Breaking News

Fatigue (Kelelahan)



Fatigue secara teoritis adalah kelelahan material akibat beban yang berulang- ulang. Walaupun belum mencapai titik leleh material. Seperti kawat yang kita bengkokan kedua arah yang berlawanan secara berulang terus menerus. Beban pembengkokan tidak perlu besar, cukup perlahan namun terus menerus akan membuat kawat mengalami kelelahan bahan.
Kelelahan / fatigue muncul ketika suatu benda mengalami kegagalan (kerusakan) setelah menerima suatu gaya terus-menerus secara berulang-ulang. Suatu objek yang mengalami kegagalan kelelahan biasanya dimulai dengan adanya pecahan mikroskopis pada permukaan objek itu. Seiring berjalannya waktu, pecahan itu akan semakin besar, sampai pada suatu saat “pecahan” itu telah cukup besar untuk menyebabkan suatu kerusakan pada objek tersebut.
  • Peristiwa terjadinya kelelahan
Terdapat tiga fase dalam perpatahan fatik: permulaan retak, penyebaran retak, dan patah
Kegagalan fatik bermula prioritas terhadap permulaan suatu retak. Dengan pengulangan pembebanan, lokalisasi daerah pengembangan slip/luncuran (deformasi plastik).
Ketika slip terjadi, berada permukaan bebas sebagai suatu langkah disebabkan oleh perpindahan logam sepanjang bidang slip. Ketika tegangan berbalik, slip yang terjadi dapat menjadi negatif (berlawanan) dari slip awal, secara sempurna mengesampingkan setiap efek deformasi. Deformasi ini ditekankan oleh pembebanan yang berulang, sampai suatu retak yang dapat terlihat akhirnya muncul.
Retak mula-mula terbentuk sepanjang bidang slip. Pertumbuhan retak berorientasi secara kristalografi sepanjang bidang slip untuk suatu jarak yang pendek dianggap sebagai Tahap I pertumbuhan retak. Arah penyebaran retak menjadi tegak lurus secara makrokopik terhadap tegangan tarik maksimum dianggap sebagai Tahap II penyebaran retak, dan hal itu merupakan sebagian besar umur penyebaran retak.
Siklus relatif untuk permulaan retak dan penyebarannya tergantung pada tegangan yang dikenakan. Ketika tegangan meningkat, fase permulaan retak menurun.
  • Untuk melawan fatigue ada beberapa pendekatan yakni :
1. Infinite Life Design berdasarkan Stress – Life Curve (kurva S-N)
Kurva S-N dibuat berdasarkan stress-controlled fatigue test. Untuk baja dari kurva S-N akan didapat endurance limit, atau batas lelah (bukan titik leleh !). Dari sini engineer mendisain agar beban operasi tidak menghasilkan stress diatas batas lelah ini. Dengan demikian komponen mesin akan memikili umur tidak terhingga (infinite). Makin keras material semakin tinggi nilai endurance limit nya sehingga semakin tahan material terhadap crack initiation (utk low strain or stress). Semakin kasar permukaan (termasuk adanya cacat mikro maupun makro, sambungan, lasan, korosi) semakin rendah ketahan fatigue karena adanya stress raiser di lokasi tersebut. Jadi untuk kasus ini ketahan fatigue dikendalikan oleh tingkat kekerasan material. Pendekatan ini cocok untuk disain komponen mesin yang memiliki putaran /rpm tinggi dan komponen struktur.
2. Safe-Life Design berdasarkan Strain-Life Curve (kurva E-N)
Kurva S-N dibuat berdasarkan strain -controlled fatigue test. Untuk baja dari kurva E-N akan tidak didapat endurance limit, atau batas lelah tetapi sifat fatigue material (fatigue strength dan fatigue ductility).
Berlainan dengan kurva S-N, kurva E-N dibangun dari test menggunahan cyclic plastic stress (or strain) deformation. Dari sini engineer dapat melihat ketahan material terhadap cyclic plastic deformation. Berguna untuk mendisain kompoen mesin / struktur yang dikenai cyclic strain yang besar.
Untuk high strain or stress ini, semakin ulet material semakin tahan terhadap low cycle fatigue (kebalikan dari yang tadi) dan semakin keras material semakin rendah ketahannya terhadap low cycle fatigue. Jadi dalam hal ini ketahan fatigue dikendalian oleh keuletan material (% elongation).
Penggunaan E-N ini pada pipa thermal, boiler, HE, reactor, dsb.
Kurva S-N dan kurva E-N digunakan untuk melawan fatigue pada komponen yang tidak memiliki crack initation site (permukaan relatif halus/rata). Namun untuk melihat perilaku fatigue pada material yang sudah memiliki cacat (pre-crack) maka digunakan metoda fracture mechanics.
3. Damage Tolerance Design (da/dN vs delta K)
Jika sekarang komponen mesin atau struktur sudah memiliki cacat (retak) akibat welding, korosi, aus, dsb dan dikenai beban siklik, maka kedua metoda diatas sudah tidak dapat dipakai lagi. Tapi harus menggunakan pendekatan fracture mechanics. Pada dasarnya metoda ini melihat perambatan retak (crack growth) untuk memprediksi perlaku retak dan menentukan ukuran kritis. Retak dalam ukuran tertentu masih dapat dibiarkan ada, asal dimonitor laju perambatannya dan komponen masih dapat dibiarkan beroperasi (damage tolerance design). Waktu dari ukuran retak hasil inspeksi terkini menuju ukuran kritis disebut dengan Remaining Life.
Parameter internal yang mengendalikan perambatan retak sekarang adalah fracture toughness material, makin tangguh material main tahan terhadap crack propagation (tapi belum tentu terhadap crack initiation !).
Contoh penggunaan damage tolerance design lebih banyak pada stationary equipment yang sudah memiliki defect / cacat (pipeline, pressur vessel, pipe, struktur jembatan, offshore, rig) yang memiliki frekwensi cyclic loading or tempature relatih rendah dibanding rpm mesin rotating, tetapi bukan berarti benda2 tadi pada disain awal tidak menggunakan pendekatan S-N curve !.
Dalam masalah fatigue tentu saja faktor : alloying, metal processing, temperature, jenis pembenanan, stress ratio, lingkungan, semua mempengaruhi pola dan laju inisiasi dan perambatan retak akibat fatigue ini.sehingga mempengaruhi umur fatigue dari komponen mesin atau struktur tersebut.

No comments