Breaking News

STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA


gempa

Di Jepang bangunan tahan gempa banyak ditemukan. Namun, perjalanan bangunan tahan gempa ini tidaklah cepat. Kesadaran untuk rancang bangun struktur bangunan tahan gempa dimulai di Jepang setelah gempa besar melanda Tokyo pada 1855. Setelah itu, konstruksi bangunan di Jepang dilaksanakan dengan menggunakan sistem struktur tahan gempa sederhana dengan cara memasang struktur rangka batang silang sebagai elemen struktur pembuat kaku, baik dalam arah horisontal maupun vertikal.

Menurut guru besar dari Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Bambang Budiono, strukturbangunan tahan gempa kemudian dikembangkan ahli struktur Eropa pada abad 19. Insinyur Eropa saat itu mengusulkan untuk merancang struktur dengan memperhatikan beban gempasebagai beban horisontal. Beban ini diperhitungkan sebagai persentase kecil dari berat struktur.
Sejak 1995, konsep desain struktur bangunan tahan gempa berkembang menjadi desain kinerja struktur tahan gempa.Kinerja ini bergantung pada integritas sistem struktur bawah atau pondasi dan struktur atas.
Untuk menjamin kinerja struktur yang baik, ada tiga hal yang harus diperhatikan. Pertama, pemilihan lokasi yang sesuai. Kedua, pemilihan sistem dan material struktur yang memadai. Ketiga konfigurasi struktur yang memenuhi sejumlah syarat. Di antaranya denah yang simetris dan pelat lantai harus kaku sebagai diafragma yang berfungsi membagi gaya horisontal gempa ke elemen vertikal seperti kolom, dinding geser, dan lainnya.
Indonesia pun bisa melakukan itu. Apalagi kalau dilihat secara seismograf Indonesia merupakan daerah dengan aktivitas gempa bumi tektonik yang tinggi, Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik utama yaitu lempeng Eurasia, Indo-Austria, Pasifik, dan Filipina. Pertemuan lempeng-lempeng tersebut mengakibatkan mekanisme tektonik dan kondisi geologi Indonesia menjadi lebih rumit. Dalam rentang waktu 1897 hingga 2000, terdapat sekitar 8.237 gempa di Indonesia.
Desain struktur di Indonesia telah mensyaratkan kinerja struktur sesuai denganstate of the art. Itu bisa dilihat di Jembatan Cisomang, Menara Jakarta dan gedung The Peak Jakarta. Pada Jembatan Cisomang dan Menara Jakarta teroperasionalkan dengan baik. Maksudnya saat gempa besar terjadi kerusakan yang terjadi minimum. Sedangkan, The Peak Jakarta bersifat elastik. Karena gedung ini didesain dengan dinding geser beton dominan untuk memperoleh kekakuan yang tinggi.
Pondasi harus didesain dengan secara baik. Sehingga kekakuan dan kekuatan pondasi lebih besar dari struktur bangunan atas. Dengan demikian, selama terjadi gempa kuat tidak didahului dengan keruntuhan pondasi.
Ruang lingkup analisis struktur bangunan tahan gempa meliputi analisis respons struktur baik dinamik maupun statik ekuivalen akibat percepatan gempa bumi yang ditransfer kepada bangunan melalui pondasi ke struktur bangunan atas. Keruntuhan tanah akibat gerakan patahan, longsoran, atau liquifaksi untuk tanah pasir yang menyebabkan keruntuhan struktur bangunan, tidak termasuk dalam ruang lingkup struktur bangunan tahan gempa.
Konfigurasi struktur bangunan tahan gempa diusahakan berbentuk simetris baik untuk denah maupun arah vertikal. Level desain gaya gempa dibagi dalam tiga kategori yaitu gempa ringan, gempa sedang, dan gempa kuat. Hubungan antara gaya geser dasar dan deformasi atap dapat digunakan sebagai dasar penentuan kinerja struktur bangunan tahan
gempa."Desain struktur tahan gempa didasarkan atas kinerja struktur yang merupakan fungsi kepentingan penggunaan bangunan. Makin penting dan makin berbahaya fungsi bangunan terhadap manusia seperti gudang senjata, maka level desain gaya gempa makin meningkat dengan batas deformasi yang lebih kecil". 

No comments