Breaking News

Struktur Beton



1  Beton


1.1     Bahan dan Sifat Beton Bertulang
Kayu, besi dan bertulang merupakan elemen utama pembentuk suatu struktur. Beton bertulang merupakan kombinasi dua unsur bahan; tulangan baja dan beton yang digunakan secara bersama, sehingga desain struktur elemen beton bertulang dilakukan berdasarkan prinsip yang berbeda dengan perencanaan desain satu bahan. Sistem konstruksi yang dibangun dengan beton bertulang, seperti bangunan gedung, jembatan, dinding bahan tanah, terowongan, tanki, saluran air dan lainnya, dirancang dari prinsip dasar desain dan penelitian elemen beton bertulang yang menerima gaya aksikal, momen lentur, gaya geser, momen puntir, atau kombinasi dari jenis gaya-gaya dalam tersebut. Prinsip dasar desain ini berlaku umum bagi setiap tipe sistem struktur selama diketahui variasi gaya aksikal, momen lentur, gaya geser dan unsur gaya dalam lainnya, disamping konfigurasi bentang dan dimensi setiap elemen.
Umumnya pembahasan analisis dan desain secara terpisah, tetapi untuk konstruksi beton bertulang kedua bahasan ini dalam prosedur perencanaannya merupakan atau siklus; sebab struktur beton bertulang merupakan sistem struktur statik tak tentu, dengan dimensi penampang elemen harus ditetapkan terlebih dahulu bagi analisis sebelum dilakukan desain akhir.
Pada beton bertulang, unsur beton mempunyai kekuatan tekan yang besar, tetapi tidak mampu menerima tegangan tarik. Ini berarti tulangan baja yang ditanam dalam beton menjadi unsur kekuatan yang memikul tegangan tarik.
Kapasitas balok kantilever seperti Gambar 1.1.1 akan meningkat lebih besar menerima beban jika tulangan baja ditanam pada zona tarik (sisi atas) penampang.
Gambar 1.1.1 Posisi Tulangan pada Balok

Tulangan baja juga  digunakan untuk menerima tegangan tekanan, karena baja sanggup menahan kekuatan tekan kekuatan tarik. Pemasangan tulangan pada zona tekan dinamakan tulangan tekan, seperti pada penulangan elemen balok.
Kombinasi kerja beton dan baja berdasarkan beberapa hal :
1.  Lekatan antara tulangan baja dengan beton yang mencegah slip tulangan terhadap beton (sifat monoloit) bahan.
2.  Kedap beton yang mencegah proses korosi tulangan.
3.  Derajat ekspansi panas yang sama antara baja dan beton yang memiadakan beda tegangan antara dua permukaan bahan.



1.2     Pengertian, Definisi dan Sifat Unsur Beton
pengertian sifat beton perlu dipahami untuk menjadi parameter bagi perencanaan struktur dan elemen beton.

Agregat adalah material granular, seperti pasir, kerikil, batu pecah yang dipakai secara bersama-sama dengan suatu media pengikat semen hidraulik membentuk beton. Selain agregat, terdapatagregat ringan yang dalam keadaan kering dan gembur mempunyai berat sekitar 1100 kg/m3[11kN/m3).

Klasifikasi agregat yang umum adalah :
Agregat halus seperti pasir sebagai hasil disintegrasi batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5.0 mm.

Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil desintegrasi batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5-40 mm.
Adukan adalah campuran antara agregat, semen dan air.

Beton merupakan campuran antara semen Portland atau semen hidraulik jenis lainnya, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang setelah mengeras membentuk masa padat.

Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan tertentu untuk mendapatkan tanggap suatu penampang yang berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja. Apabila beton mempunyai berat isi 2200 – 2500 kg/m3 maka disebut betion-normal.
Tegangan adalah intensitas gaya per satuan luas.

Kuat tekanan beton yang disyaratkan adalah kuat tekan ditetapkan oleh perencanaan struktur dari benda uji berbentuk silinder diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, yang dinyatakan dalam mega pascal (MPa).
Untuk definisi parameter kekuatan beton bertulang. kuat tarik leleh f­, merupakan tarik leleh minimum yang disyaratkan atau titik leleh dari tulangan. Satuan dari kuat tarik leleh ini dalam megapascal (MPa).
Kuat nominal didefinisikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi metoda perencanaan sebelum dikalikan dengan suatu faktor reduksi yang sesuai. Sedangkan kuat perlu adalah kekuatan komponen struktur atau penampang yang diperlukan menahan beban terfaktor atau momen dan gaya-dalam akibat suatu kombinasi muatan/beban.

Kuat rencana didefinisikan sebagai kuat nominal yang dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan f.
Dalam perencanaan diperlukan parameter modus elastisitas yang dinyatakan dari rasio antara tegangan normal tarik atau tekan dengan ragangan dari unsur elemen dibawah batas proporsional dari material.

Elemen struktur

Elemen struktur dapat dibedakan dari rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil sama dengan 3 atau lebih. Digunakan terutama untuk mendukung beban aksial tekan. Pelat dan balok merupakan komponen struktur lentur dan dinding geser adalah komponen struktur yang berfungsi untuk meningkatkan kelakuan struktur menahan gaya-gaya lateral.

Tulangan  adalah batang baja berbentuk polos ulir (deform) atau pipa yang berfungsi untuk menahan gaya tarik maupun gaya tekan pada komponen struktur. Jenis tulangan dibedakan sebagaitulangan polos berupa batang baja yang permukaan sisi luarnya rata bersirip berulir: tulangandeform. yaitu batang baja bersirip atau berulir, sedangkan tulangan spiral adalah tulangan yang dililitkan secara menerus menbentuk suatu ulir lingkar silindris.

Tulangan sengkeng adalah tulangan yang digunakan untuk menahan tegangan geser dari torsi dalam suatu komponen struktur. Sengkeng dibuat dari batang tulangan. kawat baja atau jaring kawat baja las polos atau deform berbentuk kaki tunggal atau dibengkokkan dalam bentuk L. U atau persegi dan dipasang tegak lurus atau membentuk sudut terhadap tulangan utama komponen struktur lentur, balok atau kolom. Pada kolom umumnya dipasang sengkeng ikat. yaitu sengkeng tertutup penuh.

1.3     Analisis Sruktur
Analisis struktur menurut cara-cara mekanika teknik yang baku merupakan pra perencanaan bagi desain beton bertulang. Besarnya tanggap penampang akibat pembebanan menentukan desain. Analisis dengan bantuan komputer dalam mendapatkan tanggap sistem struktur berupa gaya-gaya dalam harus dilakukan dengan pemodelan matematika yang mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekuatan unsur-unsurnya.
Bagi perencanaan komponen struktur beton bertulang, harus terpenuhi ketentuan bahwa semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang cukup sesuai dengan ketetapan dalam buku tata cara perhitungan struktur beton, Tata cara Perhitungan Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03 – 2847 – 2002 dengan faktor beban dan faktor reduksi kekuatan f.
Prosedur dan asumsi dalam perencanaan besarnya beban rencana bagi analisis didasarkan pada kondisi struktur yang menerima beban yang mungkin bekerja padanya. Besarnya bebannya kerja diperhitungkan berdasarkan SNI 1727 – 1989 F tentang Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung.
Analisis komponen struktur harus mengikuti ketentuan bahwa semua komponen struktur dari rangka dan konstruksi elemen kontinun harus direncanakan terhadap pengaruh maksimum dari beban terfaktor yang dihitung sesuai dengan analisis teori elastis, kecuali bagian yang telah dimodifikasikan menurut ketentuan dalam SNI 03 – 2847 – 2002 ayat 104 perihal restribusi momen negatif. Hal ini akan diuraikan secara rinci pada bab lain.

1.4     Beton
Beton merupakan tahan dari campuran antara air, semen, agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil), dengan tambahan adanya rongga-rongga udara. Campuran bahan-bahan pembentuk beton harus ditetapkan sedemikian rupa, sehingga menghasilkan beton basah yang mudah dikerjakan, memenuhi kekuatan tekan rencana setelah mengeras dan cukup ekonomis. Secara umum proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah :

Unsur Beton
Agregat Kasar + Agregat Halus
(60 % - 80 %)
Semen : 7 % - 15 %
Air
(14 % - 21 %)
Udara : 1 % -  8 %

Beton bertulang seperti telah didefinisikan ialah beton yang mengandung batang tulangan (baja) dan bekerja sama dalam memikul gaya.
Kekuatan beton bergantung dari berbagai faktor, sesuai dengan perbandingan unsur beton, temperatur, kelembaban dan kondisi dari lingkungan.

Secara umum komposisi dari satuan adukan beton adalah :
SEMEN : Semen adalah bahan yang bertindak sebagai pengikut untuk agregat. Jika dicampur dengan air, semen menjadi PASTA. Dengan proses waktu dan panas, reaksi kimia akibat campuran air dan semen menghasilkan sifat perkerasan pasta semen. Penemu semen (semen Portland) adalah Joseph Aspdin di tahun 1824, seorang tukang batu kebangsaan Inggris. Dinamakan semen Portland, karena awalnya semen yang dihasilkan mempunyai warna serupa dengan tanah liat alam di pulau Portland. Semen dapat disebabkan dalam beberapa tipe, yaitu :

Tipe I :  Semen biasa (normal cement) digunakan pembuatan beton bagi konstruksi beton yang tidak dipengaruhi oleh sifat-sifat lingkungan yang mengandung bahan-bahan sulfat, perbedaan temperatur yang eksterm. Pemakaian semen Tipe I umumnya bagi konstruksi beton pada bangunan:
     a.  Jalan                                   b.  bangunan beton bertulang
     c.  jembatan-jembatan            d.  tanki, waduk, pipa, batako
Beton terbuat dari Tipe I umumnya memerlukan waktu pengerasan 14 hari sebelum bekisting struktur dapat dipindahkan. Kekuatan rencana beton dicapai setelah dilakukan perawatan selama 28 hari.

Tipe II     :  Semen Tipe II digunakan untuk pencegahan serangan sulfat dari lingkungan terhadap bangunan beton, seperti struktur bangunan yang bekistingnyanya harus cepat dibuka dan akan segera dipakai kembali. Semen Tipe I dapat juga dipakai untuk maksud ini dengan sulfat campuran gemuk, walau kurang ekonomis.

Tipe  III   : Jenis semen dengan waktu perkerasan yang cepat (high-arly-strength portland cement). Waktu perkerasan bagi jenis ini umumnya kurang dari seminggu. Digunakan pada struktur-struktur bangunan yang bekistingnya harus cepat dibuka dan akan segera dipakai kembali. Semen Tipe I dapat juga dipakai untuk maksud ini dengan sifat campuran gemuk, walau kurang ekonomis.

Tipe IV   :  Semen dengan hidrasi panas rendah yang digunakan pada konstruksi dan/bendungan, bangunan-bangunan masif, dengan tujuan panas yang terjadi sewaktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi keutuhan beton.


Tipe V    :  Semen penangkal sulfat. Digunakan untuk beton yang lingkungannya mengandung sulfat. Terutama pada tanah/air tanah dengan kadar sulfat tinggi. Tingkat pengaruh sulfat yang ada dalam air tanah mempunyai dampak bagi konstruksi. Tabel 1.4.1 menjelaskan pengaruh ini.


Disamping tipe semen yang disebutkan diatas juga terdapat juga semen-semen khusus, seperti :

1.  Semen Putih  untuk pekerjaan-pekerjaan bidang arsitektur.

2.  Semen untuk sumur minyal (oil well cement)

3.  Semen Kedap Air (water portland cement)

4.  Semen Plastik  (plastic cement)

5.  Semen Ekspansif (expansive cement)


Semen jika disimpan di tempat kering, akan tetap terjaga kualitasnya. Penyimpangan di tempat lembab mengakibatkan penurunan kekuatan. Oleh karenanya, kelembaban beban ruang penyimpanan harus tetap dijaga minimum.


Tabel 1.4.1 Pengaruh Sulfat dan Tipe Semen yang dianjurkan dipakai

Tingkat Pengaruh Sulfat

Prosentase Larutan Sulfat (SO4) Dalam Contoh Tanah

Sulfat (SO4) dalam Contoh Air (PPM)

Tipe semen ysng oleh Dipakai

Diabaikan

0.00 – 0.10

0 - 150

I

Positif

0.10 – 0.20

150 – 1500

II

Menentukan

0.20 – 2.00

1500 – 10000

V

Sangat menetukan

2.00 - LEBIH

10000 – LEBIH

V + POZZOLAN

     *perlu persetujuan ahli beton dalam kadar penggunaannya


AGREGAT : Agregat yaitu pasir dan kerikil merupakan bahan pengisi. Untuk beton yang ekonomis, adukan harus dibuat sebanyak mungkin agregatnya. Agregat yang baik adalah yang tidak bereaksi kimia dengan unsur-unsur semen. Agregat halus (pasir) harus mempunyai gradasi (distribusi ukuran) sedemikian rupa, sehingga rongga-rongga antara agregat minimum pada beton. Ini berarti di dalam pembuatan beton, jumlah pasta semen yang perlu mengisi rongga-rongga tersebut minimum pula. Agregat halus mempunyai ukuran partikel maksimum lebih kurang 4 mm, sedangkan agregat kasar bagi beton umumnya mempunyai ukuran maksimum 75 mm.


Agregat yang dapat dipakai untuk beton harus memenuhi syarat-syarat :
1.  Agregat yang bersih dari unsur organik
2.  Keras
3.  Bebas dari sifat penyerapan secara kimia
4.  Tidak bercampur dengan tanah liat/lumpur
5.  Distribusi/gradasi ukuran agregat memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Air Adukan Beton  : Air yang dapat diminum dapat digunakan untuk adukan beton. Akan tetapi air yang dapat digunakan untuk adukan beton tidak berarti dapat diminum. Pada Tabel 1.4.2 dijelaskan kriteria kandungan zat kimiawi yang terdapat dalam air dengan batasan tingkat konsentrasi zat tertentu untuk dapat digunakan bagi adukan beton.
Sebagai perbandingan, air laut mempunyai kandungan :
a.  CI     =   3960 – 20000      ppm
b.  SO4   =   580   - 2810         ppm
c.  Na          =                          2190 – 12200   ppm    

Jika akan menggunakan air acid, air alkalis, air buangan/buangan industri, air laut, air selokan, air gula/air keruh/air mengandung minyak, maka selama ada proses pembersihan sehingga nilai konsentrasi kimia dibawah nilai maksimum, seharusnya jenis-jenis tersebut dapat dipakai.
Kandungan Unsur Kimia
Maksimum konsentrasi
1.      Chloride, Cl
-      beton pratekan
-     beton bertulang

500 ppm*
1000 ppm
2. Sulfate, SO4
1000 ppm
3. Alkali (Na2O + 0.658 K2O)
600 ppm
4. Total benda padat (Solid)
50000 ppm
                             Ppm = parts per million

1.5.    Perencanaan Beton
          Seperti telah diuraikan beton merupakan adukan / campuran antara semen, pasir (agregat halus), kerikil (agregat kasar) dan air. Proporsi dari unsur pembentuk beton ini harus ditentukan secara proporsional, sehingga terpenuhi syarat-syarat :

1.  Kekenyalan atau kelecakan (workability) tertentu yang memudahkan adukan beton ditempatkan pada cetakan / bekisting (sifat kemudahan dalam mengerjakan) dan memberikan kehalusan permukaan beton basah. Kekenyalan ditentukan dari :
     a.  volume pasta adukan
     b.  keenceran pada adukan
     c.  perbandingan campuran agregat halus dan kasar
2.  Kekuatan rencana dan ketahanan beton setelah mengeras
3.  Ekonomi dan optimum dalam pemakaian semen.

Dalam menentukan proporsi bahan-bahan pembentuk beton, dikembangkan berbagai metode secara empiris berdasarkan hasil0hasil percobaan adukan beton. Technical Report No. 21, August 1977, United Nation Concrete Manual Indonesian Edition diterbitkan oleh Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, the American Concrete Institute (ACI) dan Portland Cement Association (PCA) merupakan hasil pengamatan yang bertahun-tahun dari percobaan dan pengamalan di dalam pembuatan beton. Oleh karena sifat empiris dari rumusan, maka setelah direncanakan penentuan proporsi unsur-unsur beton bagi tingkat kekuatan tekan tertentu, selalu harus dibuat adukan rencana yang disebut adukan uji coba atau “trial mix”
Berdasarkan hasil-hasil “trial mix” inilah pembuatan secara massal dilakukan, jika terpenuhi dari pemeriksaan benda uji ketentuan kekenyalan, kekuatan dan sifat ekonomis adukan yang telah disyaratkan.
Dua metode yang akan diuraikan bagi penentuan proporsi unsur pembuat beton dalam buku ini adalah modifikasi cara ASTM yang dikembangkan Texas AM University dan cara DREUX. Telah dilakukan beberapa penyesuaian dari kedua cara ini berdasarkan hasil penelitian di Laboratorium Struktur dan Bahan. Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung.

1.5.1. Metode Modifikasi ASTM
Sebelum digunakannya tabel-tabel atau grafik untuk menentukan pembuatan “trial mix” beton, beberapa syarat perlu yang harus dipenuhi adalah :
1.  Gradasi / distribusi ukuran agregat harus berada didalam batas-batas yang ditetapkan seperti pada Grafik 1.5.1, yaitu :
     a.  Gradasi agregat halus (pasir) yang digunakan mempunyai gradasi butir yang berada di dalam dua kurva pembatas. Jika pada kondisi lapangan ternyata gradasi butir tidak memenuhi syarat seperti yang ditetapkan, maka perlu dilakukan koreksi dengan melakukan analisis kombinasi agregat dari beberapa kelompok agregat.
     b.  Bagi agregat kasar (kerikil), berdasarkan besarnya diameter agregat maksimum yang digunakan, terdapat empat kelompok kurva pembatas. Ukuran agregat kasar No. 2 merupakan kelompok agregat dengan ukuran maksimum butir 75 mm, ukuran no. 467 dengan butiran maksimum 50 mm ; ukuran no. 67 dengan butiran maksimum 25 mm yang umum digunakan dalam bangunan, dan ukuran no. 8 dengan butiran maksimum.
Langkah selanjutnya dapat dilakukan setelah persyaratan distribusi gradasi seperti yang ditetapkan pada Grafik 1.5.1 terpenuhi :
2.  Telah ditetapkan terlebih dahulu :
     a.  Ukuran terbesar kerikil (agregat kasar) yang akan digunakan
     b.  Specific gravity dari agregat kasar
     c.  Specific gravity agregat halus
     d.  Berat satuan agregat kasar (dry-rodded unit weight)
     e.  Modulus kehalusan (fineness modulus) agregat halus.
     Butir-butir 2b, 2c, 2d dan 2e ditentukan dari hasil penelitian di laboratorium yang dilakukan melalui prosedur standar menurut spesifikasi yang berlaku.

Persiapan dalam perencanaan campuran beton :
a.     Perbandingan air dengan semen (rasio W/C). Faktor air semen berdasarkan perbandingan berat. Tabel 1.51 menjelaskan nilai rasio W/C maksimum yang diizinkan untuk berbagai jenis struktur dan sifat lingkungan.

Gambar 1.5.1 : Kurva pembatasan gradasi agregat umtuk perencanaan

     Disamping faktor air semen berdasarkan Tabel 1.5.1, unsur lain penentu faktor air semen adalah kekuatan rencana tekan beton sebagai dinyatakan pada Grafik 1.5.2. atau Tabel 1.52.
     Nilai W/C pada Tabel 1.5.2 berdasarkan ukuran terbesar agregat kasar diameter 25 mm. untuk ukuran agregat lebih besar, dengan perbandingan W/C yang sama, kekuatan tekan beton akan lebih rendah.

b.  SLUMP sebagai ukuran kekenyalan adukan beton
     SLUMP merupakan perbedaan tinggi dari adukan dalam suatu cetakan berbentuk kerucut terpancung terhadap tinggi adukan setelah cetakan diambil. Batasan SLUMP bagi jenis elemen struktur dinyatakan dalam Tabel 1.5.3. Nilai pada Tabel 1.5.3 berlaku untuk pemadatan dengan alat pengetar. Untuk cara pemadatan yang lain, nilai-nilai slump dapat dinaikkan 25 mm lebih besar.
c.  Ukuran maksimum diameter agregat kasar yang digunakan sesuai dengan ketentuan dalam kemudahan pelaksanaan pengecoran an syarat monolit beton. Dalam Tabel 1.5.4 dijelaskan ukuran maksimum agregat maksimum yang boleh digunakan bagi pengecoran elemen struktur.
d.  Bagi perencanaan adukan, berat air rencana dan prosentase adanya udara yang terperangkap, ditetapkan berdasarkan pada besarnya SLUMP rencana dan ukuran maksimum agregat kasar yang digunakan. Tabel 1.5.5 menjelaskan penentuan jumlah berat air perlu bagi setiap m6 beton berdasarkan nilai SLUMP rencana.
e.  Mendapatkan volume rencana agregat kasar setiap m3 beton, digunakan nilai-nilai yang tercantum pada Tabel 1.5.6. Menetapkan terlebih dahulu ukuran agregat kasar, dan nilai modulus kehalusan (finesses moduli) agregat halus (pasir), maka dari Tabel 1.5.6 didapat prosentase volume agregat kasar/satuan volume beton. Persentase volume berdasarkan kondisi agregat kering muka. Nilai dalam tabel mendapatkan persentase volume dengan tingkat kekenyalan umum. Untuk pekerjaan beton kurang kenyal, seperti bagi pekerjaan jalan harga didalam tabel dapat dinaikkan sebanyak 10%.








Prosedur Perencanaan
Prosedur perencanaan adukan beton terdiri dari beberapa tahap pekerjaan :
1.  Menetapkan konsistensi beton dengan SLUMP rencana sesuai di Tabel 1.5.3.
2.  Metapkan ukuran maksimum agregrat kasar yang dipakai, sesuai dengan jenis konstruksi dari Tabel 1.5.4.
3.  Berdasarkan nilai SLUMP dan ukuran agregat rencana, gunakan Tabel 1.5.5 untuk memperoleh jumlah air rencana bagi satuan volume m3 beton, beserta prosentase udara yang terperangkap.
4.  Dari dua penentuan nilai rasio W/C, yang masing-masing diperoleh atas batasan sifat ketahanan beton terhadap lingkungan (Tabel 1.5.1) dan atas kekuatan rencana beton (Tabel 1.5.2), gunakan nilai raasio W/C dengan nilai terkecil untuk perencanaan.
     Jumlah semen dihitung dengan membagi besaran jumlah air yang diperoleh pada langkah 3 dengan nilai rasio W/C : Jumlah Semen = 
5.  Dengan besaran diameter maksimum agregat kasar dan nilai modulus kehalusan  agregat halus rencana, dari Tabel 1.5.6 ditetapkan persentase volume agregat kasar / mbeton. Berat total agregat kasar yang digunakan diperoleh dari perkalian persentase volume dengan satuan berat agregat kasar.
6.  Volume agregat halus (pasir) dihitung dari selisih volume total beton dengan (volume semen + volume agregat kasar + volume air dan udara yang terperangkap). Dengan nilai specific gravityyang diketahui, dihitung berat rencana agregat halus.
7.  Jumlah unsur adukan untuk jumlah kubikasi beton tertentu dihitung atas dasar jumlah perlu bagi pengecoran.
8.  Untuk kondisi lapangan, modifikasi bagi konsistensi rasio W/C disesuaikan dengan sifat bahan. Jika merupakan berat bahan rencana yang diperoleh, m adalah kadar kelembaban bahan di lapangan dan a adalah kemampuan absorpsi di lapangan (m dan a adalah prosentase), maka :
     a.  Tambahan air yang diperlukan = G (a-m) / (1-m)
     b.  Tambahan agregat yang diperlukan = G (m-a) / (1-m)

Contoh perencanaan adukan beton
Sebagai contoh perencanaan proporsi unsur beton (semen, pasir, agregat kasar dan jumlah air adukan) bagi elemen struktur balok / kolom yang terlindung, ditetapkan kekuatan tekan rencana pada unsur 28 hari = 246 kg / cm2.

Untuk perencanaan, ditetapkan :
1.  Berdasarkan kondisi lingkungan pengecoran, ditetapkan nilai SLUMP rencana antara 75 mm – 100 mm.
     Jarak tulangan dan ukuran penampang blok hanya memungkinkan penggunaan ukuran agregat maksimum = 40 mm; dan dari hasil pemeriksaan laboratorium, pada kondisi kering, muka, diperoleh sifat agregat kasar :
     -    Specific gravity         = 2.69
     -    Berat volume            = 1600 kg/m3
     Dan sifat agregat halus (pasir) :
     -    Specific gravity         = 2.64
     -    Modulus kehalusan  = 2.80
2.  Dari Tabel 1.5.5 dengan ketentuan diatas diperoleh berat air campuran beton dan persentase udara yang terperangkap sebagai berikut :
     Jumlah air = 179.000 kg/mbeton, Persentase udara yang terperangkap = 1%. Mengingat konstruksi beton terlindung, tidak ada batasan nilai rasio W/C berdasarkan Tabel 1.5.1. Berarti rasio W/C rencana diperoleh dari kekuatan tekan beton rencana. Nilai rasio W/C GRAFIK 1.5.2 untuk kekuatan tekan beton rencana 246.000 kg/cmadalah = 0.60
3.  Berdasarkan hasil langkah 3 dan 4, dihitung berat semen perlu/mbeton : Berat semen = (179/0.60) = 298 kg/m3 beton.
4.  Dari Tabel 1.5.6 dengan ketentuan :
     Ukuran maksimum agregat kasar = 4 cm.
     Angka modulus kehalusan agregat halus (pasir) = 2.80, diperoleh nilai volume agregat kasar sebesar = 0.72.
     Dengan demikian, berat agregat kasar perlu yang mempunyai berat volume = 1600.00 kg/m3adalah : 0.72 x 1600.00 = 1152.00 kg/m3 beton.
5.  Penentuan proporsi unsur beton bagi adukan beton untuk setiap m3 beton (specific gravitysemen = 3.15) adalah :
     Volume semen              = 298.0 / (3.15 x 1000) = 0.095 m3
     Volume air                    = 179.0 / 1000               = 0.179 m3
      Volume agregat kasar   = 1152 / (2.60 x 1000)  = 0.430 m3
      Volume agregat halus   = 1%                             = 0.010 m3
      Total volume diluar unsur agregat halus = 0.174 m3
     Dari perhitungan diatas, volume agregat halus dalam setiap m3 beton :
     Volume agregat halus = (1.0 – 0.714) m3 = 0.286 m3
     Dengan nilai specific gravity = 2.64 kondisi kering muka berat rencana agregat halus adalah : 2.64 x 1000 kg = 755 kg
6.  Perhitungan berat bahan bagi setiap m3 beton adalah :
     Semen                           = 298 kg = 7.10 kantong semen @ 42 kg
     Air                                 = 179 kg                       
     Agregat halus                = 755 kg (kondisi kering muka)
     Agregat kasar                = 1152 kg (kondisi kering muka)
     Dalam istilah umum, campuran ini mempunyai Faktor Semen 7.10 sak semen / mbeton.
     Proporsi unsur beton pada kondisi lapangan dapat ditentukan dengan memperhitungkan kadar kelembaban dan penyerapan (absorbsi) agregat. Bila G = 1152 kg, dan kadar kelembaban agregat kasar m = 0.6%, kemampuan absorbsi a = 1.5%, maka perlu penambahan air sebanyak G (a-m) / (1-m) : (0.015 – 0.006) / (1 – 0.006) = 1.43 kg untuk setiap m3 beton, sehingga berat air menjadi 189.43 kg, dan menggunakan berat total agregat kasar : g + g (m-a) / (1-m), yaitu 1552 + (1152) (0.006 - 0.015) / (1 – 0.006) = 1141.60 kg.
     Perlu dicatat, bahwa bila nilai m melebihi nilai a, hasil penambahan air bernilai negatif dengan pengertian adanya penggunaan jumlah air yang kurang dibandingkan dengan kondisi kering muka dan penambahan berat agregat kasar.
7.  Dalam pelaksanaan di lapangan atau perbuatan “trial mix” kubikasi adukan bergantung pada kapasitas pengaduk atau molen.
     Umumnya kapasitas molen ukuran sedang adalah 0.03 m3, sehingga berat unsur adukan beton bagi contoh / benda uji :
     Semen                           = 8.95 kg
     Air                                 = 5.65 kg
     Agregat halus                = 23.84 kg
     Agregat kasar                = 35.50 kg
     Bagi setiap 0.03 m3 beton.

Perancangan Campuran Beton – Trial Mix
No
Parameter
Referensi hitungan
Nilai/satuan
1
Kategori jenis struktur
Tabel 1.5.1
=
Lantai/Balok/Kolom
2
Slump rencana
Tabel 1.5.3
=
10
cm
3
Kekuatan tekan karakteristik fc

=
275
kg/cm2
4
Kekuatan tekan hancur rencana fcr (silinder)

=
332.40
kg/cm2
5
Kekuatan tekan hancur rencana fcr (kubus)

=
398.88
kg/cm2
6
Modulus kehalusan agregat halus (pasir)

=
2.80

7
Ukuran maksimum agregat kasar (kerikil)
Tabel 1.5.4
=
4.00
cm
8
Berat jenis agregat halus (pasir) – SSD

=
2.64

9
Berat jenis agregat kasar (kerikil) – SSD

=
2.68

10
Berat isi agregat kasar

=
1600
kg/m3
Perhitungan Komposisi Campuran Beton/(m3)
11
Rencana air adukan beton : W
Tabel 1.5.5
=
180
kg
12
Persentase udara terperangkap
Tabel 1.5.5
=
1.00
%
13
Perbandingan W/C
Tabel/Grafik 1.5.2
=
0.54

14
Perbandingan W/C maksimum
Tabel 1.5.2
=
0.45

15
Perbandingan W/C rencana

=
0.45

16
Berat semen : C

=
333
Kg
17
Volome agregat kasar bagi 1 m3beton
Tabel 1.5.6
=
75
%
18
Berat agregat kasar (kerikil) perlu

=
1200
Kg/mbeton
19
Volume semen

=
0.106
m3
20
Volume air

=
0.18
m3
21
Volume agregat kasar (kerikil)

=
0.448
m3
22
Volume udara

=
0.01
m3
23
Volume perlu agregat halus (pasir)

=
0.256
m3
Komposisi Campuran Beton Kondisi SSD/m3


1.000
m3
24
Semen

=
333
kg
25
Air

=
180
kg
26
Agregat halus (pasir)

=
677
kg
27
Agregat kasar (kerikil)

=
1200
kg
28
Faktor semen ( 1zak = 50 kg )

=
6.67
Zak/m3 beton
Komposisi Campuran Beton Kondisi Lapangan/m3
29
Kadar air agregat kasar (kerikil)

=
0.60
%
30
Absorsi agregat kasar (kerikil)

=
1.50
%
31
Kadar air agregat halus (pasir)

=
5.50
%
32
Absorsi agregat halus (pasir)

=
3.75
%
33
Tambahan air adukan dari agregat kasar

=
10.87
kg
34
Tambahan air adukan dari agregat halus

=
-12.54
kg
35
Tambahan agregat kasar

=
1189
kg
36
Tambahan agregat halus

=
689
kg
37
Semen

=
333
kg
38
Air

=
178
kg
39
Agregat halus (pasir)

=
589
kg
40
Agregat kasar (kerikil)

=
1189
kg
Komposisi Campuran Beton/Kapasitas Molen
41
Kapasitas molen yang ada

=
0.03
m3
42
Semen

=
10.00
kg
43
Air

=
5.35
kg
44
Agregat halus (pasir)

=
20.68
kg
45
Agregat kasar (kerikil)

=
35.67
kg
Data Setelah Pelaksanaan
46
Sisa air adukan (jika ada)

=
-
kg
Perancangan Campuran Beton – Trial Mix (lanjutan)
No
Parameter
Referensi hitungan
Nilai/satuan
47
Penambahan air adukan (jika ada)

=
-
kg
48
Jumlah air adukan sesungguhnya

=
-
kg
49
Nilai slump yang diukur

=
-
kg
50
Volume sesungguhnya

=
-
kg
46
Sisa air adukan (jika ada)

=
-
kg

1.5.2  METODE DREUX
Metode ini dikembangkan oleh Prof. Georges Dreux berkebangsaan Perancis melalui penelitian yang dilakukannya pada tahun 1979.
Suatu rumusan perancangan campuran beton dapat dinyatakan dengan :
          fcr = G Rec (C/E – 0.5)
Dengan :
          Fcr     =   Kekuatan tekan beton rata-rata pada umur 28 hari atas dasar benda uji silinder berdiameter 150 mm dengan tinggi 300 mm (MPa)
          G       =   Faktor kekompakan butiran (faktor granular); suatu besaran yang menunjukkan besarnya volume yang diisi oleh agregat kasar.
          fce        =   Kekuatan tekan mortar semen (MPa)
          C       =   Berat semen untuk 1 m3 beton
          E       =   Berat air untuk 1 m3 beton

Besar faktor granular (G) dipengaruhi oleh kualitas serta ukuran maksimum agregat yang digunakan. Besarnya faktor granular dicantumkan pada Tabel 1.5.7. Kuat tekan beton rata-rata fcrdinyatakan sebagai kekuatan tekan yang memperhitungkan tingkat kegagalan sebesar 5%, dengan distribusi kekuatan tekan beton dianggap mengikuti distribusi normal. Hubungan antara kuat tekan beton yang disyaratkan dengan kuat tekan beton rata-rata dinyatakan sebagai :
          f’= f’– 1.64 s                                              (1.2a)
          Atau
          f’= f’– 1.64 s                                              (1.2b)

Dengan
          f’c      =   Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (MPa)
          f’cr     =   Kekuatan tekan rata-rata (MPa)     
          S       =   Deviasi standar (MPa)

Pengujian kekuatan dilakukan terhadap 30 buah benda uji silinder berdiameter 150 mm dengan tinggi 300 mm. Bila hanya memungkinkan untuk dilakukan pengujian untuk sejumlah benda uji yang kurang dari 30 buah maka diperlukan koreksi terhadap deviasi standar sebagaimana diberikan dalam Tabel 1.5.8.

 


Besarnya kekuatan tekan beton rencana yang dipakai pada perancangan campuran  beton adalahnilai terbesar antara :
          f’cr     =   f’ 1.64 s (MPa)                               (1.3a)
          Dan
          f’cr     =   f’c + 2.46 s – 4 (MPa)                      (1.3b)
Dengan nilai deviasi standar yang telah dikoreksi sesuai dengan jumlah contoh pengujian seperti tercantum pada Tabel 1.5.9. Bila tidak tersedia data hasil pengujian atau pengalaman sebelumnya, maka besarnya kekuatan tekan beton rencana dapat diperhitungkan berdasarkan pada Tabel 1.5.9.


Di dalam pelaksanaan, kekuatan tekan beton dinyatakan sebagai kekuatan tekan karakteristik yang dihitung berdasarkan benda uji kubus dengan sisi 150 mm, sedangkan rumusan perancangan campuran beton menurut Dreux didasarkan atas benda uji silinder berdiameter 150 mm dengan tinggi 300 mm. Oleh karenanya diperlukan konversi kuat tekan benda uji kubus ke benda uji silinder. Berdasarkan hasil penelitian, kuat tekan benda uji kubus adalah 1.2 kali lebih besar dari benda uji silinder.

Rasio C/E
Dari rumusan Dreux terlihat kekuatan tekan beton tidak tergantung pada jumlah semen yang digunakan, selama perbandingan antara jumlah semen dan air (C/E) tetap. Akan tetapi dalam perancangan campuran perlu diperhatikan faktor-faktor kemudahan pelaksanaan pengecoran beton; campuran beton tidak boleh terlalu kental ataupun terlalu encer, sehingga diadakan pembatasan sebagai berikut :
-    Rasio jumlah semen terhadap air (C/E) berkisar antara 1.5 sampai 2.5
-    Jumlah semen tidak kurang dari 300 kg/m3 beton.
-    Jumlah semen yang digunakan dalam campuran beton dapat ditentukan dengan menggunakan Grafik 1.5.
Bila dalam pencampuran beton digunakan agregat kasar berupa batu pecah, maka harga slump dari pembacaan grafik perlu dikurangi sekitar 20 mm.


Persentase Agregat

Persentase agregat ditentukan dengan menggunakan analisis granulometri. Grafik 1.5.4 menyatakan batasan granulomerti agregat. Kurva gabungan agregat yang digunakan sedapat mungkin harus berimpit dengan kurva patokan yang diberikan. Kurva patokan adalah garis bilinier yang menghubungkan titik 0% pada diameter 0.1 mm dan titik 100% pada diameter maksimum (D) dengan titik patah P(X,Y).


Ks = Angka koresi yang diperlukan bila nilai dari modulus kehalusan agregat halus. (Mr) ≠ 2.5.
Besarnya angka koreksi dapat dinyatakan sebagai Ks = 6M– 15.


Grafik 1.5.11 Kurva Granulometri agregat

Tabel 1.5.11 Harga K untuk berbagai pemadatan dan dosis semen
Pemadatan
Lemah
normal
kuat
Jenis Agregat
alam
pecah
alam
pecah
alam
pecah
Dosis Semen (kg/m3)
400 + F
-2
0
-4
-2
-6
-4
400
0
+2
-2
0
-4
-2
350
+2
+4
0
+2
-2
0
300
+4
+6
+2
+4
0
+2
250
+6
+8
+4
+6
+2
+4
200
+8
+10
+6
+8
+4
+6

No comments