Breaking News

PERILAKU MATERIAL BAJA PADA KONSTRUKSI


baja
Berbicara tentang “konstruksi bangunan” tentunya akan merujuk pada kegiatan mewujudkan segala prasarana fisik yang dibutuhkan manusia dalam mempertahankan dan mengembangkan peradabannya. Jadi dari melihat konstruksi bangunan yang ditinggalkannya maka suatu bangsa dapat dilihat tingkat kemajuannya.
Sebagai buktinya, di level internasional misalnya, piramida Giza di Mesir yang dibangun + 5000 tahun lalu, maka tentunya dapat dibayangkan bagaimana tingginya peradaban bangsa tersebut dibanding bangsa lain yang mungkin pada masa tersebut masih hidup seperti jaman batu (tidur di goa). Karena itu pula, Indonesia tidak kalah bangganya mempunyai peninggalan kuno abad 9 M, yaitu Borobudur dan Prambanan. Bukti fisik seperti itu tentu dapat dijadikan petunjuk bahwa bangsa Indonesia pernah menjadi bangsa yang maju tingkat peradabannya pada suatu masa dahulu.
Berkaitan dengan hal itu, berbagai bahan material telah banyak diteliti dan digunakan untuk material konstruksi bangunan, mulai yang sederhana, yang tersedia di alam bebas, maupun bahan material khusus buatan pabrik yang mahal. Bahan material yang dimaksud misalnya berupa tanah, batuan (rock), kayu, bambu, beton, baja dan beberapa lagi yang mungkin dapat disebutkan. Meskipun demikian, jika fokus pembahasan konstruksi bangunan dibatasi pada bangunan yang dekat dengan masyarakat, seperti konstruksi bangunan jembatan dan gedung, maka jenis material konstruksi yang dapat dipilih untuk digunakan (apalagi di Indonesia) menjadi terbatas, yaitu kayu, beton, baja atau kombinasi dari ketiganya itu saja.

Pemilihan bahan material konstruksi, apakah kayu, beton atau baja adalah tahapan penting dalam suatu perencanaan. Kriteria dasar yang digunakan adalah: [1]kekuatan (tegangan); [2] kekakuan (deformasi); dan [3] daktilitas (perilaku runtuh).

Tetapi material yang unggul pada ke-tiga kriteria di atas ternyata tidak mesti mendominasi pemakaiannya pada proyek konstruksi bangunan, banyak faktor lain mempengaruhi. Seperti misalnya, material baja yang jelas menurut kriteria di atas lebih unggul dibanding beton atau kayu, tetapi fakta-fakta lapangan menunjukkan bahwa konstruksi baja belum mendominasi proyek bangunan Indonesia, kalah populer dibanding konstruksi beton. Itu dapat dilihat pada proyek-proyek gedung tinggi, juga pada konstruksi bangunan jembatan. Konstruksi beton prategang terkesan mulai banyak dipakai sebagai alternatif digunakannya jembatan baja.
Argumentasi yang sering dipakai menjelaskan fenomena tersebut adalah harga yang mahal. Apakah benar seperti itu, apakah bukan hal lain atau juga ketidak-tahuan pemakai sehingga kontruksi bajanya menjadi tidak optimal dan pada akhirnya merasa kecewa. Oleh karena itu makalah ini akan mengupas hal-hal yang dapat dianggap prospek maupun kendala dalam usaha mengoptimalkan pemakaian material baja pada proyek konstruksi di Indonesia.

PERILAKU MEKANIK MATERIAL KONSTRUKSI
Kriteria perencanaan struktur adalah memenuhi syarat kekuatankekakuan dan daktilitas. Kekuatan dikaitkan dengan besarnya tegangan yang mampu dipikul tanpa rusak, baik berupa deformasi besar (yielding) atau fracture (terpisah). Parameternya berupa tegangan leleh dan ultimate. Faktor kekakuan adalah besarnya gaya untuk menghasilkan satu unit deformasi, parameternya berupa Modulus Elastisitas. Faktor daktilitas terkait dengan besarnya deformasi sebelum keruntuhan (failure) terjadi, suatu faktor penting untuk perencanaan struktur dengan pembebanan tak terduga atau sukar diprediksi (gempa atau angin). Properti mekanik beberapa macam bahan material konstruksi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1. Diatas.

Jadi jika parameter kekuatan, kekakuan dan daktilitas digunakan untuk pemilihan material konstruksi maka dapat dengan mudah ditentukan bahwa material baja adalah yang unggul dibandingkan beton dan kayu. Rasio kuat dibanding berat untuk volume yang sama dari baja ternyata lebih tinggi (efisien) dibanding beton. Ini indikasi jika perencanaannya optimal maka bangunan dengan konstruksi baja tentunya akan menghasilkan sistem pondasi yang lebih ringan dibanding konstruksi beton, meskipun masih kalah dibanding kayu atau bambu.
Dikaitkan efisiensi antara material baja dengan kayu atau bambu, maka baja hanya unggul karena kualitas mutu bahannya yang lebih homogen dan konsisten sehingga lebih handal. Itu tidak mengherankan karena material baja adalah produk industri yang dapat terkontrol baik. Jadi, jika material kayu / bambu di Indonesia suatu saat juga didukung teknologi yang dapat menjamin kualitas mutunya homogen dan konsisten maka tentu akan menjadi bahan material konstruksi yang handal juga, khususnya untuk struktur ringan dan semacamnya.
Bangunan yang ringan selain menghemat pondasi, juga menguntungkan untuk perencanaan bangunan tahan gempa. Seperti diketahui bahwa gaya gempa pada bangunan ditentukan oleh percepatan tanah (a) dan juga massa bangunan (m), yang mana besarnya berbanding lurus, yaitu F = m.a . Jadi bangunan dengan massa kecil maka gaya gempanya juga kecil.
Meskipun baja mempunyai keunggulan terhadap gempa karena sifatnya yang ringan, tetapi kondisi tersebut tidak menguntungkan terhadap pembebanan angin. Tetapi karena sifat baja yang mempunyai kekuatan tinggi dan daktail, juga didukung proses perencanaan yang baik maka kelemahan terhadap angin mestinya dapat dengan mudah diatasi.
Sampai tahap ini pemakaian material baja masih terlihat unggul, khususnya jika parameter kekuatan, kekakuan dan daktilitas dijadikan tolok ukur. Tetapi yang menjadi pertanyaannya adalah: “Mengapa sampai saat ini penggunaan konstruksi baja tidak dominan di tanah air”. Bahkan jika melihat pembangunan gedung bertingkat tinggi dan menengah di Jakarta, maka dapat diperkirakan bahwa volume penjualan tulangan baja untuk konstruksi beton bertulang akan lebih banyak dibanding volume penjualan baja profil untuk konstruksi baja. Kondisi ini pula yang mungkin mendasari mengapa masih diperlukan seminar tentang baja seperti ini.
Berarti selain ketiga parameter di atas untuk menentukan material, tentunya ada hal-hal lain yang menjadi pertimbangan sehingga membuat keraguan untuk akhirnya memilih baja. Bisa juga itu terjadi karena pengetahuan para pengambil keputusan adalah tidak lengkap, karena bagaimanapun juga pada konstruksi baja ada banyak keunggulan sehingga berprospek baik, meskipun untuk itu ada hal-hal yang perlu dipersiapkan dengan usaha serius. Oleh karena itulah maka pada makalah ini, penulis cenderung memilih menjabarkan hal-hal tersebut dan strategi mengatasinya, sehingga diharapkan faktor-faktor tersebut tidak menjadi kendala lagi.
Bagaimanapun juga, jika suatu bahan material dipandang unggul dibanding yang lain maka tentunya itu akan otomatis menjadi pilihan. Jika ini terjadi maka jelas dominasi baja sebagai bahan material konstruksi di Indonesia tinggal soal waktu saja.

No comments