MASA DEPAN DUNIA; Kajian Tentang Mahdiisme (1)
Terkait
dengan masa depan dunia, diantara manusia terbagi menjadi dua kelompok
besar. Sebagian pesimis dengan apa yang akan terjadi pada dunia,
sementara sebagian memandang dunia dengan pandangan optimis.
Sekelompok
manusia optimis dan yakin bahwa dunia dan sejarah kemanusiaan sedang
menuju masa keemasan dan akan berakhir kepada kesempurnaa serta
kebahagiaan. Sementara yang lain pesimis dengan masa depan dunia,
mereka meyakini bahwa dunia hari demi hari akan menuju kehancuran karena
berbagai alasan.
Di sepanjang sejarah, dikalangan para filsuf dan sosiolog muncul kelompok yang terkenal dengan kelompok futurism, yaitu mereka
yang optimis dengan masa depan dunia dan manusia. Mereka yang memiliki
cita-cita, harapan serta mendambakan akan terwujudnya masa depan yang
gemilang untuk umat manusia. Banyak diantara mereka yang memprediksi
masa depan manusia dan menjelaskan harapan mereka dalam bentuk
teori-teori.
Dikalangan filsuf, Plato adalah orang pertama yang melontarkan teori
tentang negara ideal, dimana semua penduduknya tinggal dengan penuh
kedamaian, ketenangan dan masing-masing menjalankan semua tugas dan
kewajibannya. Setelah itu para pengikut jejak plato mulai melontarkan
teori-teorinya. Di timur, Farabi dari filsuf Islam dengan bukunya
‘Al-Siasah Al-Madinah’ dan di barat Agustine dari filsuf Kristen dalam
bukunya ‘Civitas Dei’. Keduanya mendapat ide dengan membaca buku-buku
Plato dan keduanya ( seperti halnya Plato ) mencoba menjelaskan tentang
masyarakat ideal dengan pemerintahan yang bersih, menjunjung tinggi
nilai-nilai keadilan dan kebebasan yang membawa kedamaian bagi manusia.
Agustine dalam bukunya mengkisahkan tentang kota langit dan surga
sebagai lawan dari kota bumi yang penuh dengan ketidak adilan. Semenatar
Farabi berbicara tentang sebuah masyarakat yang penuh dengan
kebahagiaan yang diatur oleh tradisi dan undang-undang yang adil. Setelah
itu kita bisa sebutkan nama-nama seperti Thomas More, chancellor dan
penasehat kerajaan Inggris pada tahun 1516 atau Thomas Kompanella,
seorang pendeta dari Italia dan masih banyak tokoh-tokoh lain yang setuju dan mendukung teori-teori Plato.
Walau
Bertrand Russel menganggap faham Futurisme dan Madinah Fadilah hanya
merupakan khayalan para ilmuan semata dan ia berpendapat bahwa negara
seperti itu tidak ada wujudnya dan tidak akan pernah terwujud, akan
tetapi ia meyakini bahwa tidak bisa dipungkiri, ternyata perkembangan
manusia terpengaruh dengan ide-ide tersebut. Dalam bukunya ‘Pengaruh
Ilmu Pengetahuan terhadap Masyarakat’ Russel menuliskan: “ Di jaman kita
terjadi perkembangan masyarakat yang cukup pesat dan itu merupakan
pengaruh dari inspirasi-inspirasi seperti madinah fadilah dan negara
khayalan dimana hal itu mesti ada. Sumber-sumber penting yang memberi
ilham terhadap perkembangan ini mesti kita kaji dan ungkap dasar-dasar
logisnya “.
Akan
tetapi satu hal yang tidak bisa dipungkiri oleh orang-orang seperti
Russel, bahwa secara psikologis (fitrah) manusia mendambakan sebuah
masyarakat ideal yang didasari oleh keadilan, kebebasan, keamanan dan
mampu memenuhi kepuasan lahir serta bathin manusia. Semua ini merupakan
harapan dari fitrah manusia, artinya cita-cita keadilan memiliki sumber
hakiki dari fitrah dan akal manusia.
Kajian tentang masa depan dunia juga mendapat perhatian dari para sosiolog. Seperti
seorang sosiolog bernama Alvin Toffler dalam bukunya ‘The Third Wave’
membagi perkembangan manusia kepada tiga tahapan; tahapan agrarian,
tahapan industri dan tahapan supra-industri atau masa komputer. Ia berkeyakinan bahwa semua negara akan mengalami perkemabangan dan kemajuan dengan melewati ketiga tahapan tersebut. Atau
Samuel Huntington yang memperkirakan akan terjadinya perang antar
budaya besar. Ia berkata bahwa di abad baru terdapat delapan peradaban
dimana hanya tiga dari delapan tersebut merupakan peradaban inti dan
mampu meraih kejayaan; peradaban islam, peradaban konfusius dan
peradaban barat. Dimana peradaban islam dan peradaban konfusius akan
berhadapan peradaban barat.
Dari
kebanyakan pandapat dan teori yang diajukan oleh para Futuris, terdapat
benang merah yang bisa diambill. Yaitu adanya penekanan akan
pembentukan sebuah pemerintahan atau system dunia. Seperti yang diajukan oleh Victor Hugo dalam bukunya ‘Republique Mondaine’ pada abad ke 19. Bertrand
Russel masih dalam bukunya mengusulkan adanya satu system yang
berdasarkan ilmu, taktik serta ketaatan kepada satu undang-undang yang
menyeluruh sebagai penyelesaian atas terjadinya pertentangan, perang dan
kedhaliman. Fisikawan masyhur, Albert Einstein dengan nada optimis
berkata bahwa tidak mustahil akan datang suatu hari dimana dunia akan
diliputi oleh kedamaian, persahabatan dan manusia satu sama lain akan
menjadi seperti saudara. Senada dengan mereka George Bernard Shaw
seorang ilmuan inggris menanti seorang manusia super ( superman ) yang
bisa menegakkan kedamaian, keadilan dan hidup berdampingan tanpa ada
kedhaliman.
Keyakinan
para filsuf dan sosiolog tentang kemestian terwujudnya satu
pemerintahan internasional sebagai penyelesaian atas masalah-masalah
yang menimpa manusia, ternyata senada dengan apa yang disebutkan dalan
ajaran agama-agama. Apa yang ‘dikhayalkan’, diharapkan bahkan diajukan
dalam bentuk teori oleh para tokoh di luar agama berdasarkan akan akal
dan fitrah mereka ternyata sejalan dengan apa yang diajarkan oleh
agama-agama yang berdasarkan ajaran-ajaran wahyu serta teks-teks agama. Keselarasan
antara akal dan wahyu dalam hal ini dimana para ilmuan mulai dari Plato
sampai Einstein menjanjikan dan mendambakan terbentuknya sebuah
pemerintahan internasional dengan nama-nama seperti ‘utopia’ (madinah
fadhilah), ‘city of God’ (kota Tuhan)… dengan pimpinan seorang filsuf,
sosilog atau seorang superman. Sementara teks-teks agama menyebutnya
dengan nama seperti ‘pemerintahan Ilahi’ dengan pimpinan seorang manusia langit atau insan kamil seperti, Masih, Mashiah, Soshianse atau Mahdi af.
Bersambung !
No comments
Post a Comment