalam suatu keadaan yang penuh dengan kebahagian Surga. [Demikian pula bila mereka merenungkan. "Ini adalah stupa dari Pacceka Buddha atau ini adalah stupa dari Siswa Sang Tathagata Arahat Samma Sambuddha, atau inilah stupa raja yang adil yang memerintah sesuai dengan Dhamma.] namun habis akta kebahagiaan tidak ada kata surga

Karena alasan-alasan ini keempat macam manusia itu pantas dibuatkan sebuah stupa."

Sementara itu Ananda menuju vihara dan bersandar pada tiang pintu, ia menangis dan berkata: "Saya masih seorang siswa (savaka) dan masih harus berjuang untuk mencapai kesempurnaan. Sungguh malang aku ini, Guru yang penuh kasih sayang padaku akan meninggal dunia."

Kemudian Sang Bhagava bertanya kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu, di manakah Ananda?"

"Bhante, Ananda telah pergi ke vihara, bersandar pada tiang pintu, menangis dan berkata: 'Saya masih seorang siswa dan masih harus berjuang untuk mencapai kesempurnaan. Sungguh malang aku ini, Guru yang penuh kasih sayang padaku akan meninggal dunia.'"

Sang Bhagava menyuruh seorang bhikkhu untuk memanggil Ananda dengan berkata : "Bhikkhu, katakanlah kepada Ananda bahwa Sang Guru memanggilnya." "Baiklah bhante," jawab bhikkhu itu. Bhikkhu itu pergi menjumpai Ananda dan mengatakan apa yang diperintahkan oleh Sang Bhagava. Kemudian Ananda pergi menemui Sang Bhagava, bersujud kepada Sang Bhagava dan menempatkan diri pada tempat yang tersedia.

Sang Bhagava lalu berkata kepada Ananda: "Ananda, cukuplah jangan bersedih, janganlah meratap, karena .... apakah kami belum cukup mengajarkan pada waktu yang lalu bahwa sudah menjadi kodrat bahwa segala sesuatu yang dekat kita, yang kita cintai pada suatu saat tentu akan berpisah dengan kita. Segala sesuatu yang dilahirkan, menjadi makhluk, semua akan mengalami keadaan sama yang akhirnya akan dicengkram oleh kehancuran. Bagaimana kita dapat mengatakan, bahwa kita tidak akan berpisah? Sudah lama kamu melayani Sang Tathagata dengan cinta kasih dalam perbuatan, kata-kata dan pikiran, disertai dengan sopan santun serta, menyenangkan. Juga dengan hati yang tulus ikhlas yang tak ada taranya, sungguh suatu kebaikan yang sangat besar telah kamu kerjakan, Ananda. Sekarang kamu harus berjuang terus dengan giat, akhirnya dengan segera kamu akan menjadi seorang yang bebas dari segala penderitaan."

Kemudian Sang Bhagava mengatakan kepada para bhikkhu demikian : "Para Buddha yang suci, yang maha sempurna dari waktu-waktu yang lampau, beliau itu juga mempunyai bhikkhu sebagai pelayan yang sangat tekun dan berbakti, seperti yang terlihat pada diri Ananda. Para bhikkhu, demikian pula halnya dengan para makhluk yang suci, para yang maha sempurna dari waktu yang akan datang."

"Para bhikkhu, Ananda adalah cakap dan jujur, karena ia mengetahui waktu yang tepat untuk para bhikkhu menghadap Sang Tathagata, dan waktu yang tepat untuk para bhikkhuni, waktu bagi laki serta wanita biasa, waktu bagi para Raja serta para patih negara, waktu bagi para guru aliran-aliran lain serta para pengikutnya untuk menghadap beliau."

"Para bhikkhu, pada diri Ananda terdapatlah empat sifat yang luar biasa dan jarang kita temui pada orang lain. Apakah keempat sifat itu?

Apabila, serombongan bhikkhu/seorang laki2 serta wanita berkunjung pada Ananda, mereka akan menjadi sangat gembira dapat bertemu. Apabila ia kemudian bercakap-cakap dengan mereka mengenai Dhamma mereka akan menjadi senang akan pembicaraan itu, dan kalau ia berdiam diri maka mereka akan merasa kecewa.

"Para bhikkhu, pada diri seorang raja dunia terdapat sifat yang jarang ada dan utama. Apakah keempat sifat itu?

[sama dengan yang diatas, hanya diganti kata Bikkhu..menjadi orang mulia, brahmana, orang biasa atau pertapa]

"Para bhikkhu, demikian pula halnya pada diri Ananda, terdapat keempat sifat yang jarang ada dan utama itu."

[Ananda, akhirnya dapat merealisasikan tingkatan Arahat, persis di malam terakhir menjelang pertemuan 500 Bikkhu, tiga bulan setelah mangkatnya Sang Buddha]

Ananda berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, janganlah sampai terjadi, Sang Bhagava akan wafat di tempat ini, di daerah yang sederhana dan tidak ada peradabannya, di tengah belantara, hampir di luar perbatasan dari propinsi, banyak kota besar, seperti Champa, Rajagaha, Savathi, Saketa, Kosambi dan Benares. Sebaiknya Sang Bhagava mengakhiri hidup beliau di salah satu kota tersebut. Karena di dalam kota itu berdiam banyak muliawan yang kaya dan para brahmana serta para keluarga yang merupakan para pengikut yang sangat berbakti kepada Sang Tathagata; mereka akan melakukan penghormatannya sebagaimana mestinya kepada Sang Tathagata."

"Janganlah berkata demikian, Ananda. Janganlah berkata: 'Tempat ini, adalah daerah yang tidak ada peradabannya di tengah belantara hampir di luar perbatasan propinsi.'

Dahulu kala di tempat ini berdiam seorang Raja yang bernama Maha Sudassana, ia adalah seorang Raja seluruh dunia, seorang Raja yang adil, seorang Pemenang dari seluruh bumi ini yang kerajaannya didirikan dengan penuh kemegahan, aman dan sentausa serta diberkahi dengan tujuh permata.

Raja Sudassana mendirikan istana di Kusinara ini, yang kemudian dinamakan Kusavati yang luasnya dua belas yojana dari timur ke barat dan dari utara ke selatan tujuh yojana. Sangat luas istana itu.

Megah sekali Kusavati itu, ibukota yang makmur dan penduduknya sangat baik dan beradab. Penduduknya berkembang dengan cepat, dan berlimpah dengan bahan makanan. Persis sebagai istana para dewa, Alakamanda, yang luar biasa makmurnya dan penghuninya baik sekali serta beradab, disertai para dewa serta dilimpahi sejumlah besar makanan. Begitulah ibukota kerajaan Kusavati yang kuno itu.

Kota Kusavati, suasananya sangat ramai dan meriah, tiada hentinya siang dan malam orang bersuka ria, disertai sepuluh macam suara bunyi-bunyian, suara terompet, gajah, ringkikan kuda, gemerincingnya kereta-kereta, suara kendang-tambur dan rebana, serta irama lagu-lagu yang sangat merdu, diiringi tepuk tangan dan teriakan-teriakan yang nyaring, mengajak dengan berseru: "Mari makan, mari minum, mari bergembira, ayo makanlah minumlah mari bergembira."

"Pergilah sekarang, Ananda, ke Kusinara dan umumkanlah kepada suku Malla:

'Hari ini, para Vassetha, pada jam-jam terakhir malam ini, Parinibbana Sang Tathagata akan tiba. Kunjungilah, para Vassetha dan dekatilah beliau. Supaya jangan menyesal di belakang hari dan berkata dalam hati: 'Di daerah kamilah terjadi Parinibbana Sang Tathagata tetapi kami menyesal karena pada saat terakhir, tidak melihatnya.' "

"Baiklah, bhante" kemudian Ananda dengan membawa jubah serta patta, pergi ke Kusinara, dengan seorang kawannya.

Pada saat itu suku Malla sedang berkumpul dalam ruang persidangan, untuk merundingkan kepentingan umum. Ananda mendekati mereka lalu berkata:

"Para Vassetha, hari ini, pada jam-jam terakhir malam ini…."

Ketika mereka mendengar Ananda mengucapkan kata-kata itu, suku Malla beserta anak-anak, para isteri dan semua menantu-menantunya menjadi sangat sedih, berduka cita dan bersusah hati, ada di antaranya dengan rambut yang kusut, dan dengan menengadah menangis kesedihan sambil menyebut-nyebut Beliau. Ada pula yang mambanting dirinya di atas tanah dan berguling-guling kian kemari sambil meratap:

"Terlalu cepatlah Sang Tathagata Parinibbana. Terlalu cepatlah Sang Sugata Parinibbana. Terlalu cepatlah Sang Guru Jagat lenyap dari pandangan,"

Dengan sedih dan penuh duka cita pergilah suku Malla itu beserta anak-anak, isteri dan semua menantu menuju ke Hutan Sala, ke taman hiburan dari suku Malla itu, di mana bhikkhu Ananda berada.

Timbullah pikiran pada diri Ananda "Apabila saya mengijinkan suku Malla ini menyampaikan penghormatan kepada Sang Bhagava, satu demi satu, maka akan terlalu lama, waktu akan habis, dan malam akan menjadi fajar belum juga mereka semua dapat menghadap Sang Bhagava. Oleh karena itu biarlah aku membagi mereka menurut golongan-golongan, tiap keluarga dalam rombongan, dan dengan demikian mereka bersama-sama akan menghadap kepada Sang Bhagava. "Bhante, suku Malla dengan nama-nama ini beserta istri, anak-anak, para pelayan dan kawan-kawan, menghaturkan hormat mereka kepada Sang Bhagava."

Kemudian Ananda membagi-bagikan suku Malla itu menurut golongan, keluarga dijadikan satu rombongan, kemudian mereka dibawa menghadap kepada Sang Bhagava.

Dengan demikian maka Ananda telah dapat mengatur suku Malla dari Kusinara itu menghadap Sang Bhagava, dengan berombongan, tiap-tiap keluarga dalam satu rombongan, sehingga pada jam pertama dari malam itu, mereka dapat menghadap semuanya.

Ketika itu seorang petapa pengembara bernama Subhadda sedang berdiam di Kusinara. Subhadda, petapa yang pengembara itu mendengar kabar : "Hari ini, pada jam ketiga pada malam ini, Parinibbana Sang Gautama akan terjadi." Karena itu timbullah pikirannya: "Aku pernah mendengar dari para petapa yang tua-tua dan mulia, dari para guru, bahwa munculnya para Tathagata Arahat Samma Sambuddha, adalah kejadian yang jarang sekali di dunia. Pada hari ini, pada jam-jam terakhir malam ini juga Parinibbana Sang Gautama akan terjadi. Kini pada diriku ada suatu keragu-raguan dan dalam hal ini aku mempunyai kepercayaan pada petapa Gautama itu, ia akan dapat mengajarkan Dhamma kepadaku untuk menghilangkan keraguan-raguanku."

Kemudian petapa pengembara Subhadda menuju ke Hutan Sala, taman hiburan milik Suku Malla itu, dan menemui Ananda, lalu menceritakan maksudnya kepada Ananda. Ia berkata kepada Ananda: "Kawan Ananda, alangkah baiknya bagi saya diperbolehkan menghadap petapa Gautama." Tetapi Ananda menjawab; "Cukuplah kawan Subhadda, janganlah mengganggu Sang Tathagata. Sang Bhagava sedang payah."

Meskipun begitu sampai pada permintaan ketiga kalinya petapa pengembara itu mengulangi lagi permohonannya, untuk kedua dan ketiga kalinya Ananda tetap menolaknya.

Sang Bhagava mendengar percakapan antara kedua orang itu, lalu Beliau memanggil Ananda dan berkata: "Ananda, jangan menolak Subhadda. Perbolehkanlah ia menghadap Sang Tathagata, karena apa saja yang akan ditanyakan kepadaku hal itu demi kepentingan pengetahuan dan bukan sebagai suatu pelanggaran. Jawaban yang akan aku berikan kepadanya, ia siap untuk memahaminya."

Oleh karena itu Ananda berkata kepada petapa pengembara Subhadda: "Silahkanlah, kawan Subhadda, Sang Bhagava memperbolehkan saudara menghadap."

Kemudian petapa pengembara Subhadda itu, mendekati Sang Bhagava dan menghormat dengan sopan santun dan setelah itu, petapa pengembara Subhadda, duduk di salah satu sisi lalu berkata kepada Sang Bhagava: "Yang Mulia Gautama, ada para petapa dan brahmana yang memimpin sejumlah besar siswa yang mempunyai banyak pengiring, yang memimpin perguruan-perguruan yang terkenal dan termasyur dan mendapat penghormatan yang tinggi oleh khalayak ramai, guru-guru demikian itu adalah seperti: Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Ajita Kesakambali, Pakudha Kaccayana, Sanjaya Belatthiputta, Nigantha-Nataputta. Apakah mereka itu semuanya telah mencapai kebebasan, seperti yang dikatakan oleh orang-orang itu, atau apakah tak seorang dari mereka yang mencapai kebebasan atau apakah hanya beberapa saja telah mencapai, dan yang lainnya tidak?"

"Cukuplah Subhadda. Biarkanlah apa yang dikatakan mereka, apakah semua dari mereka itu telah mencapai pembebasan, seperti yang disiarkan orang-orang itu, atau tidak ada seorangpun dari mereka itu yang mencapai kebebasan, atau hanya beberapa saja dari mereka itu yang mencapai kebebasan yang lain tidak. Hal itu tidak perlu dirundingkan. Kini, aku akan mengajarkan kebenaran kepadamu, Subhadda, dengar dan perhatikanlah benar-benar, aku akan berbicara."

"Baiklah, bhante," jawab Subhadda. Kemudian Sang Bhagava berkata:

"Subhadda, dalam dhamma dan vinaya mana pun, jika tidak terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan, maka di sana pun tidak akan terdapat seorang petapa sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat. Tetapi dalam dhamma dan vinaya yang mana pun, jika terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan, maka di sana pun akan terdapat petapa yang sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat. Kini, dalam dhamma dan vinaya yang kami ajarkan terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan itu, maka dengan sendirinya juga terdapat petapa-petapa sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat.

Ajaran guru-guru lainnya yang tidak memiliki Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah kosong dan bukan petapa yang sejati. Subhadda, jika para bhikkhu ini hidup dengan baik menurut dhamma dan vinaya, maka dunia ini tidak akan kekosongan Arahat.

Subhadda, sejak kami berumur duapuluh sembilan tahun, kami telah meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencari kebaikan. Subhadda, kini telah lewat limapuluh satu tahun, dan sepanjang waktu itu, kami telah berkelana dalam suasana kebajikan dan kebenaran, waktu itu di luar tidak ada manusia suci. Juga tidak dari tingkat kedua, ketiga ataupun tingkat kesucian keempat. Ajaran guru-guru lainnya yang tidak memiliki Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah kosong dan bukan petapa yang sejati. Subhadda, jika para bhikkhu ini hidup dengan baik menurut dhamma dan vinaya, maka dunia ini tidak akan kekosongan Arahat."

Ketika hal ini telah dikatakan oleh Sang Bhagava lalu petapa pengembara Subhadda, berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, luar biasa, sangat tepat dan sungguh luar biasa. Hal ini adalah ibarat orang yang menegakkan kembali sesuatu yang telah tumbang, atau memperlihatkan sesuatu yang telah tersembunyi, atau menunjukkan jalan kepada seseorang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan, sehingga mereka yang mempunyai mata dapat melihat, di samping itu bahkan Sang Bhagava telah mengutarakan Dhammanya dalam berbagai cara. Maka dengan ini, saya mencari perlindungan pada Sang Bhagava, Dhamma dan Sangha. Semoga kiranya saya dapat diperkenankan oleh Sang Bhagava untuk memasuki Sangha, dan juga diperkenankan menerima penabisan kebhikkhuan."

Subhadda, siapa saja yang dahulunya telah menjadi pengikut suatu ajaran yang lain, kalau ingin masuk dan ditabiskan menjadi bhikkhu, di dalam dhamma vinaya yang kuajarkan ini, haruslah ia menempuh masa percobaan lebih dahulu selama empat bulan. Kemudian pada akhir bulan yang keempat itu, para mahatera akan berkenan menerimanya lalu ditabiskan menjadi seorang bhikkhu. Tetapi dalam hal ini aku sendiri dapat melihat perbedaan-perbedaan kesanggupan pribadi dari tiap-tiap orang."

"Bhante, kalau demikian, orang yang dahulunya telah menjadi pengikut suatu ajaran lain, kalau ingin masuk dan ditabiskan menjadi bhikkhu di dalam dhamma vinaya yang diajarkan oleh bhante ini, harus menempuh masa percobaan lebih dahulu selama empat bulan. Kemudian pada akhir bulan yang keempat itu, maka para mahathera berkenan akan menerimanya lalu ditabiskan menjadi seorang bhikkhu. Saya juga akan sanggup, menempuh masa percobaan yang empat bulan. Pada akhir bulan yang keempat itu, terserahlah pada kebijaksanaan para mahathera itu, berkenan menerima saya dan menabiskan menjadi seorang bhikkhu." Tetapi ketika itu, Sang Bhagava memanggil Ananda, dan berkata kepadanya: "Ananda, kalau demikian izinkanlah Subhadda ini memasuki persaudaraan sebagai anggota Sangha." Ananda menjawab: "Baiklah, Bhante."

Lalu petapa pengembara Subhadda itu berkata kepada Ananda: "Suatu keuntungan bagi Anda, sesungguhnya suatu berkah, bahwa di hadapan Sang Guru sendiri Anda telah diperkenankan menerima penabisan saya sebagai seorang siswa."

Demikianlah telah terjadi, bahwa pertapa pengembara Subhadda telah diterima dan ditabiskan menjadi bhikkhu, di hadapan Sang Bhagava sendiri. Ia pun tekun, rajin dan sungguh-sungguh. Maka ia mencapai tujuan, sebagai orang yang dihormati, yang hidup berkelana, meninggalkan keduniawian, menuju kehidupan yang suci, dan setelah capai kebijaksanaan yang tinggi, ia hidup di dalam kesucian. Hancurlah belengu-belengu kelahiran, kehidupan suci telah tercapai, tak ada lagi sesuatu yang harus dikerjakan, dan dalam kehidupan ini tak ada lagi sesuatu yang tertinggal." Demikianlah ia telah menyadarinya.

Bhikkhu Subhadda menjadi salah seorang di antara para Arahat dan ia adalah siswa terakhir yang diterima Sang Bhagava.

NASEHAT-NASEHAT TERAKHIR DARI SANG BHAGAVA
Kini Sang Bhagava berkata kepada Ananda:

  • "Ananda, ada kemungkinan bahwa beberapa di antara bhikkhu ini akan ada yang berpikir : 'Berakhirlah kata-kata Sang Guru, kita tak mempunyai seorang guru lagi' tetapi janganlah sampai terjadi anggapan demikian, karena apa yang telah Aku nyatakan dan ajarkan yaitu Dhamma itulah yang akan menjadi gurumu, apabila Aku sudah wafat."
  • Ananda, sebagaimana pada saat ini para bhikkhu saling menegur satu dengan yang lainnya sebagai "Avuso" (sahabat), namun janganlah demikian apabila Aku telah tidak ada.
  • Para bhikkhu yang lebih tua, bolehlah menegur kepada yang lebih muda dengan menyebut namanya, atau nama keluarganya, atau dengan sebutan avuso, sedangkan bhikkhu yang lebih muda seharusnya berkata kepada yang lebih tua dengan sebutan "Bhante".
  • "Ananda, apabila dikehendaki Sangha dapat menghapus peraturan-peraturan kecil (Khuddaka sikkhapada) setelah Aku meninggal."
  • "Ananda, untuk bhikkhu Channa, setelah Aku meninggal, kenakanlah hukuman brahma (brahma danda) kepadanya." "Bhante, tetapi apakah yang dimaksud dengan brahma danda itu?"
  • “Ananda, bhikkhu Channa dapat berkata apa saja yang diinginkannya, tetapi para bhikkhu tidak perlu bercakap-cakap dengan dia, tidak perlu menegur atau pun memperingatkannya."
Kemudian Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu demikian:

"Para bhikkhu, ada kemungkinan bahwa salah seorang di antara kalian merasa ragu atau bimbang terhadap Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, jalannya atau pelaksanaannya. Maka itu tanyakanlah sekarang, para bhikkhu. Janganlah sampai ada yang menyesal nanti di kemudian hari, dengan pikiran: "Tatkala Sang Guru berada di tengah-tengah kami, berhadap-hadapan dengan kami, tetapi kami tidak bertanya apa-apa kepada Beliau."

Walaupun hal ini telah dikatakan, tetapi para bhikkhu itu tetap diam saja.

Kemudian diulangi lagi untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya Sang Bhagava berkata kepada mereka : "Ada kemungkinan, para bhikkhu, bahwa salah seorang di antara kalian merasa ragu-ragu…"

"Untuk kedua dan ketiga kalinya para bhikkhu, karena kalian merasa hormat atau segan kepada Sang Guru, maka kalian tidak mau mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Kalau begitu, baiklah kalian berunding bersama teman-teman lebih dulu, tentang apa yang akan ditanyakan dan kemudian salah satu di antaranya menjadi wakil untuk menanyakan pertanyaan itu kepadaKu."

Tetapi para bhikkhu itu masih tetap diam saja.

Akhirnya Ananda berkata kepada Sang Bhagava demikian "Bhante, sungguh mengherankan, sangat luar biasa. Kami mempunyai keyakinan yang besar terhadap persaudaraan para bhikkhu ini, bahwa tak seorang bhikkhu pun yang merasa ragu-ragu atau bimbang terhadap Sang Buddha, Dhamma, Sangha, jalannya atau pun pelaksanaannya."

"Karena keyakinanlah Ananda, kamu berbicara begitu. Dalam hal ini Sang Tathagata mengetahui dengan pasti bahwa di antara persaudaraan para bhikkhu ini tiada seorang bhikkhu pun yang merasa ragu-ragu dan bimbang terhadap Sang Buddha, Dhamma dan Sangha mengenai jalannya atau pelaksanaannya.

Ananda, karena di antara lima ratus bhikkhu ini, yang terendah pun adalah sotapanna, yang tak mungkin terlahir kembali di alam penderitaan, yang pasti akan mencapai penerangan sempurna (bodhi) di kemudian hari."

Kemudian Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu : "Para bhikkhu, perhatikanlah nasehat ini : 'Segala sesuatu adalah tidak kekal. Berusahalah dengan sungguh-sungguh.' (Vaya dhamma sankhara, appamadena sampadetha)."

Inilah kata-kata terakhir Sang Tathagata.

Mula-mula Sang Bhagava memasuki Jhana pertama. Bangkit dari Jhana pertama, beliau memasuki Jhana kedua. Bangkit dari Jhana kedua beliau memasuki Jhana ketiga. Bangkit dari Jhana ketiga, beliau memasuki Jhana keempat. Bangkit dari Jhana keempat, beliau memasuki keadaan Ruang Tak Terbatas. Bangkit dari keadaan Ruang Tak Terbatas, beliau memasuki keadaan Kesadaran Tak Terbatas. Bangkit dari keadaan Kesadaran Tak Terbatas, beliau memasuki keadaan Kekosongan. Bangkit dari keadaan kekosongan, beliau memasuki keadaan Bukan Pencerapan maupun Tidak Bukan Pencerapan. Bangkit dari Keadaan Bukan Pencerapan maupun Tidak Bukan Pencerapan, beliau memasuki Keadaan Penghentian dari Pencerapan dan Perasaan.

Kemudian Ananda berkata, "Bikkhu Anuruddha kiranya Sang Bhagava telah mangkat."

"Tidak, saudara Ananda, Sang Bhagava belum mangkat, Beliau memasuki keadaan Penghentian dari Pencerapan dan Perasaan."

Kemudian Sang Bhagava, bangkit dari keadaan Penghentian dari Pencerapan dan Perasaan, lalu kembali lagi memasuki keadaan Bukan Pencerapan maupun Tidak Bukan Pencernaan. Bangkit dari keadaan Bukan Pencerapan maupun Tidak Bukan Pencerapan, beliau memasuki keadaan Kekosongan, beliau memasuki keadaan Kesedaran Tak Terbatas. Bangkit dari Keadaan Kesadaran Tak Terbatas, beliau memasuki keadaan Ruang Tak Terbatas. Bangkit dari keadaan Ruang Tak Terbatas, beliau memasuki Jhana keempat. Bangkit dari Jhana keempat, beliau memasuki Jhana ketiga. Bangkit dari Jhana ketiga, beliau memasuki Jhana kedua. Bangkit dari Jhana kedua, beliau memasuki Jhana pertama. Bangkit dari Jhana pertama, beliau memasuki Jhana kedua. Bangkit dari Jhana kedua, beliau memasuki Jhana ketiga. Bangkit dari Jhana ketiga, beliau memasuki Jhana keempat. Dan bangkit dari Jhana keempat, lalu mangkatlah, Sang Bhagava - Parinibbana.

Demikianlah ketika Sang Bhagava telah Parinibbana, tepat bersamaan dengan saat parinibbanaNya, maka terjadilah gempa bumi yang sangat dahsyat, menakutkan, mengerikan, dan mengejutkan disertai halilintar sambar-menyambar di angkasa.

Ketika Sang Bhagava parinibbana, pada saat parinibbana itu, dewa Brahma Sahampati mengucapkan syair ini:

"Mereka semua, semua makhluk hidup akan melepaskan bentuk kehidupan mereka kelompok batin dan jasmani. Walaupun Ia seorang Guru Jagad seperti Beliau, yang tiada taranya, yang perkasa Tathagata Sambuddha Parinibbana juga."

Ketika Sang Bhagava parinibbana, pada saat parinibbana itu, dewa Sakka, raja para dewa, mengucapkan syair ini:

"Segala yang berbentuk tidak kekal adanya, bersifat timbul dan tenggelam, Setelah timbul akan hancur dan lenyap, Bahagia timbul setelah gelisah lenyap." 

Ketika Sang Bhagava parinibbana, pada saat parinibbana itu, bhikkhu Anuruddha mengucapkan syair ini:

"Tanpa menggerakkan napas, namun dengan keteguhan batin, bebas dari keinginan dan segala ikatan, demikianlah Sang Bijaksana mengakhiri hidupnya. Walaupun menghadapi saat maut, Beliau tak gentar, batinnya tetap tenang. Bagaikan padamnya nyala lampu' Beliau mencapai kebebasan." 

Ketika Sang Bhagava parinibbana, pada saat parinibbana itu, Ananda mengucapkan syair ini:

"Maka terjadilah kegemparan sehingga bulu roma berdiri, ketika Sang Buddha parinibbana." 

Demikianlah, ketika Sang Bhagava meninggal, beberapa bhikkhu yang belum melenyapkan kesenangan napsu dengan mengangkat tangan mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari. Mereka meratap sambil berkata: "Terlalu cepat Sang Tathagata parinibbana, terlalu cepat Sang Guru jagad parinibbana dan lenyap dari pandangan."

Tetapi para bhikkhu yang telah bebas dari hawa nafsu dengan penuh kesadaran dan pengertian yang benar, merenung dalam batin: "Segala sesuatu adalah tidak kekal, bersifat sementara. Bagaimanakah yang akan terjadi, jika tidak terjadi demikian?"

Kemudian bhikkhu Anurudha berkata kepada para bhikkhu: "Cukuplah para avuso! Janganlah berduka cita, janganlah meratap! Karena bukankah Sang Bhagava dahulu telah menyatakan bahwa segala sesuatu yang disayangi dan yang dicintai itu tidaklah kekal, pastilah ada perobahan, pergeseran serta perpisahan ? Apa yang timbul dalam perwujudan, kelahiran sebagai makhluk dalam bentuk yang berpaduan itu, pasti akan mengalami kelapukan; maka hal ini tidak lenyap. Para dewa juga sangat berduka cita."

"Tetapi, para dewa manakah yang disadarkan oleh bhante?" tanya Ananda.

"Ananda, para dewa angkasa dan bumi yang masih cenderung pada kesenangan nafsu, dengan rambut kusut sambil mengangkat tangan, mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari. Mereka meratap sambil berkata : "Terlalu cepat Sang Tathagata parinibbana….”

Kini Anurudha dan Ananda selama satu malam suntuk memperbincangkan Dhamma. Kemudian Anurudha berkata kepada Ananda : "Ananda, sekarang pergilah ke Kusinara, umumkanlah kepada suku Malla : "Vasetha, ketahuilah bahwa Sang Bhagava telah mangkat. Sekarang terserahlah kepada saudara-saudara sekalian." "Baiklah bhante." Lalu Ananda dengan seorang kawannya mempersiapkan diri sebelum tengah hari dan sambil membawa patta serta jubahnya menuju ke Kusinara.

Pada saat itu suku Malla dari Kusinara sedang berkumpul dalam ruang persidangan untuk merundingkan soal itu juga. Takala Ananda menemui mereka, lalu mengumumkan : "Vasetha, ketahuilah bahwa Sang Bhagava telah mangkat. Sekarang terserahlah kepada saudara-saudara sekalian."

Demikianlah, ketika mereka mendengar kata-kata Ananda, suku Malla dengan semua anak, istri, menantu mereka menjadi sedih, berduka cita dan sangat susah kelihatannya, ada di antara mereka dengan rambut yang kusut serta mengangkat tangan mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari. Mereka meratap sambil berkata : "Terlalu cepat Sang Tathagata parinibbana, terlalu cepat Sang Sugata parinibbana, terlalu cepat Sang Guru Jagad parinibbana dan lenyap dari pandangan."

Kemudian suku Malla dari Kusinara itu memerintahkan kepada orang-orangnya demikian : "Kumpulkanlah sekarang semua wangi-wangian, bunga-bungaan dan para pemain musik dan apa saja yang ada di Kusinara ini." Suku Malla dengan wewangian, bunga-bungaan dan para pemain musik, dengan membawa lima ratus perangkat pakaian, pergi ke hutan Sala, ke taman hiburan suku Malla, menuju tempat jenasah Sang Bhagava.

Setelah sampai di sana, mereka lalu memberi hormat terhadap jenasah Sang Bhagava, serta menyajikan tari-tarian, nyanyi-nyanyian dan lagu kebaktian, serta mempersembahkan bunga-bungaan, wangi-wangian dan segala sesuatu yang dibawanya; lalu mereka mendirikan kemah-kemah dan kubu-kubu untuk bernaung selama mereka ada di sana, melakukan upacara penghormatan terhadap jenasah Sang Bhagava itu.

Kemudian mereka berunding: "Kini matahari sudah tinggi, hari sudah siang, sudah terlambat kiranya untuk memperabukan layon Sang Bhagava. Sebaiknya kita laksanakan pada hari-hari berikutnya saja."

Pada hari-hari yang kedua, ketiga, keempat, kelima dan keenam mereka terus menerus mengadakan kebaktian dan penghormatan kepada jenasah Sang Bhagava dengan bermacam tari-tarian lagu-lagu kebaktian diserta bunyi gamelan dengan musik dengan tak henti-hentinya; di samping itu mereka menyajikan bunga-bunga, kembang rampai, wangi-wangian yang baunya harum semerbak meliputi seluruh tempat tersebut.

Tetapi pada hari ketujuh mereka lalu berunding : "Kita telah melakukan upacara kebaktian dan penghormatan terhadap jenasah Sang Bhagava dengan tari-tarian, nyanyi-nyanyian, lagu-lagu kebaktian disertai gamelan dan musik keagamaan; menyajikan segala macam kembang serta wangi-wangian dan melakukan puja-bakti untuk menghormati jenasah Sang Bhagava. Sekarang marilah kita, mengangkat dan mengusung jenasah Beliau ke arah Selatan, dan di sana di sebelah Selatan kota kita melakukan perabuan jenasah Sang Bhagava."

Kemudian delapan orang suku Malla dari keluarga yang terkemuka, setelah mandi dan berkeramas dengan bersih serta mengenakan pakaian yang baru, dengan pikiran : "Kita akan mengangkat jenasah Sang Bhagava" mereka pun lalu berusaha mengerjakan hal itu, tetapi mereka tak dapat mengangkatnya.

Demikianlah diceritakan bahwa suku Malla itu bertanya kepada Anurudha demikian: "Bhante, karena apa dan apakah sebabnya, delapan orang dari suku Malla dari keluarga yang terkemuka ini, yang telah mandi dan berkeramas dengan bersih, serta mengenakan pakaian yang baru, dengan pikiran : "Kita akan mengangkat jenasah Sang Bhagava, lalu mereka berusaha melakukan hal itu tetapi mereka tidak dapat mengangkatnya?"

"Saudara-saudara Vasettha, ketahuilah bahwa kalian mempunyai sesuatu maksud tetapi para dewa pun mempunyai maksud yang lain."

"Bhante, apakah maksud para dewa itu?"

"Saudara-saudara Vasettha, maksud para dewa bahwa kalian telah melakukan upacara kebaktian penghormatan terhadap jenasah Sang Bhagava, dengan tari-tarian, nyanyi-nyanyian, lagu kebaktian disertai gamelan dan musik keagamaan; dan menyajikan segala macam kembang serta wangi-wangian dan melakukan puji-pujian untuk menghormati Sang Bhagava. Lalu berkata : "Marilah mengangkat dan mengusung jenasah Beliau ke arah Selatan; dan di sana, di sebelah Selatan kota kita melakukan perabuan jenasah Sang Bhagava."

Vasettha, sedangkan maksud Para dewa adalah: "Kita telah melakukan upacara kebaktian dan penghormatan terhadap jenasah Sang Bhagava dengan tari-tarian, nyanyi-nyanyian dan lagu dari surga serta musik dari surga; menyajikan segala macam kembang serta wangi-wangian dari surga, dan melakukan puja untuk menghormati jenasah Sang Bhagava. Sekarang marilah kita membawa jenasah Sang Bhagava ke arah Utara di sebelah Utara kota dan setelah sampai di sana, dengan melalui pintu gerbang kita lalu menuju ke pusat kota; dan dari situ kita lalu menuju ke Timur; dengan melalui pintu gerbang di Timur lalu kita menuju ke Cetiya dari suku Malla, Makutta Bhandana, dan di sanalah kita perabukan jenasah Sang Bhagava."

"Bhante, kalau begitu, baiklah apa yang dikehendaki oleh para dewa itu, kita lakukan."

Dengan demikian seluruh Kusinara, di segala pelosok ditimbuni penuh dengan bunga-bungaan Mandarawa; sampai setengah lutut. Demikian kebaktian dan penghormatan terhadap jenasah Sang Bhagava itu telah dilakukan oleh Para dewa dan oleh suku Malla dari Kusinara. Dengan tari-tarian, lagu-lagu, musik; bunga-bungaan dan wangi-wangian dari kedua pihak, dewa dan manusia, semuanya melakukan penghormatan, kebaktian serta pemujaan dengan hidmat tulus ikhlas. Dengan hidmat dan tertib mereka mengusung jenasah Sang Bhagava itu ke arah Utara, ke bagian Utara dari kota, dan sesudah melalui pintu gerbang Utara, lalu menuju ke pusat kota, dan sesudah melewati pintu gerbang sebelah Timur mereka menuju ke Cetiya dari suku Malla, Makuta-bhandhana, dan di sanalah jenasah Sang Bhagava dibaringkan.

Lalu suku Malla dari Kusinara itu berkata kepada Ananda demikian : "Bagaimana seharusnya kita melakukan penghormatan dalam memperabukan jenasah Sang Bhagava?"

"Vasetha, sama seperti cara menghormati jenasah seorang Raja Jagad."

"Tetapi bagaimanakah seharusnya kita berlaku untuk menghormati Raja Jagad itu?"

"Jenasah seorang Raja Jagad itu pertama-tama di bungkus seluruhnya dengan kain linen yang baru, dan kemudian dengan kain katun wool baru pula. Sesudah itu dibungkus lagi seluruhnya dengan kain linen yang baru, dan lagi dengan kain katun wool yang telah dipersiapkan. Dan begitulah selanjutnya dilakukan sampai lima ratus lapisan kain linen dan lima ratus kain katun wool. Setelah itu dikerjakan jenasah Raja Jagad dibaringkan dalam suatu peti dengan dicat meni, lalu dimasukkan lagi ke dalam peti dengan dicat meni, dan suatu Pancaka (tempat perabuan) didirikan dari berbagai macam kayu wangi-wangian; di situlah jenasah seorang Raja Jagad diperabukan, dan pada perempatan (pertemuan empat jalan) didirikan sebuah stupa bagi Raja Jagad itu. Demikianlah hal itu seharusnya dilaksanakan."

"Vasetha, demikianlah sama seperti halnya jenasah seorang Raja Jagad begitu pula harus dilakukan pada jenasah Sang Tathagata. Dan barang siapa yang datang ke tempat itu membawa bunga-bungaan, atau dupa, atau serbuk cendana dan melakukan kebaktian serta penghormatan di sana mereka akan memperoleh kebahagian, untuk suatu waktu yang lama."

Kemudian suku Malla memberi perintah kepada orang-orangnya demikian : "Kumpulkanlah sekarang segala kain katun wool yang baru dari suku Malla." Lalu suku Malla dari Kusinara itu membungkus jenasah Sang Bhagava seluruhnya dengan kain linen baru, lalu dengan kain katun wool yang telah disiapkan; dan demikian seterusnya sehingga lima ratus lapisan kain linen dan lima ratus lapisan kain katun wool. Setelah itu dikerjakan, mereka membaringkan jenasah Sang Bhagava di dalam sebuah peti dengan dicat meni yang ditaruh lagi di dalam sebuah peti yang dicat meni yang ditaruh lagi di dalam peti yang dicat meni lainnya, kemudian mereka mendirikan pancaka pembakaran yang dibuat dari segala macam kayu-kayuan wangi-wangian dan di atas pancaka itulah jenasah Sang Bhagava ditempatkan.

Ketika itu Maha Kassapa sedang dalam perjalanan dari Pava ke Kusinara, bersama serombongan besar para bhikkhu yang berjumlah sampai lima ratus orang. Dalam perjalanan itu, Maha Kassapa menepi dari jalan raya dan duduk di bawah sebatang pohon.

Demikian, suku Ajivaka telah datang di tempat itu, dalam perjalanan ke Pava; dan ia membawa setangkai bunga Mandarawa dari Kusinara. Maha Kassapa melihat Ajivaka itu datang; ketika ia sudah dekat maka beliau berkata kepadanya : "Apakah Anda mengetahui tentang Guru kita?"

"Ya, saya mengetahui bahwa hari ini adalah hari yang ketujuh dari wafatnya Pertapa Gotama. Di sana kami telah memungut bunga Mandarava ini."

Mendengar jawaban itu, beberapa bhikkhu yang belum melenyapkan kesenangan nafsu, mengangkat tangan mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari. Mereka meratap sambil berkata : "Terlalu cepat Sang Tathagata parinibbana, terlalu cepat …. "

Ketika itu, seorang bernama Subhadda, (bukan subhada yang baru ditasbihkan) yang telah mengundurkan diri dari keduniawian setelah umurnya lanjut. Ia pun terdapat di antara sekelompok bhikkhu itu, di mana ia berkata kepada mereka demikian : "Cukuplah saudara-saudara, janganlah berduka cita, janganlah meratap. Sekarang kita telah bebas dari Pertapa yang Maha Besar itu. Sudah terlalu lama, kita telah ditekan dengan kata-kata : 'Ini cocok bagimu, itu tidak baik bagimu.' Sekarang kita akan dapat berbuat apa saja yang kita kehendaki, dan melepaskan apa yang kita tidak senangi, tidak ada yang akan melarangnya."

Tetapi Maha Kassapa menegur para bhikkhu : "Cukuplah, saudara-saudara! Janganlah berduka cita, janganlah meratap! Karena bukankah Sang Bhagava dahulu telah mengatakan bahwa segala yang baik dan yang kita cintai pastilah akan mengalami perubahan, pergeseran, dan perpisahan?" Karena segala sesuatu yang timbul menjadi wujud, terlahir dalam perpaduan bentuk-bentuk tertentu akan mengalami kelapukan; bagaimana seseorang dapat berkata : "Semoga ia tidak sampai pada peleburannya."

Dikisahkan pada waktu itu, di tempat perabuan, tempat orang suku Malla asal dari keluarga yang terkemuka telah mandi dan berkemas dengan bersih lalu mengenakan pakaian-pakaian yang baru dengan pikiran: "Kita akan menyalakan api perabuan Sang Bhagava itu." Lalu mereka berusaha mengerjakan hal itu, tetapi mereka tak dapat. Setelah itu suku Malla berkata kepada Anuruddha demikian: "Bhante Anuruddha, mengapa keempat orang dari keluarga yang terkemuka, yang telah mandi dan berkeramas dengan bersih serta mengenakan pakaian-pakaian baru mempunyai pikiran: 'Kita akan menyalakan api perabuan Sang Bhagava.' Mereka berusaha melakukan hal itu, tetapi tak dapat."

"Vasettha, kamu mempunyai satu maksud tetapi para dewa mempunyai maksud lain." "Bhante, apakah maksud para dewa itu?"

"Maksud dari para dewa adalah demikian: "Bhikkhu Maha Kassapa sedang dalam perjalanan dari Pava ke Kusinara, bersama serombongan para bhikkhu yang berjumlah sampai lima ratus orang. Jangan nyalakan api perabuan Sang Bhagava itu, sebelum bhikkhu Maha Kassapa tiba untuk menghormati jenasah Sang Bhagava."

" Kalau demikian, apa yang dikehendaki para dewa itu, biarkanlah terlaksana."

Kemudian rombongan Maha Kassapa tiba di tempat pancaka Sang Bhagava di Cetiya dari suku Malla, Makuta-bandhana, di Kusinara. Beliau lalu mengatur jubahnya pada salah satu bahunya, dan dengan tangan tercakup di muka, beliau menghormat Sang Bhagava; beliau berjalan mengitari pancaka tiga kali, kemudian menghadap pada jenasah Sang Bhagava, lalu beliau berlutut menghormat pada jenasah Sang Bhagava. Hal yang serupa itu, juga dilakukan oleh kelima ratus bhikkhu itu.

Demikianlah setelah dilakukan penghormatan oleh Maha Kassapa beserta kelima ratus bhikkhu itu, maka di pancaka Sang Bhagava lalu terlihat api menyala dengan sendirinya dan membakar seluruhnya.

Demikanlah terjadi takkala jenasah Sang Bhagava mulai dibakar; yang mula-mula terbakar adalah kulitnya, jaringan daging, urat-urat dan cairan-cairan semua itu tiada yang nampak, abu maupun bagian-bagiannya, hanya tulang-tulanglah yang tertinggal. Tepat sama seperti lemak atau minyak kalau dibakar tidak meninggalkan bagian-bagiannya atau debu-debunya, demikian pula dengan jenazah Sang Bhagava setelah terbakar, apa yang dinamakan kulit, jaringan, daging, urat-uratan serta cairan, tiada nampak debunya atau bagian-bagiannya, hanya tulang-tulanglah yang tertinggal. Dari kelima ratus lapisan kain linen pembungkusnya, hanya dua yang tidak musnah, yaitu yang paling dalam dan yang paling luar.

Demikianlah ketika jenazah Sang Bhagava telah habis terbakar maka air seperti dicurahkan dari langit memadamkan api perabuan itu. Dari pohon Sala juga keluar air menyiramnya, suku Malla dari Kusinara juga membawa air yang telah diisi dengan berbagai wangi-wangian dan mereka juga menyirami api perabuan Sang Bhagava itu.

Kemudian suku Malla dari Kusinara, mengambil relik (sisa jasmani) Sang Bhagava, lalu ditempatkan di tengah-tengah ruangan sidang mereka, yang kemudian dipagari sekelilingnya dengan anyaman tombak-tombak, lalu dilapisi lagi dengan pagar dari panah dan busur-busur.

Di sanalah mereka mengadakan upacara puja bakti selama tujuh hari. Untuk menghormati relik Sang Bhagava dengan tari-tarian, nyanyian dan lagu-lagu kebaktian, serta mempersembahkan bunga-bungaan dan wangi-wangian, melakukan puja bakti terhadap relik Sang Bhagava.

Kemudian Raja Magadha, Ajatasattu, putera Ratu Videhi,[ [demikian pula Orang Licchavi dari Vesali, Suku Sakya dari Kapilavasthu, Suku Buli dari Allakappa, Suku Koli dari Ramagama, Brahmana Vethadipa dan Suku Malla] mendengar bahwa Sang Bhagava telah mangkat di Kusinara. Ia mengirim utusan pada suku Malla di Kusinara dan menyatakan: "Dari kesatria asal Sang Bhagava; demikianlah pula saya. Karena itu saya sangat perlu untuk menerima sebagian relik Sang Bhagava. Untuk relik Sang Bhagava itu saya akan dirikan sebuah stupa; dan untuk menghormatiNya, saya akan mengadakan suatu kebaktian dan perayaan."

Tetapi ketika mereka menerima pernyataan-pernyataan ini, suku Malla di Kusinara, mengadakan sidang dan menyatakan demikian: "Di kota kitalah Sang Bhagava telah wafat. Kita yang berhak atas semua relik dari Sang Bhagava." Kemudian Brahmana Dona berkata kepada sidang dengan rangkaian sajak sebagai berikut :

"Wahai saudara-saudara dengarlah sepatah kata dariku,
Sang Buddha, Maha Guru yang kita junjung tinggi,
Telah mengajarkan, agar kita selalu bersabar,
Sungguh tak layak, jika timbul ketegangan nanti,
Timbul perkelahian, peperangan karena
Relik Beliau, Manusia Agung yang tak ternilai,
Marilah kita bersama, wahai para hadirin,
Dalam suasana persaudaraan yang rukun dan damai,
Membagi menjadi delapan, peninggalan yang suci ini,
Sehingga setiap penjuru, jauh tersebar di sana sini,
Terdapat stupa-stupa yang megah menjulang tinggi,
Dan jika melihat semua itu, lalu timbul dalam sanubari,
suatu keyakinan yang teguh terhadap Beliau."


"Kalau begitu baiklah, Brahmana. Silahkan Brahmana membagi relik itu dalam ke delapan bagian." Brahmana Dona berkata kepada sidang: "Baiklah para hadirin."

Kemudian dia membagi dengan adil, dalam delapan bagian yang sama, semua peninggalan Sang Bhagava itu. Setelah selesai membagi itu, ia berkata kepada sidang demikian: "Biarlah tempayan ini, saudara-saudara berikan kepadaku. Untuk tempayan ini akan kudirikan sebuah stupa, dan sebagai penghormatan, aku akan mengadakan perayaan dan kebaktian." Tempayan itu lalu diberikan kepada Brahmana Dona.

Kemudian suku Moriya dari Pippalivana mengetahui bahwa Sang Bhagava telah wafat di Kusinara. Mereka mengirim suatu utusan pada kaum Malla dari Kusinara, dan menyatakan: "Dari Kesatria asalnya …."

Tetapi oleh karena relik sudah habis terbagi, maka ia dianjurkan demikian: "Tidak ada bagian dari relik Sang Bhagava yang masih tertinggal lagi. Sudah terbagi habis relik Sang Bhagava itu. Tetapi saudara dapat mengambil abu-abu dari peninggalan Sang Bhagava." Mereka mengambil abu-abu dari Sang Bhagava, lalu dibawa pulang ke kotanya.

  • Kemudian raja dari Magadha, Ajatasattu, putera dari ratu Videhi, mendirikan sebuah stupa untuk relik Sang Bhagava, di Rajagaha,
  • Orang Licchavi dari Vesali mendirikan sebuah stupa untuk relik Sang Bhagava di Vesali,
  • Suku Sakya dari Kapilavasthu mendirikan sebuah stupa untuk relik Sang Bhagava di Kapilavasthu,
  • Suku Buli dari Allakappa mendirikan sebuah stupa untuk relik Sang Bhagava di Allakappa,
  • Suku Koli dari Ramagama telah mendirikan sebuah stupa untuk relik Sang Bhagava di Vethadipa,
  • Kaum Malla dari Pava telah mendirikan sebuah stupa untuk relik Sang Bhagava di Pava,
  • Brahmana Dona telah mendirikan sebuah stupa untuk Tempayan (bekas tempat relik Sang Bhagava), dan sebagai penghormatan diadakan suatu perayaan dan kebaktian,
  • Suku Moriya dari Pipphalivana mendirikan sebuah stupa untuk abu Sang Bhagava di Pipphalivana,
Demikian maka terdapat delapan stupa untuk relik Sang Bhagava dan stupa yang kesembilan untuk tempayan dan stupa yang kesepuluh untuk abu Sang Bhagava.

Demikianlah telah terjadi pada waktu yang lalu.

Terbagi delapan relik Sang Bhagava
Beliau Yang Maha Tahu, kembangnya manusia,
Tujuh bagian, di Jambudipa dipuja orang,
Satu bagian, di Ramagama,
Dipuja oleh raja naga,
Sebuah gigi dipuja di surga Tavatimsa.
Sebuah gigi lagi dipuja di Kalingga oleh raja naga.
Karena pancaran cinta kasih yang tak terbatas,
Tanah air ini mendapat berkah yang melimpah.
Karena itu relik-relik Beliau dijaga dengan baik,
oleh mereka yang turut memujanya, para dewa, para naga dan oleh manusia bijaksana.
Beliaulah yang paling tinggi dipuja.
Maka itu hormatilah Dia dengan anjali,
karena sungguh sulit adanya,
mungkin ratusan Kappa belum tentu bertemu dengan seorang Buddha.

[Sumber: Mahaparinibanna suttaCSI. The Kusinara File]

[Kembali] 



Yesus

Walaupun hari kelahiran Yesus dan hari kematiannya tidak diketahui secara pasti namun paling tidak, ada beberapa tanggal yang kerap disebut sebagai tanggal wafatnya Yesus, yaitu: 11 April 27 atau 07 April 30 atau 03 april 33, atau 23 April 34 M.

Berdasarkan Quarterly Journal of Royal Astronomical Society 32,(Sept. 1991), 301-304. (Received 1991 February 19; in original form 1990 July 16) tercatat disamping tahun 30 dan tahun 33 seperti di atas, Sir Isaac Newton juga menghitung tanggal penyaliban adalah tanggal 23 April 34, namun dibandingkan dengan tanggal lainnya, Newton lebih menyukai tanggal 23 April 34.
________________________________________

Peta Jaman Yesus

Untuk mengambil keputusan yang mana tanggal kematian Yesus, maka kita perlu menelusuri catatan kronologis kematian Yesus yang ada di empat Injil. Untuk itu ada baiknya kita mengenal bagaimana Kaum Yahudi menghitung di mulainy hari:

Perjanjian Lama, di Kitab Kejadian 1: 5; 1:8; 1:13; 1:19; 1:23; 1:31: Permulaan hari 1-6

'...Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ke...'

Sabath juga di sebutkan sebagai hari ke 7 untuk istirahat keluaran 16:26, 20:9-10, 31:15, 35:2 :

'Enam hari lamanya...tetapi pada hari yang ketujuh adalah hari sabat; "

Ditegaskan permulaan hari paskah yaitu di ulangan 16:6
'engkau harus mempersembahkan korban Paskah itu pada waktu senja, ketika matahari terbenam'



Hari apa sih sabat reguler itu?

Alkitab tidak menyebutkan kepastian hari (misalnya selasa, minggu, dst) mengenai kapan hari sabath itu. Mayoritas orang menyatakan bahwa Sabat adalah hari Sabtu, alasannya adalah kesamaan S B T dan juga kata 'Sabtu' sangat dekat pengucapannya dengan kata 'Sabat'.

    Weeks
    The Hebrew calendar follows a seven-day weekly cycle, which runs concurrently but independently of the monthly and annual cycles. The names for the days of the week are simply the day number within the week. In Hebrew, these names may be abbreviated using the numerical value of the Hebrew letters, for example יום א׳ (Day 1, or Yom Rishon (Hebrew: יום ראשון‎):

    Yom Rishon (Hebrew: יום ראשון‎), abbreviated יום א׳ = "first day" = Sunday
    Yom Sheni (יום שני), abbr. יום ב׳ = "second day" = Monday
    Yom Shlishi (יום שלישי), abbr. יום ג׳ = "third day" = Tuesday
    Yom Reviʻi (יום רבעי), abbr. יום ד׳ = "fourth day" = Wednesday
    Yom Chamishi (יום חמישי), abbr. יום ה׳ = "fifth day" = Thursday
    Yom Shishi (יום ששי), abbr. יום ו׳ = "sixth day" = Friday
    Yom Shabbat (יום שבת or more usually שבת - Shabbat), abbr. יום ש׳ = "Sabbath day (Rest day)" = Saturday

    The names of the days of the week are modeled on the seven days mentioned in the Creation story. For example, Genesis 1:5 "... And there was evening and there was morning, one day". "One day" also translates to "first day" or "day one". Similarly, see Genesis 1:8, 1:13, 1:19, 1:23, 1:31 and 2.2. [lihat juga disinidi sinidisinidisini dan di sini]
Oke-lah, kalau itu dianggap benar maka Sabtu yang dimaksud seharusnya mulai dari Sabtu Malam - Minggu Senja!
    First day of the week
    In Jewish, Western Christian and Greek Orthodox tradition,the first day of the week is Sunday.

    The Hebrew, Ecclesiastical Latin and Medieval and Modern Greek languages number most of the days of the week. In Hebrew, Sunday through Friday are numbered one through six; in Ecclesiastical Latin, Monday through Friday are numbered the second through the sixth days of the week (feria); in Medieval and Modern Greek, Monday through Thursday are numbered the second through fifth.

    For many Western Christians and Jews, Sunday remains the first day of the week. Most, though not all, business and social calendars in North America mark Sunday as the first day of the week.Sehingga hari minggu sebagai hari pertama seharusnya mulai dari Minggu malam - senin senja
________________________________________

Hari sabat kaum yahudi ada banyak, dinyatakan di kitab Imanat 23:

  • Hari ke-7, tidak bekerja (23:1-3), Pertemuan Kudus

  • Bulan ke 1 (23:4-8)
    • 23:4. Inilah hari-hari raya yang ditetapkan TUHAN, hari-hari pertemuan kudus, yang harus kamu maklumkan masing-masing pada waktunya yang tetap.
    • 23:5 Dalam bulan yang pertama, pada tanggal empat belas bulan itu, pada waktu senja, ada Paskah bagi TUHAN.
    • 23:6 Dan pada hari yang kelima belas bulan itu ada hari raya Roti Tidak Beragi bagi TUHAN; tujuh hari lamanya kamu harus makan roti yang tidak beragi.
    • 23:7 Pada hari yang pertama kamu harus mengadakan pertemuan kudus, janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat.
    • 23:8 Kamu harus mempersembahkan korban api-apian kepada TUHAN tujuh hari lamanya; pada hari yang ketujuh haruslah ada pertemuan kudus, janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat.
  • Hari pertama panen/hasil apapun (23:9-22)
    • Dilakukan satu hari setelah Sabat
    • Satu hari setelah sabat + Tujuh minggu/tujuh sabat (50 hari), di umumkan sebagai hari raya/sabat (Hari raya Panen), ada perjamuan kudus, Jangan melakukan pekerjaan berat-berat
  • Bulan ke 7 (23:9-44)
    • tanggal 1, hari serunai, Pertemuan Kudus, tidak boleh bekerja berat-berat
    • tanggal 9, malam sampai tanggal 10 Senja, tidak boleh bekerja dan harus puasa, melanggar akan dibinasakan, hari sabat
    • tanggal 10, hari pendamaian, ada pertemuan Kudus, tidak boleh bekerja apapun
    • tanggal 15, hari pondok daun dilaksanakan selama 7 hari, hari pertama ada pertemuan kudus tidak boleh bekerja apapun, harus tinggal dipondok daun untuk Israel asli selama 7 hari
    • tanggal 23, pertemuan kudus, tidak boleh bekerja apapun

    (Juga disebutkan d Imanat 16:29-31, Bilangan 28:16-31, Yehezkiel 45:21-25), dan disingkat hari sabat dan 3 hari raya di II Tawarih 8:13 sesuai dengan apa yang menurut perintah Musa ditetapkan sebagai korban untuk setiap hari, yakni:

    • pada hari-hari Sabat
    • pada bulan-bulan baru
    • dan tiga kali setahun pada hari-hari raya:

      • pada hari raya Roti Tidak Beragi
      • pada hari raya Tujuh Minggu dan
      • pada hari raya Pondok Daun.

    Siapapun yang bekerja pada hari-hari Sabat/Paskah akan dihukum mati dilenyapkan dari bangsanya (Imanat 19:8, 23:29-30; Keluaran 31:14-16, 35:2, Bilangan 9:13, 15:32-36; Yeremia 17:21,27; Yehezkiel 20:21)
________________________________________

Semalam menjelang di salib
Yesus mengalami sedih, gentar dan takut pada satu hari sebelum salib:

  • Maka sampailah Yesus bersama-sama murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. Lalu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Duduklah di sini, sementara Aku pergi ke sana untuk berdoa." Dan Ia membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus serta-Nya. Maka mulailah Ia merasa sedih dan gentar, lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku." [Matius 26:37-38, Markus14:32-34]
  • "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. [Lukas 22:42-44]
________________________________________

Kronologis Hari kematian Yesus

Injil Matius
Hari raya roti tak beragi, Perjamuan Kudus

  • 26:2 "Kamu tahu, bahwa dua hari lagi akan dirayakan Paskah, maka Anak Manusia akan diserahkan untuk disalibkan."
  • 26:17 Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepada-Nya dan berkata: "Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?"
  • 26:18 Jawab Yesus: "Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku."
  • 26:19 Lalu murid-murid-Nya melakukan seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka dan mempersiapkan Paskah.
  • 26:20 Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu
[Hari Penanggalan yahudi di mulai pada malam hari s/d senja keesokan harinya, artinya murid-murid yesus datang kepadanya di keesokan harinya tapi masih di hari roti raya roti tak beragi, jadi saat ia merayakan paskah sudah masuk di hari kedua hari raya roti beragi, tanggal 16 nisaan]

Hari persiapan Sabat sudah lewat dan Yesus sudah Meninggal
  • 26:34 Yesus berkata kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali."
  • 26:74 Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: "Aku tidak kenal orang itu." Dan pada saat itu berkokoklah ayam.
  • 26:75 Maka teringatlah Petrus akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya.
[Kejadian ini masih ada di tanggal 16, malam s/d subuh]
  • 27:1. Ketika hari mulai siang, semua imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi berkumpul dan mengambil keputusan untuk membunuh Yesus.
  • 27:2 Mereka membelenggu Dia, lalu membawa-Nya dan menyerahkan-Nya kepada Pilatus, wali negeri itu.
  • 27:15 Telah menjadi kebiasaan bagi wali negeri untuk membebaskan satu orang hukuman pada tiap-tiap hari raya itu atas pilihan orang banyak.
  • 27:45 Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga.
  • 27:46 Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?
  • 27:50. Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya.
  • 27:57. Menjelang malam datanglah seorang kaya, orang Arimatea, yang bernama Yusuf dan yang telah menjadi murid Yesus juga.
  • 27:58 Ia pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus. Pilatus memerintahkan untuk menyerahkannya kepadanya.
  • 27:59 Dan Yusufpun mengambil mayat itu, mengapaninya dengan kain lenan yang putih bersih,
  • 27:60 lalu membaringkannya di dalam kuburnya yang baru, yang digalinya di dalam bukit batu, dan sesudah menggulingkan sebuah batu besar ke pintu kubur itu, pergilah ia.
  • 27:61 Tetapi Maria Magdalena dan Maria yang lain tinggal di situ duduk di depan kubur itu.
[semua peristiwa ini terjadi pada hari kedua hari raya roti beragi yaitu Tanggal 16 pagi s/d menjelang malam, yang merupakan akhir dari tanggal 16 nisaan]
  • 27:62 Keesokan harinya, yaitu sesudah hari persiapan, datanglah imam-imam kepala dan orang-orang Farisi bersama-sama menghadap Pilatus, dan mereka berkata: "Tuan, kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidup-Nya berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit. Karena itu perintahkanlah untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak, murid-murid-Nya mungkin datang untuk mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat: Ia telah bangkit dari antara orang mati, sehingga penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya dari pada yang pertama."
[Kata ‘keesokan harinya, yaitu setelah hari persiapan’ merupakan hari baru yang di mulai pada malam hari, jadi bukan tanggal 16 nisaan lagi namun sudah masuk pada tanggal 17 bulan ke-1, ini juga menandakan bahwa tanggal 16 merupakan hari persiapan untuk sabath regular

Jadi kata keesokan harinya merupakan malam hari, sudah masuk hari sabath dan sudah merupakan tanggal 17.

Hari sabat menurut penanggalan modern jatuh pada sabtu malam s/d minggu senja, jadi Yesus meninggal di hari Sabtu sore]

Hari pertama minggu itu setelah Sabat
  • 28:1-2 Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu. Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya
[Kalau mengikuti urutan, maka kata ‘yaitu, setelah hari persiapan’ = hari sabath regular, yaitu pada bulan ke-1, tanggal 17 nisaan yang di mulai pada malam hari, Jadi tangal 17, malam sudah masuk hari sabath

Jika mengikuti penanggalan modern, maka hari raya sabath jatuh pada sabtu malam s/d minggu senja, sehingga minggu pagi masih masuk pada hari sabath.

Hari pertama, yaitu tanggal 18 Nisaan dimulai minggu malam s/d senin senja, artinya maria menengok kubur adalah di hari SENIN pagi.]

Injil Markus
Hari raya roti tak beragi, Perjamuan Kudus
  • 14:1. Hari raya Paskah dan hari raya Roti Tidak Beragi akan mulai dua hari lagi...
  • 14:12. Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi, pada waktu orang menyembelih domba Paskah, murid-murid Yesus berkata kepada-Nya: "Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?"...
  • 14:16 Maka berangkatlah kedua murid itu dan setibanya di kota, didapati mereka semua seperti yang dikatakan Yesus kepada mereka. Lalu mereka mempersiapkan Paskah.
  • 14:17 Setelah hari malam, datanglah Yesus bersama-sama dengan kedua belas murid itu.
[Hari Penanggalan yahudi di mulai pada malam hari s/d senja keesokan harinya, artinya murid-murid yesus datang kepadanya di keesokan harinya tapi masih di hari roti raya roti tak beragi, jadi saat ia merayakan paskah sudah masuk di hari kedua hari raya roti beragi, tanggal 16 nisaan]

Hari persiapan Sabat
  • 14:30 Lalu kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada hari ini, malam ini juga, sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali."
  • 14:72 Dan pada saat itu berkokoklah ayam untuk kedua kalinya. Maka teringatlah Petrus, bahwa Yesus telah berkata kepadanya: "Sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Lalu menangislah ia tersedu-sedu.
[Kejadian ini masih ada di tanggal 16 nisaan, malam s/d subuh]
  • 15:1. Pagi-pagi benar imam-imam kepala bersama tua-tua dan ahli-ahli Taurat dan seluruh Mahkamah Agama sudah bulat mupakatnya. Mereka membelenggu Yesus lalu membawa-Nya dan menyerahkan-Nya kepada Pilatus.
  • 15:6 Telah menjadi kebiasaan untuk membebaskan satu orang hukuman pada tiap-tiap hari raya itu menurut permintaan orang banyak.
  • 15:25 Hari jam sembilan ketika Ia disalibkan.
  • 15:33. Pada jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga.
  • 15:34 Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?", yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?
  • 15:37 Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya.
  • 15:42. Sementara itu hari mulai malam, dan hari itu adalah hari persiapan, yaitu hari menjelang Sabat.
  • 15:44 Pilatus heran waktu mendengar bahwa Yesus sudah mati. Maka ia memanggil kepala pasukan dan bertanya kepadanya apakah Yesus sudah mati.
  • 15:45 Sesudah didengarnya keterangan kepala pasukan, ia berkenan memberikan mayat itu kepada Yusuf.
  • 15:46 Yusufpun membeli kain lenan, kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengapaninya dengan kain lenan itu. Lalu ia membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu. Kemudian digulingkannya sebuah batu ke pintu kubur itu.
  • 15:47 Maria Magdalena dan Maria ibu Yoses melihat di mana Yesus dibaringkan.
[semua peristiwa ini terjadi pada hari kedua hari raya roti beragi yaitu tanggal 16 pagi s/d menjelang malam, yang merupakan akhir dari tanggal 16 nisaan

Dikatakan ‘hari itu adalah hari persiapan, yaitu hari menjelang sabat’ artinya, tanggal 16 nisan adalah hari persiapan dan berakhir pada sore hari, jadi mulai dari malam hari sudah masuk tanggal 17 nisan, yaitu hari sabath

Hari sabat menurut penanggalan modern jatuh pada sabtu malam s/d minggu senja, jadi Yesus meninggal di hari Sabtu sore]

Hari pertama minggu itu setelah Sabat
  • 16:1-2. Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus. Dan pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke kubur.
[Jika mengikuti penanggalan modern, maka hari sabath jatuh pada sabtu malam s/d minggu senja, sehingga minggu pagi masih masuk pada hari sabath, tanggal 17 nisan malam s/d senja esok hari adalah hari sabath.

Tanggal 18 nisan, di mulai dari malam hari, dan juga merupakan hari pertama, jadi jatuh pada minggu malam s/d senin senja, artinya maria menengok kubur adalah di hari SENIN pagi.]

Injil Lukas
Hari raya roti tak beragi, Perjamuan Kudus
  • 22:7. Maka tibalah hari raya Roti Tidak Beragi, yaitu hari di mana orang harus menyembelih domba Paskah. Lalu Yesus menyuruh Petrus dan Yohanes, kata-Nya: "Pergilah, persiapkanlah perjamuan Paskah bagi kita supaya kita makan."
  • 22:14 Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama-sama dengan rasul-rasul-Nya.
  • 22:34 Tetapi Yesus berkata: "Aku berkata kepadamu, Petrus, hari ini ayam tidak akan berkokok, sebelum engkau tiga kali menyangkal, bahwa engkau mengenal Aku."
  • 22:39. Lalu pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun. Murid-murid-Nya juga mengikuti Dia.
  • 22:46 Kata-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan."
  • 22:60 Tetapi Petrus berkata: "Bukan, aku tidak tahu apa yang engkau katakan." Seketika itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah ayam.
[Hari Penanggalan yahudi di mulai pada malam hari s/d senja keesokan harinya, artinya murid-murid yesus datang kepadanya di keesokan harinya tapi masih di hari roti raya roti tak beragi di tanggal 15, jadi saat ia merayakan paskah sudah masuk di hari kedua hari raya roti beragi yaitu, tanggal 16 nisaan.

Lukas memang tidak menyatakan perjamuan itu dilakukan siang atau malam hari, namun dari urutan pasal dan juga merujuk pada injil matius dan markus maka dapat diduga terjadi pada tanggal 16 s/d subuh]

Hari persiapan Sabat
  • 22:66 Dan setelah hari siang berkumpullah sidang para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu mereka menghadapkan Dia ke Mahkamah Agama mereka,
  • 23:44-45 Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar…
  • 23:46 Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.
  • 23:50. Adalah seorang yang bernama Yusuf. Ia anggota Majelis Besar, dan seorang yang baik lagi benar.
  • 23:52 Ia pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus.
  • 23:53 Dan sesudah ia menurunkan mayat itu, ia mengapaninya dengan kain lenan, lalu membaringkannya di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu, di mana belum pernah dibaringkan mayat.
  • 23:54 Hari itu adalah hari persiapan dan sabat hampir mulai.
  • 23:56 Dan setelah pulang, mereka menyediakan rempah-rempah dan minyak mur. (23-56b) Dan pada hari Sabat mereka beristirahat menurut hukum Taurat,
[semua peristiwa ini terjadi pada hari kedua hari raya roti beragi yaitu tanggal 16 pagi s/d menjelang malam, yang merupakan akhir dari tanggal 16 nisaan

Dikatakan ‘hari itu adalah hari persiapan, dan sabat hampir mulai’ artinya, tanggal 16 nisan adalah hari persiapan dan berakhir pada sore hari, jadi mulai dari malam hari sudah masuk tanggal 17 nisan, yaitu hari sabath

Hari sabat menurut penanggalan modern jatuh pada sabtu malam s/d minggu senja, jadi Yesus meninggal di hari Sabtu sore]

Hari pertama minggu itu setelah Sabat
  • 24:1-2. tetapi pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu mereka pergi ke kubur membawa rempah-rempah yang telah disediakan mereka. Mereka mendapati batu sudah terguling dari kubur itu,
[Jika mengikuti penanggalan modern, maka hari sabath jatuh pada sabtu malam s/d minggu senja, sehingga minggu pagi masih masuk pada hari sabath, tanggal 17 nisan malam s/d senja esok hari adalah hari sabath.

Tanggal 18 nisan, di mulai dari malam hari, dan juga merupakan hari pertama, jadi jatuh pada minggu malam s/d senin senja, artinya maria menengok kubur adalah di hari SENIN pagi.]

Injil Yohanes
Sebelum Paskah, ada hari raya dan kemudian ada perjamuan
  • 12:20. Di antara mereka yang berangkat untuk beribadah pada hari raya itu, terdapat beberapa orang Yunani.
  • 13:1. Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa.
  • 13:29 Karena Yudas memegang kas ada yang menyangka, bahwa Yesus menyuruh dia membeli apa-apa yang perlu untuk perayaan itu, atau memberi apa-apa kepada orang miskin.
  • 13:30 Yudas menerima roti itu lalu segera pergi. Pada waktu itu hari sudah malam.
  • 13:38 Jawab Yesus: "Nyawamu akan kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali."
  • 18:27 Maka Petrus menyangkalnya pula dan ketika itu berkokoklah ayam.
[Tidak banyak informasi yang kita dapat kecuali malam itu dilakukan perayaan, namun merujuk pada Matius, Markus dan Lukas, dan roti yang dimakan sebelum yudas pergi, maka itu adalah perayaan hari roti beragi, tidak jelas kapan apakah hari ke 1 atau ke-2, namun perayaan itu dilakukan di antara hari ke 1-2]

Hari persiapan Sabat
  • 18:28. Maka mereka membawa Yesus dari Kayafas ke gedung pengadilan. Ketika itu hari masih pagi. Mereka sendiri tidak masuk ke gedung pengadilan itu, supaya jangan menajiskan diri, sebab mereka hendak makan Paskah.
  • 18:39 Tetapi pada kamu ada kebiasaan, bahwa pada Paskah aku membebaskan seorang bagimu. Maukah kamu, supaya aku membebaskan raja orang Yahudi bagimu?"
  • 19:14 Hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua belas. Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: "Inilah rajamu!"
  • 19:30 Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.
  • 19:31. Karena hari itu hari persiapan dan supaya pada hari Sabat mayat-mayat itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib--sebab Sabat itu adalah hari yang besar--maka datanglah orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipatahkan dan mayat-mayatnya diturunkan.19:38. Sesudah itu Yusuf dari Arimatea--ia murid Yesus, tetapi sembunyi-sembunyi karena takut kepada orang-orang Yahudi--meminta kepada Pilatus, supaya ia diperbolehkan menurunkan mayat Yesus. Dan Pilatus meluluskan permintaannya itu. Lalu datanglah ia dan menurunkan mayat itu.
  • 19:41 Dekat tempat di mana Yesus disalibkan ada suatu taman dan dalam taman itu ada suatu kubur baru yang di dalamnya belum pernah dimakamkan seseorang.
  • 19:42 Karena hari itu hari persiapan orang Yahudi, sedang kubur itu tidak jauh letaknya, maka mereka meletakkan mayat Yesus ke situ.
[Hari perayaan roti beragi di hari ke-1/ke 2 belum berakhir s/d malam menjelang, jadi pagi hari s/d menjelang malam masih merupakan hari raya dan juga hari persiapan paskah sedangkan sabath mulai di malam harinya]

Menurut penanggalam modern sabtu adalah sabath, yang berlangsung sabtu malam s/d minggu senja, jadi Yesus meninggal di hari sabtu sore.]

Hari pertama minggu itu setelah Sabat
  • 20:1. Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur.
[Jika mengikuti penanggalan modern, maka hari sabath jatuh pada sabtu malam s/d minggu senja, sehingga minggu pagi masih masuk pada hari sabath, tanggal 17 nisan malam s/d senja esok hari adalah hari sabath.

Tanggal 18 nisan, di mulai dari malam hari, dan juga merupakan hari pertama, jadi jatuh pada minggu malam s/d senin senja, artinya maria menengok kubur adalah di hari SENIN pagi.]
________________________________________

Uraian Kematian di antara Dua sabat

Dari kronologis di atas, di dapat data-data sebagai berikut, Bulan ke-1:
  • Tanggal 14, Paskah [lihat di atas]
  • Tanggal 15, hari ke-1 hari raya roti tidak beragi [Imanat 23, Matius 26:2, 26:17-20; Markus 14:1, 14:12; Lukas 22:7-8, 22:39; Yohanes 12:20]
  • Tanggal 16, hari ke-2 hari raya roti tidak beragi dan juga hari persiapan sabath [Markus 15:33,42; Yohanes 18:28, 19:14, 31, 42; Lukas 23:14, 23:54; 56-56b; Matius 27 45, 51, 27:62-64]
  • Tanggal 17, hari ke-3 hari raya roti tidak beragi dan juga hari sabath regular [Lukas 23:56;56b]
  • Tanggal 18, hari ke-4 hari raya roti tidak beragi dan juga hari pertama setelah sabath regular [Matius 28:1-2; Markus 16:1-2; Lukas 24:1-2; Yohanes 20:1]
Yang kita ketahui adalah sabat pada penanggalan modern jatuh pada hari Sabtu, yaitu mulai dari sabtu malam s/d minggu senja. Berdasarkan itu dapat diketahui hari kematian Yesus pada versi hari modern yaitu:

  • Tanggal 18, Minggu malam - Senin senja, Hari pertama setelah Sabath, Pagi-pagi benar ketika hari masih gelapi Magdalena pergi ke kubur dan Yesus sudah tidak ada, jadi saat itu SENIN PAGI
  • Tanggal 17, Sabtu malam - Minggu senja, Hari Sabath
  • Tanggal 16, Jum’at malam - Sabtu senja, Yesus wafat jam 15.00, jadi saat itu SABTU SORE
  • Tanggal 15, Kamis malam – jum’at senja, Hari ke-1 Hari raya roti tak Beragi,
  • Tanggal 14, Rabu malam – Kamis senja, Hari Paskah Bulan ke 1
Berapa jumlah total hari dari mulai Yesus wafat s/d yesus tidak ada di kuburnya?

Alkitab mengenal perhitungan 1 hari = 12 jam dan tidak dilakukan pembulatan perhitungan hari menjadi 1 (satu Hari)

Yohanes 11:9 Jawab Yesus: "Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari?
kitab wahyu 11:9, ‘...tiga setengah hari lamanya’ dan 11:11, ‘Tiga setengah hari kemudian...’

Kalimat ‘1/2 (setengah) hari’ yang muncul pada kitab wahyu diatas memberikan petunjuk pada kita bahwa tidak ada pembulatan menjadi 1 (satu) hari, namun sesuai dengan yang terpakai/dipakai, jadi perhitungan hari/jamnya adalah sebagai berikut:
  • Tanggal 16, jam 15.00 sore s/d tanggal 17 jam 15.00 sore = 24 jam
  • Tanggal 17, jam 15.00 sore s/d tanggal 18, jam 03.00 pagi = 12 jam
  • Tanggal 18, jam 03.00 pagi s/d pagi-pagi (asumsi: jam 06.00 = 3 jam
Jadi total waktu kematian Yesus adalah, 39 jam.

Perhatikan:
Pilatus sendiri heran waktu mendengar bahwa Yesus sudah mati [Markus 15:44]. Dan kemudian 'Bangkai' Yesus dibawa oleh Yusuf, Anggota majelis besar, orang kaya dari arimatea, di 'kafani' dan dikubur di dalam taman/Bukit batu yang ada suatu kubur baru yang di dalamnya belum pernah dimakamkan seseorang

Untuk Jaman sekarang ini, kita bisa saksikan tekniknya lewat karya David Blaine, David Copperfield, Harry houdini dan masih banyak lagi lainnya

[Artikel kematian yesus di antara dua sabat yang berasal dari sumber kristen dapat anda lihat di sini].
________________________________________

Indikator alam yang dapat dipakai untuk kepastian tanggal dan tahun:
  • Gerhana di Bulan pertama [Matius 27:45, Markus 15:33, Lukas 23:34-35] dan
  • Gempa bumi yang terjadi dua kali yaitu sebelum (mat 27:51) dan sesudah (Mat 28:2) Paskah!
Adanya kejadian Gempa bumi adalah terlalu aneh untuk di abaikan oleh saksi..apalagi saat itu yang meninggal adalah Yesus !!!...jadi bukanlah suatu kejadian biasa, namun justru hanya tercatat di Injil Matius dan TIDAK di Injil lainnya. [Note:Berdasarkan catatan gempa dari situs ini, terdapat rekaman data kejadian gempa antara thn 0 -100, tidak satupun disebutkan di yerusalem! bahkan kemungkinan terjadinya gempa di laut matipun diragukan]

Berdasarkan Paul's Early Period: Chronology, Mission Strategy, Theology; Oleh Rainer Riesner; Diterbitkan oleh Wm. B. Eerdmans Publishing, 1998, hal. 50 dinyatakan bahwa:
  • Untuk tanggal 14 Nissan adalah Jum’at maka menurut penanggalan Masehi jatuh pada: 11 April 27, 07 April 30 dan 3 april 33
  • Untuk tanggal 15 Nisan adalah hari jum’at maka jatuh di penanggalan masehi adalah tangal: 11 April 27 dan 23 April 34
  • Khusus tanggal 11 April 27, tanggal 14 Nissaln jatuh antara hari kamis dan jum’at, sehingga belum tepat dikatakan Jum’at.
Informasi yang seragam yang di punyai ke 4 Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes adalah Yesus wafat di era Pontius Pilate sebagai wali daerah Yudea, yang memegang jabatan dari tahun 26 – 36 M.

Di Injil Lukas 3:1-2 dikatakan masa pelayanan Yohanes pembaptis adalah tahun ke 15 kaisar Tiberius. Kaisar ini memerintah setelah kematian kaisar Agustus pada tanggal 29 Agustus 14 M, sehingga pada tahun ke 15 adalah di 29 M dan Yesus sempat bertemu Yohanes Pembabtis di tahun 29 M

Injil Yohanes menyatakan bahwa Yesus setidaknya mengikuti 3 Paskah yang berbeda, sehingga setidaknya Yesus masih ada sampai tahun 32 M

Disini kita sudah bisa menggugurkan 2 pilihan tahun yaitu tahun 27 dan tahun 30

Pada masa jabatan Sejanus di Roma. Ia memerintahkan penekanan pada kaum yahudi di seluruh kerajaan romawi selama masa jabatanya pemerintahannya hingga ia meninggal pada tahun 32, kemudian setelah itu Tiberius membatalkan hukum itu. Hal ini sesuai dengan keadaan yang disebutkan di Injil dimana Pontius Pilate tidak mau menyalibkan Yesus karena tidak cukup Bukti:

  • Matius 27:24
    Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata: "Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!"
  • Lukas 23: 13,15, 20,22,
    Lalu Pilatus mengumpulkan imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin serta rakyat, dan berkata kepada mereka: "Kamu telah membawa orang ini kepadaku sebagai seorang yang menyesatkan rakyat. Kamu lihat sendiri bahwa aku telah memeriksa-Nya, dan dari kesalahan-kesalahan yang kamu tuduhkan kepada-Nya tidak ada yang kudapati pada-Nya. Dan Herodes juga tidak, sebab ia mengirimkan Dia kembali kepada kami. Sesungguhnya tidak ada suatu apapun yang dilakukan-Nya yang setimpal dengan hukuman mati….Sekali lagi Pilatus berbicara dengan suara keras kepada mereka, karena ia ingin melepaskan Yesus….Kata Pilatus untuk ketiga kalinya kepada mereka: "Kejahatan apa yang sebenarnya telah dilakukan orang ini? Tidak ada suatu kesalahanpun yang kudapati pada-Nya, yang setimpal dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya."
  • Markus 15:14-15, 26
    Lalu Pilatus berkata kepada mereka: "Tetapi kejahatan apakah yang telah dilakukan-Nya?" Namun mereka makin keras berteriak: "Salibkanlah Dia!". Dan oleh karena Pilatus ingin memuaskan hati orang banyak itu, ia membebaskan Barabas bagi mereka. Tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan…Dan alasan mengapa Ia dihukum disebut pada tulisan yang terpasang di situ: "Raja orang Yahudi".
  • Yohanes 18: 38b-39, 19:4, 7, 12-16b
    .. keluarlah Pilatus lagi mendapatkan orang-orang Yahudi dan berkata kepada mereka: "Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya. Tetapi pada kamu ada kebiasaan, bahwa pada Paskah aku membebaskan seorang bagimu. Maukah kamu, supaya aku membebaskan raja orang Yahudi bagimu?" …Pilatus keluar lagi dan berkata kepada mereka: "Lihatlah, aku membawa Dia ke luar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya."
    ..Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: "Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diri-Nya sebagai Anak Allah."
    …Sejak itu Pilatus berusaha untuk membebaskan Dia, tetapi orang-orang Yahudi berteriak: "Jikalau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.". Ketika Pilatus mendengar perkataan itu, ia menyuruh membawa Yesus ke luar, dan ia duduk di kursi pengadilan, di tempat yang bernama Litostrotos, dalam bahasa Ibrani Gabata. Hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua belas. Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: "Inilah rajamu!". Maka berteriaklah mereka: "Enyahkan Dia! Enyahkan Dia! Salibkan Dia!" Kata Pilatus kepada mereka: "Haruskah aku menyalibkan rajamu?" Jawab imam-imam kepala: "Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar!" . Akhirnya Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan.. Mereka menerima Yesus.
Dari bukti sejarah kerajaan romawi dan bukti 4 Injil, dapat dipastikan alasan menghukumyesus terpusat pada tiga alternatif:
  • Ia melepaskan hukuman itu menurut hukum Taurat karena kaum yahudi di Jerusalem pada masa itu dominan sehingga merupakan keputusan politik dan cultural pemerintaah romawi (lihat: The responsibility for the death of Jesus)
  • Pejabat pemerintahan juga mendapat sogokan, alasannya adalah apabila Yudas dapat disogok mengapa pejabat pemerintahan tidak?
  • Tuduhan Raja orang Yahudi, bukan sebagai metaphora kenabian namun sebagai tuduhan pemimpin pemberontakan terhadap kaisar yang berkuasa, hal ini disebutkan juga di hasil riset Dr Barbara Thiering mengenai naskah laut mati dan Nag Hammadi, dimana tertulis bahwa Maria Magdalena dulunya adalah seorang pejuang pembebasan penindasan Yahudi oleh Romawi., seorang militan yang setia dan bermusuhan dengan Roma hingga Yesus membujuknya untuk mengikutinya. Namun karena kejadian ini terjadi pada masa pemerintahan raja Caligula (37-41M) militerisme bangkit lagi. Kebutuhan akan kepahlawannan di perlukan untuk menghadapi tirani romawi. Mary kembali pada keadaan semua dan berteman dengan Helena dan Simon Magus di 44 M. Setelah melahirkan anak ke 3nya. Keretakan perkawinan ini berada diantara orang2 Kristen bersama Yesus dan pejuang pembebasan bersama Simon Magus. Mary meninggalkan perkawinan. Itu adalah saat dimana Paulus meletakan dasar praktek untuk bercerai di 1 Korintus 7:10-16
Berdasarkan catatan dari Tertullian di ‘Adversus Marcionem’ dari tradisi Romawi dikatakan bahwa periode penyalipan adalah tahun ke 20 pada masa jabatan Tiberius, sehingga saat wafatnya yesus adalah di tahun 33-34 M

Hasil perhitungan kita berdasarkan kronologis di alkitab didapat hasil:
  • Tanggal 18, Minggu malam - Senin senja, Hari pertama setelah Sabath, Pagi-pagi sekali Magdalena pergi ke kubur dan Yesus sudah tidak ada, jadi saat itu SENIN PAGI.
  • Tanggal 17, Sabtu malam - Minggu senja, Hari Sabath
  • Tanggal 16, Jum’at malam - Sabtu senja, Yesus wafat jam 15.00, jadi saat itu SABTU SORE
  • Tanggal 15, Kamis malam – jum’at senja, Hari ke-1 Hari raya roti tak Beragi,
  • Tanggal 14, Rabu malam – Kamis senja, Hari Paskah Bulan ke 1
Dari perhitungan di atas, tanggal 3 April 33 adalah tanggal 14 yang jatuh di hari Jum’at sedangkan kita memerlukan tanggal 15 Nisa yang jatuh di hari jum’at maka dari itu tahun 33 M dapat kita abaikan sehingga tersisa yaitu tanggal 23 April 34

Karena Alkitab menyebutkan bahwa kematian Yesus adalah di hari persiapan, maka itu jatuh di tanggal 16, sehingga kematian Yesus adalah 24 April 34 M pada jam 15:00 di hari Sabtu.

Ucapan /pesan terkahir Yesus pada Dunia yaitu :
  • Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Matius 27:46, Markus 15:34)
  • Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.".. (Lukas 23:46)
  • Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia: "Aku haus!". Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. Maka mereka mencucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus. Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai.".. (Yohanes 19:28-30)
________________________________________

Ciri-ciri agar berhak menyandang gelar Mesias adalah kisah Yunus

Perjanjian Lama Yunus 1:17
Maka atas penentuan TUHAN datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya.

Matius 12:38-40,
12:38. Pada waktu itu berkatalah beberapa ahli Taurat dan orang Farisi kepada Yesus: "Guru, kami ingin melihat suatu tanda dari pada-Mu. Tetapi jawab-Nya kepada mereka: "Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam.

Lukas 11:29-30,
Ketika orang banyak mengerumuni-Nya, berkatalah Yesus: "Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus menjadi tanda untuk orang-orang Niniwe, demikian pulalah Anak Manusia akan menjadi tanda untuk angkatan ini.

Markus 8:31, 9:31
8:31 Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.

Benarkah Yesus juga dibangkitkan setelah tiga hari?

Dari perhitungan kita di atas, didapat ringkasan sebagai berikut:
  • Tanggal 16, jam 15.00 sore s/d tanggal 17 jam 15.00 sore = 24 jam
  • Tanggal 17, jam 15.00 sore s/d tanggal 18, jam 03.00 pagi = 12 jam
  • Tanggal 18, jam 03.00 pagi s/d pagi-pagi (asumsi: jam 06.00 = 3 jam
Kenyataannya adalah belum sampai 2 hari dan dua malam

[Kembali]


Muhammad

[Qur'an 69:44-47] Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu.

Ia dinyatakan meninggal pada 8 Juni 632 di Madinah. Kedua kota tersebut terletak di daerah Hejaz (Arab Saudi saat ini).

________________________________________

Peta Jaman Muhammad

Selesai ibadah haji perpisahan di Mekah (Haji Wada, Dhul Hijjah 10 H/Maret 632 M), belum lama setelah kaum Muslimin tinggal di Medinah, Nabi mengeluarkan perintah supaya menyiapkan sebuah pasukan besar ke daerah Syam (Syira), dengan menyertakan kaum Muhajirin mula-mula, termasuk Abu Bakr dan Umar. Pasukan ini dipimpin oleh Usama bin Zaid bin Haritsah

[Lahir 615 M, usianya saat diangkat sebagai panglima pasukan pada 27/28 Safar 11H / 28 May 632M adalah 17/18 tahun]

Pengangkatan Usama dimaksudkan untuk menempati tempat ayahnya (Zaid bin Haritsah) yang gugur di pertempuran Mu'ta (629 M)

[Di perang Mut'ah, ikut pula Khalid bin Walid, sang Pedang Allah, Perang Mut'ah merupakan kekalahan pertama Khalid dalam sekian banyak perangnya, padahal sebelum masuk Islam, yaitu saat Ia berjuang bersama kaum Quraish (perang Uhud, 625 M), Ia mengalahkan Muhammad dan pasukannya].

Saat mereka sedang bersiap-siap itu tiba-tiba Rasulullah jatuh sakit, dan sakitnya makin keras juga, sehingga akhirnya tidak jadi mereka berangkat.

Keprihatinan mereka terhadap nabi adalah hal wajar karena Nabi tumben mengalami sakit, selama ini diketahui bahwa Nabi juga mengkonsumsi biji-bijian seperti yang diriwayatkan Anas bin Malik:

Rasullullah, sebelum melaksanakan (shalat) pada Idul fitri, Ia makan sejumlah biji. Anas juga mengatakan ‘Nabi biasanya memakan biji-bijian itu dalam jumlah ganjil [Bukhari 2.15.73]. Mengenai biji-bijian yang nabi merekomendasikan adalah:

Habbatus sauda:

  • Ibnu Abu Atiq: Hendaknya kalian memberinya habbatus sauda' (jintan hitam), ambillah 5 atau 7 biji, lalu tumbuklah hingga halus, setelah itu teteskanlah di hidungnya di sertai dengan tetesan minyak sebelah sini dan sebelah sini, karena sesungguhnya Aisyah pernah menceritakan kepadaku bahwa dia mendengar Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya habbatus sauda' ini adalah obat dari segala macam penyakit kecuali saam." Aku bertanya; "Apakah saam itu?" beliau menjawab: "Kematian.. [Bukhari no. 5255. Ibn Majjah no.3440]
  • Rasulullah SAW: "Dalam habbatus sauda' (jintan hitam) terdapat obat dari segala penyakit kecuali kematian." Ibnu Syihab berkata; "Maksud dari kematian adalah maut sedangkan habbatus sauda' adalah pohon syuniz." [Bukhari no.5256. Muslim no.4104 4105. Ahmad no.23916, 10217, 10416, 9892, 9668, 9666, 9665, 9177, 9107. Tirmidhi no.1964. Ibn Majjah no.3438]
Dan satunya lagi adalah Kurma ‘ajwa:
  • Nabi SAW: "Al 'Ajwah (kurma Nabi) beserta pohonnya [Ahmad no.14961, 19451] dan Syakhrah [Batu yang ada di Baitul Maqdis, Ahmad no.19455, 19729. Ibn Majjah no.3447] berasal dari surga. Rasullullah bersabda: Kam`ah (sejenis tumbuhan) adalah dari Al Manna dan Ajwah adalah (kurma) dari surga, ia merupakan penawar racun. [Ibn Majjah no.3446]. Rasullullah bersabda: Al 'Ajwah bersasal dari surga, di dalamnya mengandung kesembuhan untuk penyakit racun. Al Kam`ah dari Al Mann, airnya adalah kesembuhan bagi penyakit 'Ain [Tirmidhi no.1992, Ahmad no.9959]
  • Rasulullah berkata: ‘Barangsiapa setiap pagi mengkonsumsi 7 butir kurma 'Ajwa, maka pada hari itu ia akan terhindar dari racun dan sihir. [Bukhari no.5025, 5326, 5327, 5334. Muslim no.3814. Ahmad no.1488, 1365. Abu Dawud no.3378]
Pasukan yang siap perang batal berangkat karena Nabi sakit, menimbulkan pertanyaan bagi banyak pihak, terdapat beberapa alternative perkiraan mengenai hal ini:
  1. Kecintaan mereka pada Nabi yang tumben sakit berat, namun ini tidak masuk akal, karena tujuan perang ini adalah untuk kemuliaan Islam dan atas perintah nabi.
  2. Di kisahkan bahwa Nabi pada malam pertama nabi menderita sakit, tidak bisa tidur dan minta diantar Abu Muwayhiba mengunjugi Baqi'l-Gharqad, kuburan Muslim dekat Medinnah dan memintakan ampun untuk penghuni kubur sebelum sakit dan ada pilihan yang diberikan Allah, "Abu Muwayhiba, aku telah diberi anak kunci isi dunia ini serta kekekalan hidup di dalamnya, sesudah itu surga. Aku disuruh memilih ini atau bertemu dengan Tuhan dan surga." Nabi memilih bertemu Tuhan di surga. Namun riwayat ini disangsikan banyak pihak.
  3. Gerutu para pihak yang hendak berperang karena pengangkatan Usama bin Zaid bin Haritsha, mengingat dipasukan banyak para senior namun mereka tidak diangkat, ini juga tidak masuk akal, meningat perintah nabi adalah final dan persiapan terus dilakukan
  4. Berhubungan dengan makanan beracun yang disajikan oleh seorang wanita yahudi sewaktu penaklukan Khaibar 3 tahun sebelumnya yang menyebabkan kematian Bishr yang saat itu makan makanan yang sama bersama Nabi
Di rumah Maimunah sakitnya terasa kambuh lagi, dan terasa lebih keras lagi. Ketika itu dipanggilnya isteri-isterinya ke rumah Maimunah. Dan mengatakan bahwa akan dirawat dirumah Aisyah.

Pada hari-hari pertama ia jatuh sakit, demamnya sudah terasa makin keras, sehingga ia merasa seolah seperti dibakar. Ketika reda, ia sembahyang dan memimpin Shalat, karena beberapa protes atas penunjukan Usama sampai ketelinga Nabi maka ia memutuskan untuk menenangkan mereka

Dalam hal ini ia berkata kepada isteri-isteri dan keluarganya: "Tuangkan kepadaku tujuh kirbat air dari pelbagai sumur, supaya aku dapat menemui mereka dan berpesan kepada mereka."

Lalu dibawakan air dari beberapa sumur, dan setelah oleh isteri-isterinya ia didudukkan di dalam pasu kepunyaan Hafsha, ketujuh kirbat air itu disiramkan kepadanya Kemudian katanya: ‘Cukup. Cukup’.

Setelah duduk di atas mimbar mesjid Ia berkata: "Saudara-saudara. Laksanakanlah keberangkatan Usama itu Demi hidupku. Kalau kamu telah banyak bicara tentang kepemimpinannya, tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga kamu banyak bicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan."

    Nabi SAW mengutus satu pasukan dan mengangkat Usamah bin Zaid sebagai pemimpin mereka. Lalu sebagian orang ada yang mencela kepemimpinannya, maka Nabi SAW bersabda: "Kalian mencela kepemimpinannya?. Sungguh sebelum ini kalian pernah pula mencela kepemimpinan ayahnya. Demi Allah, sungguh dia patut memegang kepemimpinan karena dia adalah manusia yang paling aku cintai dan sekarang, (Usamah) adalah manusia yang paling aku cintai setelah (ayah) nya". [Bukhari no.3451, 3919, 4108, 4109, 6137, 6650. Muslim no.4452, 4453. Tirmidhi no.3752, Ahmad no.5622]
Ia kembali ke rumah Aisyah. sakitnya terasa lebih berat lagi, tatkala keesokan harinya ia berusaha hendak bangun memimpin sembahyang seperti biasanya, ternyata ia sudah tidak kuat lagi. Ketika itulah ia berkata: "Suruh Abu Bakr memimpin orang-orang sembahyang." Kemudian Abu Bakr datang memimpin sembahyang seperti diperintahkan oleh Nabi.

Tatkala sakitnya sudah makin keras, panas demamnya makin memuncak, isteri-isteri dan tamu-tamu yang datang menjenguknya, bila meletakkan tangan di atas selimut yang dipakainya, terasa sekali panas demam yang sangat meletihkan itu. Dan Fatimah puterinya, setiap hari datang menengok. Karena panas demam yang tinggi itu, sebuah bejana berisi air dingin diletakkan disampingnya. Sekali-sekali ia meletakkan tangan ke dalam air itu lalu mengusapkannya ke muka.

Suatu hari sahabat-sahabatnya berusaha hendak meringankan penderitaannya itu dengan mengingatkan kepada nasehat-nasehatnya, bahwa orang yang menderita sakit jangan mengeluh. Ia menjawab, bahwa apa yang dialaminya dalam hal ini lebih dari yang harus dipikul oleh dua orang. Dalam keadaan sakit keras serupa itu dan di dalam rumah banyak orang, ia berkata: "Bawakan dawat dan lembaran, akan ku tuliskan surat buat kamu, supaya sesudah itu kamu tidak lagi akan pernah sesat."

Dari orang-orang yang hadir ada yang berkata, bahwa sakit Rasulullah s.a.w. sudah sangat gawat; pada kita sudah ada Qur'an, maka sudah cukuplah dengan Kitabullah itu. Ada yang menyebutkan, bahwa Umarlah yang mengatakan itu. Di kalangan yang hadir itu terdapat perselisihan. Ada yang mengatakan: ‘Biar dituliskan, supaya sesudah itu kita tidak sesat. Ada pula yang keberatan karena sudah cukup dengan Kitabullah.’ Setelah melihat pertengkaran itu, Muhammad berkata: "Pergilah kamu sekalian! Tidak patut kamu berselisih di hadapan Nabi."

Tetapi Ibn 'Abbas masih berpendapat, bahwa mereka membuang waktu karena tidak segera menuliskan apa yang hendak dikatakan oleh Nabi. Sebaliknya Umar masih tetap dengan pendapatnya, bahwa dalam Kitab Suci Tuhan berfirman: "Tiada sesuatu yang Kami abaikan dalam Kitab itu." [Qur'an, 6:38]

    Haekal tidak menyebutkannya, namun hadis Bukhari dan Muslim memberikan informasi yang lebih akurat mengenai apa yang hendak disampaikan nabi, sebagaimana diriwayatkan di riwayatkan Ibn Abbas:

    ‘Kamis! Betapa mengenangkannya kamis itu! Penyakit nabi semakin memburuk dan ia berkata, “ambilkan aku sesuatu untuk kutuliskan agar kaliant tidak tersesat” Orang-orang yang hadir disana berbeda pendapat mengenai ini, tidak pantas berbeda pendapat di depan nabi. Beberapa berkata, ‘Ada apa dengannya? Apakah sakitnya serius? Tanyailah ia”. Jadi mereka bertanya pada Nabi untuk bertanya lagi. Nabi berkata, ‘Tinggalkan aku, keadaan ku lebih baik dari apa yang kalian bicarakan” Kemudian ia perintahkan mereka untuk melakukan tiga hal. Ia berkata ‘

    1. Usir orang2 Pagan keluar dari jazirah arab; [Sahih Muslim 13:4014, Said bin Jubair menggunakan kata Politeis; Sahih Muslim 19:4366, diriwayatkan 'Umar b. al-Khattib bahwa Ia mendengar Nabi berkata, ‘Aku usir Yahudi dan Nasrani dari Jaizirah arab dan hanya ada Muslim; Abu dawud vol 2 no 2999: Mengusir Yahudi dari Medina; Abu dawud vol 2 no 3023, 3024, 3026: Mengusir Politeis]
    2. Hormati dan beri bingkisan pada delegasi asing seperti engkau lihat bagaimana aku berhadapan dengan mereka” [Sahih Muslim 13:4014, Said bin Jubair menggunakan kata hormatilah para delegasi asing]
    3. Said bin Jubair, yang ikut meriwayatkan berkata bahwa Ibn Abbas tetap diam mengenai perintah ketiga, atau ia katakan, ‘saya lupa)

    Ya'qub bin Muhammad berkata, "Aku Tanya pada Al-Mughira bin 'Abdur-Rahman mengenai Jazirah arab dan ia berkata, 'Itu terdiri dari Mekkah, media, Al-Yama-ma dan Yemen." Ya'qub menambahkan , "dan Al-Arj, the beginning of Tihama." [Sahih Bukhari 4:52:288, Ucapan sejenis tercatat juga di Sahih Bukhari 4:53:393Sahih Bukhari 5:59:716]
Berita sakitnya Nabi yang bertambah keras itu telah tersiar dari mulut ke mulut, sehingga akhirnya Usama dan anak buahnya yang ada di Jurf itu turun pulang ke Medinah. Bila Usama kemudian masuk menemui Nabi di rumah Aisyah, Nabi sudah tidak dapat berbicara. Tetapi setelah dilihatnya Usama, ia mengangkat tangan ke atas kemudian meletakkannya kepada Usama sebagai tanda mendoakan.

Melihat keadaannya yang demikian keluarganya berpendapat hendak membantunya dengan pengobatan. Asma' - salah seorang kerabat Maimunah - telah menyediakan semacam minuman, yang pernah dipelajari cara pembuatannya selama ia tinggal di Abisinia. Tatkala Nabi sedang dalam keadaan pingsan karena demamnya itu, mereka mengambil kesempatan menegukkan minuman itu ke mulutnya. Bila ia sadar kembali ia bertanya: "Siapa yang membuatkan ini? Mengapa kamu melakukan itu?"

"Kami kuatir Rasulullah menderita sakit radang selaput dada," kata 'Abbas pamannya.

"Allah tidak akan menimpakan penyakit yang demikian itu kepadaku."

Kemudian disuruhnya semua yang hadir dalam rumah - supaya meminum obat itu, tidak terkecuali Maimunah meskipun sedang berpuasa.

Malam itu Muhammad dalam keadaan tenang. Panas demamnya sudah mulai turun, sehingga seolah karena obat yang diberikan keluarganya itulah yang sudah mulai bekerja dan dapat melawan penyakitnya. Sampai-sampai karena itu ia dapat pula di waktu subuh keluar rumah pergi ke mesjid dengan berikat kepala dan bertopang kepada Ali b. Abi Talib dan Fadzl bin'l-'Abbas. Abu Bakr waktu itu sedang mengimami orang-orang bersembahyang. Setelah kaum Muslimin yang sedang melakukan salat itu melihat Nabi datang, karena rasa gembira yang luarbiasa, hampir-hampir mereka terpengaruh dalam sembahyang itu. Tetapi Nabi memberi isyarat supaya mereka meneruskan salatnya.

Selesai sembahyang ia menghadap kepada orang banyak, Melihat tanda-tanda kesehatan Nabi yang bertambah maju, bukan main gembiranya kaum Muslimin, Usama b. Zaid datang menghadap kepadanya dan minta ijin akan membawa pasukan ke Syam, Abu Bakr berangkat pergi ke Sunh di luar kota Medinah – memberi giliran kepada isterinya, Bint Kharija . Umar dan Ali pergi dengan urusannya masing-masing. Kaum Muslimin sudah mulai terpencar-pencar lagi.

Ia kembali pulang ke rumah Aisyah. Setelah memasuki rumah, tiap sebentar tenaganya bertambah lemah juga. Ia minta disediakan sebuah bejana berisi air dingin dan dengan meletakkan tangan ke dalam bejana itu ia mengusapkan air ke wajahnya; dan bahwa ada seorang laki-laki dari keluarga Abu Bakr datang ke tempat Aisyah dengan sebatang siwak di tangannya. Muhammad memandangnya demikian rupa, yang menunjukkan bahwa ia menginginkannya. Oleh Aisyah benda yang di tangan kerabatnya itu diambilnya, dan setelah dikunyah (ujungnya) sampai lunak diberikannya kepada Nabi. Kemudian dengan itu ia menggosok dan membersihkan giginya. Sementara ia sedang dalam sakratulmaut, ia menghadapkan diri kepada Allah sambil berdoa, "Allahumma ya Allah! Tolonglah aku dalam sakratulmaut ini."

Aisyah berkata - yang pada waktu itu kepala Nabi berada di pangkuannya, "Terasa olehku Rasulullah s.a.w. sudah memberat di pangkuanku. Kuperhatikan air mukanya, ternyata pandangannya menatap ke atas seraya berkata, "Ya Handai Tertinggi dari surga."

"Kataku, 'Engkau telah dipilih maka engkau pun telah memilih. Demi Yang mengutusmu dengan Kebenaran.' Maka Rasulullah pun berpulang sambil bersandar antara dada dan leherku dan dalam giliranku. Aku pun tiada menganiaya orang lain. Dalam kurangnya pengalamanku dan usiaku yang masih muda, Rasulullah s.a.w. berpulang ketika ia di pangkuanku. Kemudian kuletakkan kepalanya di atas bantal, aku berdiri dan bersama-sama wanita-wanita lain aku memukul-mukul mukaku."

Benarkah Muhammad sudah meninggal?

Itulah yang masih menjadi perselisihan orang ketika itu, sehingga hampir-hampir timbul fitnah di kalangan mereka dengan segala akibat yang akan menjurus kepada perang saudara.

Kisah meninggalnya Muhammad versi Husain Haekal tidak menyebutkan mengapa seseorang yang berusia 62/63 tahun, berbadan sehat, mempunyai lebih dari 20 Wanita sebagai Istri/Gundik dan Budak, tidak pernah menderita sakit dan masih melakukan perang melawan Negara lain tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal tidak lama kemudian.

Apakah penyebab meninggalnya Nabi?

Penelusuran berdasarkan Sirat, Tulisan kalangan Muslim dan Hadis Sahih sunni mengungkapkan cukup fakta meninggalnya Nabi yang menunjuk pada satu kejadian di setelah berakhirnya perang Khaibar [tahun 628 M/7 H]. Pada February 629 M, Nabi dan kaum Muslimin melaksanakan Umratul Qadha’. Jadi terdapat jarak 3 tahun empat bulan antara Umratul Qadha’ dan wafatnya Nabi. Berikut petikannya:

[Abdallha Abd Al-Fadi, Is The Koran Infallible, Pg. 378-381, mengutip Al-Baidawi]
Ketika kaybar telah ditaklukan dan masyarakat sudah tenang, Zainab Bint al-Harith, Istri dari Salam Ibn Mishkam, bertanya pada beberapa orang mengenai bagian mana dari domba yang paling disukai nabi. Mereka memberitahukannya, ‘kaki depan, dan paha atas adalah bagian terbaiknya’. Ia kemudian menyembelih seekor domba dan memotong-motongnya. Kemudian Ia ambil racun mematikan yang dapat membunuh dengan seketika, membubuhkannya pada daging domba, dan membubuhkan lebih banyak lagi pada bagian kaki dan paha.

Ketika Matahari terbenam, Muhammad memimpin Sholat. Setelah selesai sholat dan hendak pergi, Zainab berkata pada nabi, ‘ Oh Abu al-Qasim, aku punya hadiah untuk mu’. Nabi kemudian meminta beberapa sahabat mengambil persembahan itu dan diletakan dihadapan Muhammad dan para sahabat, diantaranya terdapat Bishr Ibn al-Bara' Ibn Ma'rur. Muhammad berkata pada mereka, ‘Ayo kemari dan duduklah’. Muhammad mengambil bagian kaki dan memakanya. Ketika Muhammad telah menelannya, Bishr juga telah menelannya dan para sahabat yang lain juga memakannya. Muhammad berkata, ‘Angkat tanganmu; Daging kaki dan paha ini berkata bahwa mereka telah dibubuhi racun. Bishr berkata, ‘Demi Allah yang menyayangimu, Aku pun merasakan yang sama. Tapi ngga ku muntahkan karena dapat mengacaukan selera makan anda

Ketika engkau makanan itu ada di mulutmu, Aku juga tidak berharap engkau menelannya”. [Satu pendapat mengatakan] Bishr wafat kemudian di sana. Sisa daging itu di lemparkan kepada anjing, kemudian anjing itu mati. Pendapat lainnya mengatakan bahwa (bishr) warnanya berubah hitam setelah mengalami kesakitan selama dua tahun, ketika ia meninggal. Juga dikatakan bahwa Muhammad menggigit daging domba itu, mengunyahnya dan memuntahkannya kemudian sementara Bishr memakan bagiannya. Kemudian Muhammad mengirimkan yahudi2 dan bertanya pada Zainab, ‘Apa benar kau meracuni domba ini?’

Ia berkata, ‘Engkau punya suatu kegemaran ketika engkau menghakimi mereka yang tidak setia padamu. Engkau bunuh Ayahku, pamanku dan saudaraku..jadi aku berkata, ‘Jika Ia adalah raja, maka aku akan membebaskan kami dari mu, dan jika Dia adalah Nabi, Ia tentu akan merasakannya’ Ada yang mengatakan bahwa Nabi memaafkannya sementara yang lainnya mengatakan bahwa Ia memerintahkan agar Zainab di hokum mati dan disalib. Ketika Muhammad sakit di menjelang wafatnya, Ia berkata pada Aisha, ‘Aisha, Aku masih merasakan effect makan beracun yang aku makan. Sekarang saat kematianku akibat racun itu’ ketika kakak Bishr hadir menjenguknya, Nabi mengatakan padanya, Ini adalah saat kematianku karena makanan yang aku makan bersama kakakmu di Khaybar’

hadis:
Riwayat Abdurrahman - Sufyan - Al A'masy - Abdullah bin Murrah - Abu Al Ahwash dari Abdullah bin Mas'ud: Sungguh aku bersumpah 9x bahwa Rasulullah SAW terbunuh, lebih aku sukai dari pada aku bersumpah 1x bahwa beliau tidak akan terbunuh. Hal itu karena Allah mengambilnya sebagai Nabi dan menjadikanya sebagai saksi. Lalu aku berkata; Lalu aku menyebutkan hal itu kepada Ibrahim, ia pun berkata; Mereka melihat dan mengatakan bahwa orang yahudi pernah meracuni beliau beserta Abu Bakar [Ahmad no.3925, 3679, 3435]

Kisahnya sebagai berikut:
Ketika kaybar telah ditaklukan dan masyarakat sudah tenang, Zainab Bint al-Harith, Istri dari Salam Ibn Mishkam, bertanya pada beberapa orang mengenai bagian mana dari domba yang paling disukai nabi. Mereka memberitahukannya, ‘kaki depan, dan paha atas adalah bagian terbaiknya’. Ia kemudian menyembelih seekor domba dan memotong-motongnya. Kemudian Ia ambil racun mematikan yang dapat membunuh dengan seketika, membubuhkannya pada daging domba, dan membubuhkan lebih banyak lagi pada bagian kaki dan paha.

Ketika Matahari terbenam, Nabi Muhammad memimpin Sholat. Setelah selesai sholat dan hendak pergi, Zainab berkata pada nabi, ‘ Oh Abu al-Qasim, aku punya hadiah untuk mu’. Nabi kemudian meminta beberapa sahabat mengambil persembahan itu dan diletakan dihadapan Nabi Muhammad dan para sahabat, diantaranya terdapat Bishr Ibn al-Bara' Ibn Ma'rur. Nabi Muhammad berkata pada mereka, ‘Ayo kemari dan duduklah’. Nabi Muhammad mengambil bagian kaki dan memakanya. Ketika Nabi Muhammad telah menelannya, Bishr juga telah menelannya dan para sahabat yang lain juga memakannya. Nabi Muhammad berkata, ‘Angkat tanganmu; Daging kaki dan paha ini berkata bahwa mereka telah dibubuhi racun. Bishr berkata, ‘Demi Allah yang menyayangimu, Aku pun merasakan yang sama. Tapi ngga ku muntahkan karena dapat mengacaukan selera makan anda

Ketika engkau makanan itu ada di mulutmu, Aku juga tidak berharap engkau menelannya”. [Satu pendapat mengatakan] Bishr wafat kemudian di sana. Sisa daging itu di lemparkan kepada anjing, kemudian anjing itu mati. Pendapat lainnya mengatakan bahwa (bishr) warnanya berubah hitam setelah mengalami kesakitan selama dua tahun, ketika ia meninggal. Juga dikatakan bahwa Nabi Muhammad menggigit daging domba itu, mengunyahnya dan memuntahkannya kemudian sementara Bishr memakan bagiannya. Kemudian Nabi Muhammad mengirimkan yahudi2 dan bertanya pada Zainab, ‘Apa benar kau meracuni domba ini?’

Ia berkata, ‘Engkau punya suatu kegemaran ketika engkau menghakimi mereka yang tidak setia padamu. Engkau bunuh Ayahku, pamanku dan saudaraku..jadi aku berkata, ‘Jika Ia adalah raja, maka aku akan membebaskan kami dari mu, dan jika Dia adalah Nabi, Ia tentu akan merasakannya’ Ada yang mengatakan bahwa Nabi memaafkannya sementara yang lainnya mengatakan bahwa Ia memerintahkan agar Zainab di hokum mati dan disalib. Ketika Nabi Muhammad sakit di menjelang wafatnya, Ia berkata pada Aisha, ‘Aisha, Aku masih merasakan effect makan beracun yang aku makan. Sekarang saat kematianku akibat racun itu’ ketika kakak Bishr hadir menjenguknya, Nabi mengatakan padanya, Ini adalah saat kematianku karena makanan yang aku makan bersama kakakmu di Khaybar’ [Abdallha Abd Al-Fadi, Is The Koran Infallible, Pg. 378-381, mengutip Al-Baidawi]

Riwayat Qutaibah - Al Laits - Sa'id bin Abu Sa'id - Abu Hurairah: ketika Khaibar ditaklukkan, Rasulullah SAW diberi hadiah seekor kambing beracun. Rasulullah SAW bersabda: 'Tolong kumpulkanlah orang-orang Yahudi yang ada di sini.' Maka mereka dikumpulkanlah di hadapan beliau. Lalu Rasulullah SAW bersabda: 'Saya akan bertanya kepada kalian tentang sesuatu, apakah kalian akan menjawab dengan jujur? ', mereka menjawab; 'Ya,..Rasulullah SAW: 'Siapakah penghuni neraka? ' Mereka menjawab; 'Kami berada di dalamnya sebentar dan kemudian baginda menggantikan kami di dalamnya.' Maka Rasulullah SAW berkata kepada mereka: Terhinalah kalian di dalamnya, demi Allah kami tidak akan menggantikan kalian di dalamnya selamanya."..Lalu Rasulullah SAW: "Apakah kalian membubuhi racun pada (daging) kambing tersebut?" Mereka menjawab; "Ya, " beliau bertanya: "Apa yang menyebabkan kalian berbuat demikian?" Mereka menjawab; "Kami ingin terbebas jika tuan seorang pembohong dan jika baginda benar seorang Nabi maka (racun itu) tidak bakalan mencelakai tuan" [Bukhari no.5332, 2933, 3918 atau Bukhari 4.53.394, 5.59.551, 7.71.669. Abu dawud no.3910]

Riwayat 'Abdullah bin 'Abdul Wahhab - Khalid bin Al Harits - Su'bah - Hisyam bin Zaid - Anas bin Malik: bahwa, ada seorang wanita Yahudi yang datang menemui Nabi SAW dengan membawa seekor kambing yang telah diracun lalu Beliau memakannya. Kemudian wanita itu diringkus dengan bukti daging tersebut dan dikatakan; "Tidak sebaiknyakah kita bunuh saja?" Beliau menjawab: "Jangan". Sejak itu aku senantiasa aku melihat bekas racun tersebut pada anak lidah Rasulullah SAW. [Bukhari no.2424]

"Diriwayatkan 'Aisha: Nabi SAW ketika sakit yang menyababkan kematiannya, kerap berkata, "O Aisha! Aku masih merasakan sakit akibat makanan yang aku makan di Khaibar, dan sekarang ini Aku rasakan nadiku di iris racun itu" (وَقَالَ يُونُسُ عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ عُرْوَةُ قَالَتْ عَائِشَةُ ـ رضى الله عنها ـ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ ‏ "‏ يَا عَائِشَةُ مَا أَزَالُ أَجِدُ أَلَمَ الطَّعَامِ الَّذِي أَكَلْتُ بِخَيْبَرَ، فَهَذَا أَوَانُ وَجَدْتُ انْقِطَاعَ أَبْهَرِي مِنْ ذَلِكَ السَّمِّ) [Bukhari 5.59.713]

Riwayat Yahya bin Habib Al Haritsi - Khalid bin Al Harits - Syu'bah - Hisyam bin Zaid - Anas bin malik: bahwa seorang perempuan Yahudi mengantarkan daging yang telah dibubuhi racun kepada Nabi SAW, lalu beliau makan sebagian. Kemudian perempuan itu dipanggil ke hadapan Rasulullah SAW, lalu beliau menanya kepadanya tentang racun itu. Jawabnya; 'Aku sengaja hendak membunuh Anda.' Sabda Nabi SAW: 'Tidak mungkin Allah akan memberi wewenang kepadamu untuk berbuat demikian.'..Kata Anas selanjutnya; 'Kami melihat jelas bekas racun itu kelihatan di leher Rasulullah SAW' [Muslim no.4060. Juga di Abu Dawud no.3090]

Riwayat Muhammad bin Basysyar - Abu Daud - Zuhair - Abu Ishaq - Sa'd bin 'Iyadl - Abdullah bin Mas'ud: "Nabi SAW menyukai paha kambing." Ia berkata, "Pernah paha kambing diberi racun, dan beliau melihat bahwa yang orang-orang Yahudi yang telah meracuninya." [Abu Dawud no.3287. Ahmad no.3545, 3546, 3589]

Wahb bin Baqiyyah - Khalid - Muhammad bin Amru - Abu Salamah bahwa Rasulullah SAW pernah diberi hadiah kambing panggang oleh seorang wanita Yahudi Khaibar yang ditaburi racun pada daging kambing panggang. Kemudian ia menghadiahkan daging itu kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW lantas mengambil lengan kambing tersebut dan memakannya bersama para sahabatnya. Ia (perawi) berkata, "Bisyr bin Al Bara bin Ma'rur Al Anshari meninggal dunia (karena makan daging kambing), maka Rasulullah mengutus seseorang untuk menjemput wanita Yahudi tersebut. Beliau bersabda: "Apa yang mendorongmu untuk melakukan itu?"..wanita Yahudi itu menjawab, "Dalam hati aku berkata, 'Jika dia memang seorang Nabi maka dia tidak akan mendapatkan bahaya, tetapi jika bukan seorang Nabi maka kami dapat beristirahat darinya'..Rasulullah SAW kemudian memerintahkan supaya wanita itu dihukum, maka wanita itu pun dibunuh. Namun ia tidak menyebutkan tentang cerita bekam." [Abu Dawud no.3911, 3912 (di bagian akhir ada tambahan kalimat: Kemudian Nabi SAW berkata pada saat sakit yang membawanya kepada kematian: "Aku masih merasakan apa yang pernah aku makan di Khaibar, dan sekarang adalah waktu terputusnya punggungku/nadiku")]

Riwayat Makhlad bin Khalid - Abdurrazaq - Ma'mar - Az Zuhri - Ibnu Ka'b bin Malik - Bapaknya: "Ummu Mubasysyir berkata kepada Nabi SAW pada saat sakit yang menghantarkan beliau kepada kematian, "Apa yang engkau keluhkan ya Rasulullah? Aku tidak mengeluhkan apapun atas anakku kecuali daging kambing beracun yang ia makan bersamamu waktu di Khaibar." Nabi SAW menjawab: "Aku juga tidak mengeluhkan apapun selain daging kambing beracun itu, dan sekarang adalah waktu terputusnya nadiku" Abu Dawud: "Barangkali Abdurrazaq menceritakan hadits ini secara mursal dari Ma'mar - Az Zuhri - Nabi SAW. Dan barangkali ia juga menceritakan hadits dari Az Zuhri - 'Abdurrahman bin Ka'b bin Malik." Abdurrazaq menyebutkan bahwa Ma'mar menceritakan hadits ini kepada mereka sekali waktu secara mursal. Namun, sekali waktu mereka yang menulisnya sedangkan dia menceritakannya kepada mereka. Dan semua itu menurut kami shahih" Abdurrazaq berkata: "Ketika Ibnul Mubarak datang kepada Ma'mar, maka Ma'mar menyandarkan kepada Ibnu Mubarak beberapa hadits yang ia mauqufkan." Riwayat Ahmad bin Hanbal - Ibrahim bin Khalid - Rabah - Ma'mar - Az Zuhri - 'Abdurrahman bin Abdullah bin ka'b bin malik - ibunya Ummu Mubasysyir. Abu Sa'id Ibnul A'rabi berkata; demikian ia berkata dari ibunya. Namun yang benar adalah; dari bapaknya, dari Ummu Mubasysyir, ia berkata, "Aku masuk menemui Nabi SAW... lalu ia menyebutkan sesuai makna hadits Makhlad bin Khalid, seperti hadits Jabir. Ia (perawi) berkata, "Bisyr Ibnul Bara bin Ma'rur meninggal, maka beliau mengutus seseorang kepada wanita Yahudi tersebut. Beliau bertanya: "Apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?" -lalu ia menyebutkan seperti hadits Jabir - Rasulullah SAW lalu memerintahkan untuk menghukum wanita tersebut, maka wanita itu pun dibunuh." [Abu Dawud no. 3913]

Rasullullah berkata selama sakitnya yang mengakitkan kematiannya – ibu Bishr datang menjenguknya – "Umm Bishr, pada saat ini aku merasa aorta (urat nadi) ku dirobek akibat makanan yang kumakan bersama putramu di Kaibar. [Tabari, Vol.8, hal. 124]

Riwayat Suraij -'Abbad - Hilal - Ikrimah - Ibnu Abbas: bahwa seorang wanita dari kaum Yahudi memberi hadiah kepada Rasulullah SAW berupa (daging) kambing yang telah diracun. Lalu beliau mengirim utusan kepadanya, untuk menanyakan kepadanya; "Apa yang mendorongmu untuk melakukan apa yang telah engkau perbuat ini?" ia menjawab; "Aku mau." Atau ia berkata; "Aku ingin, bila engkau seorang nabi, maka Allah akan memberitahumu tentang itu, namun bila engkau bukan nabi, aku akan menentramkan manusia darimu." [Ahmad no.2648, 2649]

Ibn Sa'd biography, the "Kitab al-Tabaqat al-Kabir" (Book of the Major Classes), Volume 2:
Umm Bishr, datang kepada sang Nabi waktu Nabi sedang menderita sakit dan berkata, ‘O Rasul Allah! Aku tidak pernah melihat demam seperti ini.’ Sang Nabi berkata padanya, Jika cobaan kita dua kali lipat beratnya, maka anugrah kita di surga pun jadi dua kali lipat pula. Apa yang orang2 katakan tentang penyakitku? Dia (Umm Bishr) berkata, ’Mereka bilang itu pleurisy.’ Karena itu sang Rasul berkata, ‘Allah tidak akan membuat RasulNya menderita seperti itu (pleurisy) karena itu tanda kemasukan Setan, tapi (rasa sakitku adalah akibat) daging yang kumakan bersama-sama dengan anak lakimu. Racun itu telah memotong urat merihku.’

Ibn Sa'd halaman 251, 252:
Ketika Rasul Allah mengalahkan Khaibar dan dia merasa lapar, Zaynab Bint al-Harith (Bint al-Harith adalah saudara laki Marhab), yang merupakan istri dari Sallam Ibn Mishkam bertanya, ‘Bagian kambing manakah yang disukai Muhammad?’ Mereka berkata, ’Kaki depan.’ Maka dia pun memotong satu dari kambing2nya dan memasak (dagingnya). Lalu dia membubuhi racun yang sangat kuat. Rasul Allah mengambil kaki depan kambing, dia memasukkan sepotong daging ke dalam mulutnya. Bishr mengambil sepotong tulang dan memasukannya ke dalam mulutnya. Ketika Rasul Allah memakan sepotong daging, Bishr memakan daging kambingnya dan orang2 lain pun makan daging kambing itu. Lalu Rasul Allah berkata, ‘Tahan tangan2 kalian! Karena kaki depan kambing ini memberitahuku bahwa ia diracuni. Mendengar itu Bishr berkata, Demi Dia yang membuatmu besar! Aku ketahui akan hal itu dari daging yang kumakan. Tiada yang mencegahku untuk memuntahkannya, karena aku tidak mau membuat makananmu tampak tidak enak. Ketika kau memakan daging yang tadi ada di mulutmu, aku tidak mau hidup jika kau tidak selamat, dan kukira kau tidak akan memakannya jika memang ada sesuatu yang salah.

Bishr tidak beranjak dari tempat duduknya tapi warna kulitnya berubah jadi ‘taylsan’ (warna kain hijau) Rasul Allah menyuruh memanggil Zaynab dan berkata padanya, ‘Apa yang membuatmu melakukan apa yang kau telah lakukan?’ Dia menjawab, ‘Kau telah lakukan pada masyarakatku apa yang telah kau lakukan. Kau telah membunuh ayahku, pamanku, suamiku, aku berkata pada diriku sendiri, ‘Jika kau adalah seorang nabi, kaki depan itu akan memberitahumu, dan yang telah berkata, ‘Jika kau seorang raja, kami akan mengenyahkanmu.’

Rasul Allah hidup sampai tiga tahun setelah itu sampai racun itu menyebabkan rasa sakit sehingga beliau wafat. Selama sakitnya dia biasa berkata,’Aku tidak pernah berhenti mengamati akibat dari daging (beracun) yang kumakan di Khaibar dan aku menderita beberapa kali (dari akibat racun itu) tapi sekarang kurasa tiba saatnya batang nadiku terputus.’

Kalau benar Nabi Keracunan Mengapa Nabi lama sekali baru wafat dibandingkan dengan Bishr?

Ada beberapa hal yang patut dilihat di sini, yaitu:

  • Terdapat riwayat bahwa Bishr tidak mati seketika namun 2 tahun dan juga mengalami kesakitan selama itu.
  • Nabi mempunyai kebiasaan memakan 7 butir ‘Ajwa [dan mungkin juga Habbatus sauda] yang mengakibatkan daya tahan tubuhnya lebih kuat dari lainnya
Kemudian, terdapat pendapat lain yang juga menyatakan bahwa nabi wafat karena keracunan, yaitu dari kalangan Syiah. Mereka tidak menuduhkan pelakunya adalah Zainab Binti Al-Harith, namun justru Aisyah dan Hafsa!

Pembunuhan Nabi Muhammad (SAW)

[..]

Ada sejumlah tradisi dari sumber Syiah dan Bakri tentang keterlibatan Aisyah dan Hafsah dalam pembunuhan Nabi Muhammad (SAW) seperti yang sebelumnya dinyatakan oleh Syekh dalam banyak ceramah. Namun, agar kita mengutip sumber-sumber tradisi-tradisi ini, Adalah mungkin lebih baik melihat ayat berikut ini dahulu.

"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau (aw) dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (AQ Al-Imran 3:144).

Jika kita perhatian bagian ini: "Jika Ia wafat atau dibunuh" Kami temukan bahwa itu menegaskan bahwa Nabi (SAW) tidak wafat alami. Sebaliknya, itu menegaskan bahwa ia dibunuh. Alasannya bahwa kata penghubung (aw) di ayat ini berarti "bahkan (rather)" Dalam bahasa Arab, terkadang (aw) menunjukkan ketidakpastian dan probabilitas. Dalam konteks lain, menyatakan koreksi.

Karena mustahil bahwa setiap orang harus mencurigai firman Allah, karena Dia memiliki wawasan yang tidak diketahui, Allah pastinya bermaksud untuk memberikan arti lain. Dengan demikian, makna ayat adalah: "Jika dia meninggal, bahkan, ia dibunuh, kamu berbalik ke belakang."

Kami dengan ini mengerti bahwa Nabi telah dibunuh dan pembunuhannya itu diikuti berbalik kembali dan kemurtadan. Ini benar-benar terjadi, dan berbalik mendukung para pemberontak yang merebut kekuasaan, yaitu Abu Bakar dan Umar. Jadi, ini khususnya tertuju pada para pengikut Islam di jaman Nabi dan bukan untuk orang-orang Yahudi yang bukan lagi merupakan ancaman di Madinah sebagaimana yang Bakrie percayai.

Bagaimana nabi dibunuh? Dan Siapa-siapa yang terlibat dalam kejahatan keji? Apakah benar-benar, seperti Aisyah kisahkan, wanita Yahudi, Zainab Binti Al-Harith yang mengundang pesta Nabi (SAW) dan para sahabatnya setelah kemenangan atas orang-orang Yahudi di pertempuran Khaibar, ketika dia meracuni daging yang dimasak menyebabkan Nabi wafat empat tahun kemudian!

Mengabaikan fakta bahwa Pertempuran Khaibar terjadi di tahun ketujuh Hijrah, sementara Nabi (SAW) meninggal pada tahun kesebelas. Apakah mungkin seseorang mati keracunan dari makanan yang dikonsumsi empat tahun lalu! Terlepas dari fakta bahwa efek racun langsung dan bahkan perlu waktu yang tidak lebih dari beberapa bulan di mana kondisi kesehatan memburuk secara bertahap; Di samping fakta bahwa nabi tidak memiliki keluhan kesehatan yang tidak biasa dan berpartisipasi bertempur di seluruh periode intervensi!

Atau lebih tepatnya adalah nabi diracuni oleh Aisyah dan Hafsa atas perintah ayah mereka Abu Bakar dan Omar, yang dibuktikan dalam Bakrie 'serta buku-buku hadis Syiah'? Jika kita lihat hadits berikut yang dilaporkan Bukhari dari Aisyah tentang kematian nabi, Dia menceritakan: "Rasullulah mengatakan kepadaku di tempat tidurnya saat dekat kematiannya, 'Aisyah, sejak Aku makan makanan beracun setelah Pertempuran Khaibar, Aku kesakitan. Sekarang waktunya jantungku berhenti berdetak karena racun itu." (Sahih Al-Bukhari, Vol V, Halaman 137).

Terlepas dari fakta bahwa Quran mengambarkan bahwa Aisyah dan Hafsah sebagai pelanggar berdosa yang hatinya menyimpang dari jalan yang benar [(Klik!) AQ At Tahrim 66:04

], kita tidak bisa mempercayai tradisi Aisyah tentang keracunan Nabi karena tiga alasan penting.

Yang pertama adalah karena Aisyah adalah seorang pembohong terkenal. Al-Bukhari melaporkan Aisyah berkata: "Nabi makan madu di tempat Zainab Binti Jahsh Jadi Hafsa dan saya sepakat memberitahunya, sekembalinya bahwa ia berbau Maghafeer". (Sahih Al-Bukhari, Vol 6, Hal. 68. Maghafeer adalah substansi yang diekstrak dari sebuah pohon. Punya rasa manis tapi baunya sangat busuk)

Aisyah tahu bahwa Nabi (SAW) mendapat kan madu dari istrinya yang lain, Zainab Binti Jahsh. Menjadi cemburu, Ia bersekongkol dengan temannya, Hafsa, menyakiti Nabi dengan mengklaim bahwa ia berbau busuk setelah mengkonsumsi madu itu. Sehingga, ia berhenti makan itu, dan akibatnya berhenti mengunjungi istrinya, Zainab. Itu adalah bohong. Seorang wanita, yang tidak menahan diri berbohong pada nabi termulia, akan juga tidak menahan diri berbohong pada orang-orang biasa. Oleh karena itu, Hadis yang dilaporkan olehnya tak dapat dipercaya.

Yang kedua adalah karena Nabi (SAW) telah menggambarkan Aisyah sebagai "ujung tombak ketidakpercayaan dan tanduk setan" Ahmad Ibn Hanbal dan ulama terkenal lainnya dari Sekte Bakrit "Nabi, (SAW), muncul dari kamar Aisyah mengatakan ini merupakan ujung tombak ketidakpercayaan! Dari sini tanduk setan muncul "! (Musnad Ahmad, Vol II, Halaman 23). Oleh karenanya, kita tidak bisa mempercayai Hadis darinya.

Alasan ketiga dan yang paling penting mengapa kita tidak harus percaya Hadis Aisyah tentang keracunan Nabi (SAW) adalah karena Aisyah bertentangan dirinya sendiri dalam Hadis lain. Dia menyatakan bahwa Nabi tidak mati karena racun wanita Yahudi. Melainkan, penyebab kematiannya adalah karena penyakit lain! Menurut Abu Yoalla, Aisyah juga mengatakan bahwa: "Nabi Allah, (SAW), meninggal karena penyakit Dhatul Janb"! (Musnad Abu Yoalla, Vol. VIII, Halaman 258. Dhadul Janb adalah tumor yang tumbuh pada manusia. Ini menyebabkan kematian ketika meledak)

Imam kami menegaskan bahwa kakek mereka, Nabi (SAW), telah diracuni di hari-hari terakhirnya oleh Aisyah dan Hafsa, atas perintah ayah mereka, Abu Bakar dan Umar. Salah satu penafsir klasik Quran dari Syiah yang terkenal bernama Ali bin Ibrahim Al-Qummi, yang hidup di jaman Imam al-Hassan al-Askry (SAW), menceritakan sebuah hadis seperti yang dilaporkan oleh Imam tentang pembunuhan Nabi (SAW).

"Nabi berkata pada Hafsa:" Aku akan memberitahumu sebuah rahasia. Jika kamu ungkapkan ini, Allah, Malaikat-Nya dan orang-orang akan mengutukmu" "Jadi, apa itu?" Hafsa bertanya-tanya Nabi berkata: "Abu Bakar akan dapat merebut kekhalifahan dan kekuasaan setelah aku, dan akan digantikan oleh ayahmu, Umar. Hafsa bertanya-tanya: "Siapa yang memberitahumu tentang ini?" 'Allah, Maha Mengetahui memberitahuku"

"Pada hari yang sama, Hafsa membocorkan rahasia pada temannya, Aisyah. Kemudian, Aisyah membocorkan rahasia pada ayahnya, Abu Bakar. Jadi, Abu Bakar datang pada Umar dan berkata: "Putriku Aisyah menceritakan rahasia yg sampaikan Hafsa, tapi aku tak dapat selalu percaya apa yang dikatakan Aisyah Jadi, Engkau tanya putrimu Hafsa, pastikan dan ceritakan padaku"

"Umar mendatangi Hafsa dan bertanya. Awalnya, ia terkejut dan membantah. Tapi, Umar berkata padanya:.."Jika kau sudah dengar rahasia ini, maka beritahukan kami sehingga kami dapat segera merebut kekuasaan dan menyingkirkan Muhammad". Kemudian, Hafsa berkata: 'ya, Ia katakan demikian padaku'. Pada titik ini, keempatnya berkumpul dan bersekongkol meracuni Nabi "(Tafsir al-Qommi, Vol. II, Hal.367, Bihar-ul-Anwar oleh Allamah al-Majlisi, Vol. XXII, Halaman 239).

Ada lagi Ulama besar klasik dari Quran, Muhammad bin al-Ayashi Massoud yang juga berasal dari suku Bakri, namun kemudian mendapat panduan ilahi beriman pada yang benar dan beralih menjadi Syiah.

Dia bercerita bahwa: "Imam al-Shadiq (SAW) duduk bersama para pengikutnya, dan bertanya pada mereka: "Apakah kalian tahu apakah Nabi wafat alami atau dibunuh? Allah SWT berkata: "Jika kemudian ia mati atau dibunuh ". Yang benar adalah Sebelum wafat, Nabi telah diracun di hari-hari terakhirnya. Aisyah dan Hafsa memberikan racun dalam makanannya". Setelah mendengar hal ini, pengikut Imam Sadiq mengatakan bahwa mereka dan ayah mereka di antara penjahat terkeji yang pernah diciptakan Allah. " (Tafsir al-Ayashi, Jilid I, Halaman 200; Bihar-ul-Anwar, oleh Allamah Al-Majlisi, Vol XXII, Halaman 516)

Al-Ayshi sehubungan dengan Hadis lainnya yang merujuk pada Imam Al-Shadiq di mana Ia berkata: "Al-Hussein Ibn Munther meminta Imam Al-Shadiq tentang kata-kata Allah "jika kemudian dia wafat atau dibunuh akan kah kalian berbalik ke belakang". Apakah ini berarti bahwa Nabi wafat alami atau dibunuh?. Imam Al-Shadiq berkata: Di ayat ini, Allah merujuk kepada para sahabat Nabi yang melakukan perbuatan keji". (Tafsir Al Ayash, Jilid I, Halaman 200; Bihar-ul-Anwar, Oleh Allamah Al-Majlisi, Vol XX, Halaman 91)

Hadis-hadis ini memberikan penegasan tanpa keraguan bahwa Nabi Agung (SAW) dibunuh oleh racun yang diberikan di hari-hari akhirnya dan BUKAN yang diduga diberikan pada empat tahun sebelum kematiannya. Mereka juga menegaskan bahwa kejahatan adalah tindakan pengkhianatan oleh dua istri dan ayah mereka. Yang artinya bahwa TIDAK ADA keterlibatan orang Yahudi.

Terdapat juga bukti-bukti dari kitab-kitab hadisnya Bakrie, yang mendukung hadis-hadis Syiah' dan mendemonstrasikan keterlibatan dua istri Nabi dalam kejahatan tersebut. Salah satunya adalah dilaporkan di hadis Sahih al-Bukhari, Muslim dan lainnya dari Aisyah yang mengakui bahwa ketika Nabi tidur selama sakitnya ia meletakkan zat aneh kemulut nabi dengan bantuan istri-istri lainnya.

Aisyah lakukan itu dengan sengaja meskipun ada larangan Nabi. Ketika Nabi bangun, ia lihat sisa zat yang telah mereka masukkan ke mulutnya. Dengan marahnya Ia bertanya apa itu dan siapa yang telah tidak mematuhi perintah-perintahnya. Aisyah dan kolaborator-nya membenarkan aksi mereka engan mengatakan bahwa itu hanyalah obat.

Setelah itu, mereka menuduh paman Nabi, Al-Abbas Ibnu Abdul Muthalib. Namun, Nabi bebaskan pamannya dan memerintahkan bahwa mereka yang bersamanya di dalam ruangan harus dihukum dengan zat yang sama juga dimasukkan ke mulut mereka. Aisyah meriwayatkan:

"Ketika Nabi Allah sakit, ia mengatakan kepada kami: 'Jangan bubuhkan obat ke dalam mulutku" Tapi kami tidak taat dia di tanah bahwa pada dasarnya setiap pasien tidak menyukai pengobatan! Jadi, kami masukan zat ke dalam mulutnya. Ketika ia mermperoleh kesadarannya kembali, ia bertanya-tanya: "Siapa yang melakukan itu? Bukankah Aku telah peringatkan dirimu untuk tidak melakukan itu?"

"Jadi, kami berkata: "Adalah pamanmu Al-Abbas yang berpikir bahwa Engkau mungkin terjangkit tumor lateralis!". Nabi berkata: "Penyakit ini disebabkan oleh Iblis. Aku tidak mengidap itu.". Nabi perintahkan bahwa setiap orang yang di rumah harus memasukan obat yang sama ke mulut mereka, kecuali Al-Abbas, sebagaimana Nabi katakan: Ia tidak bersamamu". (Sahih Al-Bukhari, Vol VIII, Halaman 42; Sahih Muslim, Vol VII, halaman 42; Masnad Ahmed Ibn Hanbal, Vol VI, Halaman 53;. Biografi Nabi oleh Ibn Kathier, Vol IV, Halaman 446).

Seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, Quran meramalkan, seperti yang dinyatakan oleh Imam al-Shadiq, bahwa para sahabat Nabi akan berbalik melawannya. Nabi juga diprediksikan di beberapa Hadis bahwa sebagian besar sahabatnya akan masuk neraka. Salah satunya adalah sebuah hadis yang dilaporkan oleh Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi (SAW) berkata:

"Pada hari kiamat, ketika aku akan di kolam air memberikan air pada orang-orang yang kehausan diantara para pengikutku, sekelompok pengikutku akan datang untuk minum tetapi para malaikat akan mengusir mereka dan membawa mereka ke Neraka! Dan aku akan berkata: Oh, Tuhan Mereka adalah para sahabatku! Namun Tuhan akan berkata padaku: "Kau tak tahu apa yang telah mereka lakukan setelah kematianmu. Mereka menjatuhkan dirinya dalam kemurtadan ....Dengan demikian, hanya sejumlah kecil para sahabatku akan lolos seperti unta yang lolos di padang di pasir" (Sahih Al-Bukhari, Vol VII, halaman 206).

Tak seorangpun dapat mengklaim bahwa Abu Bakar misalnya tak berada di antara mereka yang dicemplungkan ke neraka, karena Nabi sendiri tidak mengecualoikan dirinya dari itu. Malik Ibn Anas, menceritakan bahwa Nabi bernubuat untuk para martir Muslim Uhud bahwa mereka akan pergi ke Surga.

"Jadi, Abu Bakar bertanya-tanya: "Bukankah kami para saudara mereka yang telah masuk Islam seperti mereka, dan berjuang dalam jihad seperti mereka, maka, mengapa engkau tidak menyatakan kabar baik bahwa kita akan ke surga? Nabi berkata: "Hal ini adalah benar bahwa engkau adalah saudara mereka, tapi Aku tidak tau apa yang akan engkau lakukan setelah aku mati". (Al Muatta Malik Ibn Anas, Vol II, Halaman 642).

Oleh karena itu, kita seharusnya tidak mengecualikan Abu Bakr dan Umar untuk kejahatan mengambil nyawa Nabi, terutama ketika mereka telah mencobanya sekali sebelumnya ketika Nabi di perjalanan kembali dari kota Tabuk. (Lihat Al Mohalla Ibnu Hazm, Vol. IX, Halaman 224).

Kesimpulannya kita katakan bahwa kita sekarang yakin bahwa Abu Bakar dan Umar memang ingin membunuh Nabi (SAW). Melalui, rencana mereka setelah gagal di Tabuk, rencana berikutnya mereka berhasil dengan berkolusi bersama putri mereka, Aisyah dan Hafsa yang memberikan racun pada Nabi ditidurnya untuk mempercepat perebutan kekuasaan ke tangan ayah mereka, sambil mengusir penerus yang sah, Imam Ali bin Abi Thalib (SAW).

26 Rajab 1431
Kantor Syekh al-Habib di London

Terakhir,

Hadis Bukhari, Muslim, Ahmad, Malik dan Tirmidhi mencatat ucapan Muhammad pada detik terakhirnya:
    Riwayat Mu'alla bin Asad - Abdul 'Azid bin Mukhtar - Hisyam bin Urwah - Abbad bin Abdullah bin Zubair - Aisyah:

    Rasulullah SAW berkata sebelum beliau wafat di pangkuan Aisyah..; "Ya Allah, Ampunilah aku, berikanlah rahmat kepadaku dan pertemukanlah aku dengan kekasihku!" [Bukhari no. 4086, 5242. Muslim no. 4474, Ahmad no.24757. Malik no.501. Tirmidhi no.3418]
Saat dipenghujung nafasnya... JUSTRU Muhammad sendiri malah yang tidak yakin atas apa yang akan dijanjikan ALLAHNYA SENDIRI SEBAGAIMANA yang telah diajarkannya?

Bukankah Muhammad sendiri yang menyampaikan bahwa di sejak awal sekali Alah telah menetapkan dan mencatat jumlahorang yang masuk surga/neraka, takdir apapun yang diperbuatnya yang menyebabkan mereka berakhir di neraka atau surga? 

    Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah merekadan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti.[AQ 19.94, turun di urutan ke-44]

    Dan tiap-tiap manusia telah Kami tetapkan takdirnya (thaa-irahu) di lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.[AQ 17.13, turun di urutan ke-50]

    ...Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat [AQ 37.96, turun di urutan ke-56]

    ...sesungguhnya kitab para durhaka (alfujjaari) dalam (lafii) sijjin. ...kitab para orang benar (al-abraari) dalam (lafii) illiyiina [AQ 83.7,18. Turun di urutan ke-83]

    Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitabsebelum Kami menciptakannya..[AQ 57.22, turun di urutan ke-94]
Bukankah Muhammad sendiri telah dengan yakinnya menyatakan bahwa:
  • masuk/tidaknya para manusia ke SURGA telah ditetapkan sejak awal yaitu tidak lama setelah ADAM DICIPTAKAN!

    Riwayat Abu Bakr bin Abu Syaibah - Waki' - Thalhah bin Yahya - bibinya, 'Aisyah binti Thalhah - 'Aisyah ummul Mu'minin:

    "Pada suatu ketika, Rasulullah SAW pernah diundang untuk melayat jenazah seorang bayi dari kaum Anshar. Kemudian saya (Aisyah) berkata kepada beliau; 'Ya Rasulullah, sungguh berbahagia bayi kecil ini! Ia seperti seekor burung dari sekian burung surga yang belum pernah berbuat dosa dan belum pernah ternodai oleh dosa.'

    Rasulullah SAW bersabda: 'hai Aisyah bahwa Allah telah menciptakan orang-orang yang akan menjadi penghuni surga ketika mereka masih berada dalam tulang rusuk (sulbi) bapak-bapak mereka (قَالَ أَوَ غَيْرَ ذَلِكَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ لِلْجَنَّةِ أَهْلًا خَلَقَهُمْ لَهَا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ آبَائِهِمْ ).

    Allah pun telah menciptakan orang-orang yang akan menjadi penghuni neraka ketika mereka masih berada dalam tulang rusuk bapak-bapak mereka.'

    Riwayat Muhammad bin Ash Shabbah - Isma'il bin Zakaria - Thalhah bin Yahya. Riwayat Sulaiman bin Ma'bad - Al Husain bin Hafsh. Riwayat Ishaq bin Manshur - Muhammad bin Yusuf keduanya dari Sufyan Ats Tsauri - Thalhah bin Yahya dengan sanad Waki' seperti haditsnya. [Muslim33.6436/no.4813, juga di no. 4812. Juga di Abu dawud no.4090]

    ***

    Riwayat Qa'nabi - Malik - Zaid bin Unaisah - Abdul Hamid bin 'Abdurrahman bin Zaid Ibnul Khaththab - Muslim bin Yasar Al Juhani - Umar Ibnul Khaththab pernah ditanya tentang ayat ini:

    (Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka) -Qs. Al A'raf: 172- Al Qa'nabi membaca ayat tersebut, lalu Umar berkata, "Aku juga pernah mendengar Rasulullah SAW ditanya tentang ayat itu, lalu beliau menjawab; "Sesungguhnya Allah menciptakan Adam,

    lalu ALLAH MENGUSAP PUNGGUNGNYA (sulbi) DENGAN TANGAN KANAN-Nya hingga keluarlah keturunan Adam dari punggungnya. Kemudian Allah berfirman: "AKU MENCIPTAKAN MEREKA UNTUK MASUK SURGA, dan mereka akan beramal dengan amalan-amalan penduduk surga."

    kemudian ALLAH KEMBALI MENGUSAP PUNGGUNG ADAM hingga keluarlah keturunan Adam dari punggungnya. Setelah itu Allah berfirman: "AKU MENCIPTAKAN MEREKA UNTUK MASUK NERAKA, dan mereka akan beramal dengan amalan-amalan penduduk neraka."

    Seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah, lalu untuk apa gunanya beramal?"

    Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya jika Allah menciptakan seorang hamba untuk masuk ke dalam surga maka Ia akan menjadikannya beramal dengan amalan penduduk surga, sehingga ia mati dengan amalan penduduk surga lalu memasukkannya ke dalam surga.

    Dan jika Allah menciptakan seorang hamba untuk masuk ke dalam neraka maka Ia akan menjadikannya beramal dengan amalan penduduk neraka, sehingga ia mati dengan amalan penduduk neraka lalu memasukkannya ke dalam neraka."

    Riwayat Muhammad Ibnul Mushaffa - Baqiyyah - Umar bin Ju'tsum Al Qurasyi - Zaid bin Abu Unaisah - Abdul Hamid bin 'Abdurrahman - Muslim bin Yasar - Nu'iam bin Rabi'ah: "Aku sependapat dengan Umar Ibnul Khaththab dengan hadits ini, namun hadits Malik lebih lengkap."

    [Abu Dawud no.4081, Juga di Tirmidhi no.3001 (Hadis Hasan), 3002 (Hadis Hasan sahih). Malik no.1395.Ahmad no. 294215717000. Kemudian di hadisAhmad no. 26216, Riwayat Haitsam - Abu Ar Rabi' - Yunus - Abu Idris - Abu Darda' - Nabi SAW bersabda: "Ketika Allah menciptakan Adam, Allah memukul bahu kanan Adam, maka keluarlah keturunan berkulit putih seperti molekul, dan memukul bahu kirinya keluar keturunan berkulit hitam seperti arang, Allah berkata pada yang di bagian kanannya, 'Masuklah ke Surga dan Aku tidak perduli'. berkata pada yang di bagian kirinya, 'Masuklah ke dalam Neraka dan Aku tidak perduli'"]

    ***

    Riwayat (Abu Bakr bin Abu Syaibah - Abu Mu'awiyah dan Waki' atau dari jalur lainnya riwayat Muhammad bin 'Abdullah bin Numair Al Mahdani - Bapakku dan Abu Mu'awiyah dan Waki') - Al A'masy - Zaid bin Wahb - 'Abdullah - Rasulullah SAW (Ash Shadiq Al Mashduq, seorang yang jujur menyampaikan dan berita yang disampaikannya adalah benar):

    'seorang manusia mulai diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari. Kemudian menjadi segumpal daging pada 40 hari berikutnya. Lalu menjadi segumpal daging pada 40 hari berikutnya. Setelah 40 hari berikutnya, Allah pun mengutus seorang malaikat untuk menghembuskan ruh ke dalam dirinya dan diperintahkan untuk menulis empat hal: rezekinya, ajalnya, amalnya, dan sengsara atau bahagianya.'

    ..seseorang darimu yang mengerjakan amal perbuatan ahli surga, hingga jarak antara dirinya dan surga hanyalah satu hasta, namun SURATAN TAKDIR rupanya ditetapkan baginya hingga ia mengerjakan amal perbuatan ahli neraka dan akhirnya ia pun masuk neraka.

    Ada pula orang yang mengerjakan amal perbuatan ahli neraka, hingga jarak antara ia dan neraka hanya satu hasta, namun SURATAN TAKDIR rupanya ditetapkan baginya hingga kemudian ia mengerjakan amal perbuatan ahli surga dan akhirnya ia pun masuk surga.' [Muslim no.4781Bukhari no.3085]

    ***

    Riwayat [Qutaibah atau Hasyim bin Qasim] - [Al Laits atau Bakr bin Mudhar] - Abu Qabil/Huyaiy bin Hani - Syufayyi bin Mati' - 'Abdullah bin 'Amr bin Al 'Ash:

    Rasulullah SAW keluar menemui kami sementara di tangan beliau terdapat dua kitab. Kemudian beliau pun bertanya: "Apakah kalian tahu kitab apakah kedua kitab ini?" Maka kami pun menjawab: "Tidak wahai Rasulullah, kecuali Anda mengabarkannya pada kami."

    Akhirnya beliau pun bersabda terkait dengan kitab yang berada pada tangan kanannya:
    "Ini adalah kitab yang berasal dari Rabb semesta alam. Di dalamnya terdapat nama-nama penduduk surga dan juga nama-nama orang tua serta kabilah mereka.Jumlahnya telah ditutup dengan orang yang terakhir dari mereka, dan tidak akan ditambah dan jumlah mereka tidak pula dikurangi lagi."

    Kemudian beliau bersabda terkait dengan kitab yang berada di tangan kirinya: "Adapun ini, ia adalah kitab yang juga berasal dari Rabb semesta alam. Di dalamnya telah tercantum nama-nama penghuni neraka, dan juga nama-nama bapak mereka serta kabilah mereka, dan telah dijumlah dengan orang yang terakhir dari mereka. Sehingga jumlah mereka tidak lagi akan bertambah dan tidak pula akan berkurang selama-lamanya."

    Kemudian para sahabat pun berkata, "Kalau begitu, dimanakah letaknya amalan wahai Rasulullah jika memang perkara sudah habis?" beliau menjawab: "Berusahalah dan mendekatlah, karena sesungguhnya penduduk surga akan ditutup dengan amalan penduduk ahli surga, meskipun ia mengamalkan amalan apa saja. Dan sesungguhnya penduduk neraka akan ditutup pula dengan amalan penduduk neraka, meskipun ia mengerjakan amalan apa saja." Kemudian Rasulullah SAW bersabda dengan kedua tangannya lalu menghempaskannya dan bersabda: "Sesungguhnya Allah telah selesai terhadap urusan para hamba-Nya. Satu golongan di dalam surga dan satu kelompok pula di dalam neraka.". Abu Isa berkata; Hadits semakna juga diriwayatkan dari Ibnu Umar. Dan hadits ini adalah Hasan Shahih Gharib. [Tirmidhi no.2067/4.6.2141Ahmad no.6275]
Bukankah Muhammad sendiri yang mengatakan bahwa Ia ADALAH PEMIMPIN SELURUH MANUSIA PADA HARI KIAMAT, PARA NABI LAIN TIDAK ADA YANG MAMPU MEMBERIKAN SYAFAAT BAHKAN PARA NABI INI SAJA MASIH BUTUH SYAFAATKECUALI MUHAMMAD SEORANG YANG TIDAK PERLU SYAFAAT DAN BAHKAN MAMPU MEMBERIKAN SYAFAAT sebagaimana disampaikan oleh hadis Bukhari no.4343. Muslim no.284,287 dan Tirmidhi no. 2358 di bawah ini?
    Riwayat Abu Kamil Fudlail bin Husain al-Jahdari dan Muhammad bin Ubaid al-Ghubari (lafazh milik Abu Kamil) - Abu 'Awanah - Qatadah - Anas bin Malik - Rasulullah SAW bersabda:

      [Bukhari no. 4343. Muslim no.287 dan Tirmidhi no.2358:
      Riwayat Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Muhammad bin Abdullah bin Numair - Muhammad bin Bisyr - Abu Hayyan - Abu Zur'ah - Abu Hurairah: Rasullullah bersabda: "Aku PEMIMPIN MANUSIA PADA HARI KIAMAT, TAHUKAH KALIAN KENAPA?]

    "Allah akan mengumpulkan manusia pada Hari Kiamat. Ketika itu mereka memandang penting masalah syafaat." Ibnu Ubaid menyebutkan, "Mereka diberi ilham untuk menanyakan hal itu. Mereka berkata, 'Sekiranya saja kita dapat memohon syafaat kepada Tuhan, agar Dia mengizinkan kita beristirahat dari keadaan kita ini.

    Lalu mereka pergi kepada Nabi Adam AS, lalu berkata, 'Wahai Adam! Kamu adalah bapak semua manusia. Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya dan meniupkan roh ke dalam badanmu serta telah memerintahkan para malaikat supaya sujud kepadamu. Syafaatilah kami di hadapan Tuhanmu, agar mengizinkan kami beristirahat dari keadaan begini'.

    Adam menjawab, 'Aku bukan pemilik hak memberikan syafa'at -Adam lalu menyebut kesalahan yang pernah dilakukannya, sehingga membuatnya merasa malu kepada Tuhan karena kesalahan tersebut-, akan tetapi datanglah kepada Nuh, Rasul pertama yang diutus oleh Allah'.

      [Muslim no.287:
      ..Diriku sendiri butuh syafa'at, silahkan pergi menemui selainku, pergilah menemui Nuh.']

    Lantas mereka pergi menemui Nabi Nuh AS, namun beliau berkata, 'Aku bukanlah orang yang bias memberikan syafa'at -lalu menyebut kesalahan yang pernah dilakukannya hingga membuatkannya merasa malu kepada Tuhan karena kesalahan tersebut-, akan tetapi datanglah menemui Nabi Ibrahim AS, yang telah dianggap sebagai kekasih Allah.'

      [Muslim no.287:
      ..Diriku sendiri butuh syafa'at, silahkan pergi menemui selainku, pergilah menemui Ibrahim.']

    Mereka pun pergi menemui Nabi Ibrahim AS, ia juga berkata, 'Aku bukanlah orang yang berhak memberikan syafa'at -lalu dia menyebutkan kesalahan yang pernah dilakukannya, hingga membuatnya merasa malu kepada Tuhan karena kesalahan tersebut- akan tetapi datanglah menemui Nabi Musa AS, yang pernah diajak bicara oleh Allah dan diberi Kitab Taurat.'

      [Muslim no.287:
      ..Diriku sendiri butuh syafa'at, silahkan pergi menemui selainku, pergilah menemui Musa.']

    Mereka pun pergi menemui Nabi Musa AS, namun ia juga berkata, 'Aku bukanlah orang yang berhak memberikan syafa'at -lalu dia menyebut kesalahan yang pernah dilakukannya, hngga membuatnya merasa malu kepada Tuhan karena kesalahan tersebut- akan tetapi kalian datanglah menemui Nabi Isa AS, ruh Allah dan Kalimat-Nya.'

      [Muslim no.287:
      ..Diriku sendiri butuh syafa'at, silahkan pergi menemui selainku, pergilah menemui Isa.']

    Mereka pun pergi menemui Nabi Isa AS, ruh Allah dan Kalimat-Nya. Namun ia juga berkata, 'Aku bukanlah orang yang berhak memberikan syafa'at, tetapi pergilah kamu semua kepada Muhammad SAW, hamba Allah yang telah diampuni dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian'."

      [Muslim no.287:
      ..Diriku sendiri butuh syafa'at, silahkan pergi menemui selainku, pergilah menemui Muhammad.']

    Rasulullah SAW meneruskan sabdanya: 'Mereka datang kepadaku, lalu aku meminta izin kepada Tuhan. Aku pun diberi izin.

    Ketika aku melihat-Nya, aku menyungkurkan diri dalam keadaan bersujud.

      [Bukhari no.4343. Muslim no.287 dan Tirmidhi no.2358Lalu aku pergi hingga sampai di bawah 'arsy, aku tersungkur sujud pada Rabbku LALU ALLAH MEMULAI DENGAN PUJIAN DAN SANJUNGAN UNTUKKU YANG BELUM PERNAH DISAMPAIKAN PADA SEORANGPUN SEBELUMKU, lalu ada suara: Hai Muhammad, angkatlah kepalamu, mintalah pasti kau diberi, berilah syafaat nicaya kau diizinkan untuk memberi syafaat.

      Lalu aku mengangkat kepalaku, aku berkata: Wahai Rabb, ummatku, wahai Rabb, ummatku, wahai Rabb, ummatku.

      Ia berkata: Hai Muhammad, masukkan orang yang tidak dihisab dari ummatmu melalui pintu-pintu surga sebelah kanan dan mereka adalah sekutu semua manusia selain pintu-pintu itu."]

    Dia memanggil-manggilku, kemudian berfirman kepadaku: 'Angkatlah kepalamu wahai Muhammad! Katakanlah sesuatu, niscaya kamu akan didengar. Mohonlah, niscaya kamu akan diberi. Syafaatilah, niscaya Aku akan terima syafaat yang kamu pinta.

    Aku mengangkat kepalaku dan memuji Tuhan dengan pujian yang telah diajarkan oleh Allah kepadaku. Kemudian aku memberi syafa'at.

    Lalu Allah memberikan kriteria (orang yang berhak mendapatkan syafa'at) kepadaku. Lalu aku mengeluarkan lagi orang-orang dari Neraka dan memasukkan mereka ke dalam Surga.

    Kemudian aku kembali jatuh bersujud.

    Maka Allah memanggilku sebagaimana Dia kehendaki kemudian berfirman kepadaku: 'Angkatlah kepalamu wahai Muhammad! Katakanlah, niscaya kamu akan didengar. Mohonlah, niscaya kamu akan diberi. Syafaatilah, niscaya Aku akan terima Syafaat yang kamu pinta."

    Perawi Hadits berkata, "Aku tidak mengetahui secara pasti pada kali yang ketiga atau kali yang keempat.

    Beliau bersabda: "Wahai Tuhanku! Yang masih ada di dalam Neraka hanyalah orang-orang yang ditahan oleh al-Qur'an, yaitu orang yang memang seharusnya kekal di dalam Neraka'."

    Ibnu Ubaid menyebutkan dalam riwayatnya, 'Qatadah berkata, "Maksudnya wajib kekal di dalamnya." ...[Muslim no.284]
Sudahkah anda membaca ini???

Lah PENDIRI AJARANNYA SAJA berada dalam KONDISI YANG MENYEDIHKAN DISEBELUM WAFATNYA YAITU MENGEMIS-NGEMIS MINTA AMPUNAN dan SURGA, lantas apa perlunya lagi ajaran seperti ini dipercayai?

[Pustaka: SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL, terjemahan: Ali Audah, Penerbit PUSTAKA JAYA, Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat, Cetakan Kelima, 1980, Seri PUSTAKA ISLAM No.1, Sahih Bukhari, Sahih Muslim, tabari, Abu Daud, Ibn Sad, Silas, Sam shamoun, Dictionary: Muhammad]

سَلاَمٌ قَوْلاً مِنْ رَبّ ٍ رَحِيمٍ #Salamun qaulan min rabbin raheem# "Salam" dari "(Tuhan Yang Maha Penyayang)". 

No comments