WALI SONGO, BENARKAH WALI YANG BERJUMLAH SEMBILAN?
Sejak sekolah dasar kita sudah dijejali pemaknaan bahwa penyebar islam di Nusantara – khususon di tanah Jawa – dilakukan oleh wali songo atau wali yang jumlahnya sembilan. Mereka adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Derajat, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus, Sunan Giri dan Sunan Kalijaga. Pendapat ini diperkuat oleh ribuan literatur keislaman modern yang menyatakan bahwa “songo” berarti sembilan, dan sembilan dalam kosmologi jawa memang merupakan angka paripurna sehingga menempati maqom tertinggi. Bukankah setelah sembilan kita harus menggunakan dua simbol angka untuk membuat bilangan tertentu? Misalnya bilangan 10, ia terdiri dari dua angka yaitu 1 dan 0.
Dalam khazanah indonesia modern kita juga menjumpai tim/panitia sembilan, yaitu tim perumus dasar negara pada tahun 1945 dan tim yang menentukan jalannya transisi kekuasaan di era reformasi. Jumlah anggota tim/panitia ini benar-bernar tokoh yang berjumlah sembilan, meniru peran dan kewibawaan wali songo saat mendorong transformasi sosial pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Bahkan panitia pembebasan tanah juga disebut panitia sembilan. Nyatalah bahwa sembilan merupakan angka istimewa.
Tetapi perlu diingat, wali songo sesungguhnya bisa berarti lain. Widji Saksono dalam buku Mengislamkan Tanah Jawa – dengan mengutip het boek van Bonang – menegaskan bahwa “songo” dalam istilah wali songo bukan berarti angka sembilan, karena menurutnya “songo/sanga” berasal dari kosa kata arab “tsana” yang berarti mulia. Jadi wali songo berarti wali mulia. Ini tentu masuk akal, karena secara logika mustahil hanya sembilan wali yang berperan besar dalam mengislamkan Jawa yang begitu pekat tradisi Hindu/Budha-nya. Lagi pula selain sembilan wali yang tertulis diatas kita juga mengenal nama besar lain, misalnya Sunan Ngundung, Sunan Tembayat, Sunan Mojogung, Sunan Wilis, Sunan Ngadilangu, Sunan Prawoto, Syech Siti Jenar, dan masih banyak lagi. Artinya secara numerik jumlah wali memang tidak sembilan, tetapi lebih, bahkan ratusan.
Pengertian ketiga saya peroleh salah satunya dari budayawan Nassirun Wijaya dalam Novel Penangsang terbitan Tiga Kelana tahun 2010. Munurutnya wali songo memang berasal dari kata wali sana. Tetapi makna “sono/sana” lebih mengarah pada “disana atau di tempat tertentu” bukan “mulia” seperti versi Saksono. Misalnya Sunan Gunung Jati, artinya sunan yang berkarya di wilayah Gunung Jati. Sunan Ampel, artinya sunan yang berkarya di wilayah Ampel, dan seterusnya. Ini sangat masuk akal mengingat nama sunan yang saya sebutkan diatas memang terkait dengan wilayah kerja tertentu. Bahkan Syech Siti Jenar memang seorang ulama sufi yang berkarya di wilayah Lemah Abang (=siti jenar) dekat Cirebon. Memang ada perkecualian, misalnya Sunan Ngundung, disebut demikian karena beliau selalu memakau kudung (baca : sorban).
Yang agak unik tentu Sunan Kalijaga. Mulanya tidak ada tempat yang namanya Kalijaga. Tersebutlah nama Raden Said. Ia adalah Robin Hood Jawa. Pekerjaannya mencuri harta orang kaya untuk dibagikan pada rakyat. Suatu hari Said – disebut juga Brandal Lokajaya – bertemu Sunan Bonang. Begitu melihat tongkat Sunan Bonang berkilau emas Said merampasnya, dengan dalih hendak dijual untuk dibagikan pada rakyat. Bukankah tongkat cukup dari kayu saja. Tetapi sesungguhnya tongkat itu bukan dari emas, hanya pandangan nafsu Said saja yang seolah sebagai emas. Sunan Bonang memberi pelajaran bahwa amalan baik yang dilakukan dengan cara buruk tidak akan diterima Tuhan. Said semakin terpesona saat Sunan Bonang bisa merubah buah aren menjadi emas. Pada hal—sekali lagi—Sunan Bonang hanya menguji, bahwa pandangan mata duniawi bisa menipu. Buah aren emas kembali jadi aren biasa. Keyakinan Said akan kekuatan diri musnah seketika. Ia pun ingin menjadi murid Sunan Bonang. Tetapi dengan syarat, ia harus bersedia menjaga tongkat yang ditancapkan di pinggir sungai. Said menunjukkan kekuatan hati dengan menjaga tongkat tersebut. Konon sampai tiga tahun ia bertapa dipinggir sungai (=kali) sambil menjaga tongkat. Akhirnya Sunan Bonang datang dan menyatakan Said lulus ujian, dan kini bisa menjadi muridnya. Setelah dibasuh dengan ilmu agama, Raden Said dijuluki Sunan Jagakali atau Kalijaga. Artinya nama Kalijaga muncul kemudian.
Pengertian lain adalah wali songo merupakan nama bagi “dewan/majelis wali” yang bertanggungjawab terhadap penyebaran agama islam tempo dulu. Dewan wali ini terdiri dari 8 angkatan menurut buku haul ke-555 Sunan Ampel karya K.H.Muhammad Dahlan (wikipedia). Setiap angkatan terdiri dari wali yang berjumlah sembilan. Jika ada seorang wali yang meninggal maka posisinya digantikan oleh penerusnya yang dianggap cakap.
KESIMPULAN
Tidak berlebihan kiranya jika disimpulkan bahwa wali songo mempunyai beragam pengertian. Namun memastikan hanya sembilan wali yang berperan penting dalam penyebaran islam jelas hanya mitos. Wali tidak hanya berjumlah sembilan. Ia bisa berjumlah ratusan bahkan ribuan pendakwah di penjuru nusantara pada abad lampau. Ia menempati tempat tertentu sebagai wilayah dakwahnya. Ia adalah orang mulia sehingga orang yang menginginkan kemuliaan dunia dan akherat akan datang kepadanya. Istilah wali songo pada akhirnya merupakan ikon terpenting dalam islamisasi nusantara, dulu, kini dan selamanya.
No comments
Post a Comment